Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sok Kenal Sok Dekat

30 September 2022   21:08 Diperbarui: 30 September 2022   21:13 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sepulang kantor kucoba mengirim pesan pada tetangga Bu Rini yang sudah kukenal baik. Demi menjawab rasa penasaranku yang sejak tadi pagi seakan menggunung, pesan itu harus kusampaikan juga.

[Maaf, Bu, panjenengan kenal dengan Bu Rini? Gimana sih, di itu? Maksud saya dengan masalah uang?]

Lega rasa hati ini setelah mengirim pesan pada Bu Indri, tetangga dekat Bu Rini. Berharap tidak terlalu lama aku mendapat jawaban pesan darinya.

Sebuah notifikasi pesan masuk. Rasa degdegan seakan memenuhi rongga dadaku. Cepat kubaca pesan Bu Indri.

[Bu, panjenengan kapan ketemu Bu Rini? Waduh, Bu, sudah banyak kasus di sini yang tidak mendapat penyelesaian. Banyak nggak Bu? Biasanya sulit kembalinya, Bu, tetapi harus sabar untuk menagihnya. Saya dulu juga sudah pernah menjadi korbannya, tetapi alhamdulillah selalu ditagih, akhirnya lunas.]

Hm ... benar, kan dugaanku. Saat seperti inilah rasa bodohku teruji. Kadang rasa kasihan, iba tidak perlu ditampakkan pada sebagian orang. Jujur, sikap seperti ini malah sering dimanfaatkan orang lain. Meskipun sedikit gusar, akhirnya kubalas juga pesannya melalui aplikasi berwarna hijau itu.

[Begitu, ya Bu. Kok tega ya dia berbuat seperti itu? Suaminya tahu nggak ya, Bu?]

[Wah, Bu, suaminya kasihan. Rasanya nggak dihargai, Bu. Bu Rini itu suka bergaya kayak orang kaya. Baju model apa pun punya, dan bersama kelompoknya suka jajan di restoran. Jadi wajar saja jika pinjam sana sini hanya demi menuruti tuntutan kelompoknya.]

Aku manggut-manggut membaca pesan Bu Indri. Kini, aku pun makin paham kepribadian Bu Rini. Bukan bermaksud apa- apa, tetapi malah merasa kasihan dengan kondisinya yang sekan hidup terlalu dibuat bergaya. Bukan hidup sewajarnya.

Aku tidak mau memperpanjang pesan pada Bu Indri untuk mengetahui lebih jauh kepribadian Bu Rini. Satu yang menjadi catatan penting bagiku.  Hidup sewajarnya lebih melegakan daripada bergaya malah membuat bencana. Hidup tidak perlu mengada-ada, jika dana tidak mendukung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun