Mohon tunggu...
Zulva Samrotul Fauziah
Zulva Samrotul Fauziah Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Siliwangi

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Guru ke Gawai : Otoritas Sosial di Ruang Kelas

15 Oktober 2025   10:30 Diperbarui: 15 Oktober 2025   12:10 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berita Jogya.( 2015). Boleh Bawa Ponsel ke Sekolah di Sleman, Tapi... https://share.google/6T4VdijejLovoI9eM

Kini, murid lebih mudah mengakses informasi, tapi kesulitan dalam membangun interaksi sosial, teknologi mempercepat pengetahuan, tapi memperlambat kedekatan murid dengan guru ataupun teman sebayanya.

Secara antropologis, hubungan antara guru dan murid dulunya sarat makna budaya yaitu seperti hormat dan bersikap sopan. Namun, budaya tersebut perlahan luntur karena adanya pengaruh dari gawai yang menyebabkan murid bersikap individualisme. Kecenderungan penggunaan gadget yang berlebihan menjadikan murid bersikap tidak peduli kepada guru, teman sebayanya, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan masyarakat serta  lingkungan keluarga.

Fenomena ini sesuai dengan keadaan yang tejadi di ruang kelas saat ini, dimana murid lebih banyak mencari jawaban dari internet daripada berdiskusi dengan temannya. Di sisi lain, guru merasa tidak berdaya menghadapi perkembangan digital saat ini. Akibatnya, muncul kesenjangan digital dan emosional antara guru dan murid.

Lantas apakah gawai menjadi musuh guru? Jawabannya tentu tidak. Karena penyebab utamanya bagaimana kita menggunakan gawai tersebut, seharusnya gawai dipakai sebagai alat bantu belajar bukan sebagai pengganti hubungan sosial.

Dengan adanya kurikulum merdeka, sebenarnya memberi peluang besar untuk membangun kembali hubungan sosial antara guru dan murid. Dengan pendekatan Student -- Centered , para murid didorong untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran dengan mencari infrmasi secara mandiri, sementara guru berperan sebagai pendamping yang membantu mengarahkan dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Kita hidup di zaman ketika otoritas sosial bergeser dari figur ke algoritma. Tapi sebesar apapun kecanggihan dan kemajuan teknologi mempengaruhi murid , tidak akan bisa mengajarkan nilai- nilai moral yang diajarkan oleh guru.

Guru senantiasa memiliki peran krusial sebagai pemandu moral, penggerak sosial, dan pelindung nilai- nilai budaya bangsa. Tugas kita adalah untuk memastikan bahwa guru tidak kehilangan  wibawa di tengah derasnya arus digitalilasi. Karena pada akhirnya, pendidikan bukan sekedar tentang siapa yang paling berpengetahuan, tetapi tentang siapa yang paling mampu membentuk  individu yang berilmu sekaligus berperasaan.

 

DAFTAR REFERENSI

Almuarif, A., Hanani, S., & Devi, I. (2024). Solidaritas dan integrasi sosial dalam konteks manajemen pendidikan: Analisis berdasarkan teori mile Durkheim. Habitus: Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Antropologi, 8(1), 13--29.

Hidayat, H., Nurfadilah, A., Khoerussaadah, E., & Fauziyyah, N. (2021). Meningkatkan kreativitas guru dalam pembelajaran anak usia dini di era digital. Jurnal Pendidikan Anak, 10(2), 97--103.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun