Mohon tunggu...
Alex Journey
Alex Journey Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Travel writer

Menulis perjalanan, budaya, dan wisata Indonesia dan Asia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PSBB Setengah Hati, tapi Tak Ingin Herd Immunity

14 Mei 2020   10:41 Diperbarui: 14 Mei 2020   10:41 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal pekan ini kematian akibat Covid-19 di Indonesia menembus angka 1000, dengan jumlah terinfeksi mencapai lebih dari 15 ribu orang.

Ini adalah angka resmi dari pemerintah, sementara banyak pihak menduga angka kematian maupun jumlah positif Covid-19 jauh di atasnya, mengingat masih sedikitnya jumlah test yang dilakukan.

Angka-angka ini diperkirakan makin naik jelang Lebaran dan seiring penambahan tes Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Jika tes masif ini berhasil, kurva puncak Covid-19 di Indonesia kemungkinan terjadi awal Juni dan setelah itu kurva bisa melandai ke bawah.

Tapi beberapa kebijakan dan kejadian dalam beberapa hari terakhir ibarat sebuah kontradiksi. Apa mungkin kurva bisa turun kalau elemen di dalamnya ignoran dan tak mau ikut aturan?

Lihat saja kebijakan pengoperasian kembali semua moda transportasi, dengan alasan birokrasi, ekonomi, dan lain-lain, tapi tetap tidak ingin diangggap membolehkan mudik.

Lalu kebijakan PSBB di sejumlah daerah yang kadang hanya tegas di atas kertas dan pemanis konten infografis. Ramai-ramai di McDonald Sarinah salah satu contohnya.

Beberapa hari sebelumnya, mispersepsi muncul dari pernyataan Presiden yang mengajak masyarakat "berdamai dengan Covid-19". Pernyataan ini kemudian diluruskan oleh staf kepresidenan.

Menurut staf Kepresidenan, Presiden ingin masyarakat tetap produktif meski virus corona masih mewabah, sebuah "hidup normal yang baru", a new normal. Hal ini menambah panjang daftar keambiguan kata, ada yang masih ingat bedanya mudik dan pulang kampung?

Saat banyak orang dipermainkan oleh istilah dan kata, pemerintah mengizinkan warga berusia 45 tahun ke bawah untuk kembali beraktivitas meski pandemi belum berakhir.

Hal ini dilakukan agar warga berusia produktif tidak kehilangan pekerjaan, tapi sebagian orang menilai keputusan ini sebagai "langkah awal" dari penerapan herd immunity.

WHO telah mengecam teori ini dan menyebutnya sebagai konsep berbahaya. "Ini adalah kalkukasi yang sangat berbahaya. Saya tidak yakin jika ada negara yang berani membuat keputusan ini,"

Herd immunity merupakan opsi yang tak terlihat secara kasat mata karena pemerintah tak akan terang-terangan mengumumkan langkah ini. Bayangkan bagaimana kacaunya negeri ini bila pemerintah mengumumkan bahwa yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan mati.

Karena tidak diumumkan secara terang-teranan, kita pun tidak tahu apa yang akan menjadi rencana ke depan. Ia menjadi abu-abu dalam setiap kebijakan yang muncul.

Lihat saja bagaimana tumpang-tindihnya kebijakan selama wabah Covid-19 ini. Banyak faktor memang untuk didiskusikan, mulai dari faktor sosial, ekonomi, dan lainnya.

Dua bulan setelah kasus Covid-19 pertama di Indonesia, bangsa ini sudah kehilangan lebih dari 1000 orang. Rasio kematian tertinggi di Asia.

Saat Thailand menyusul Vietnam dengan angka NOL dalam penambahan pasien Covid-19, kita justru mencapai rekor tertinggi dalam satu hari. Konon ini belum puncaknya. Dan yang celaka adalah saat kita tidak pernah tahu berapa, kapan, dan dimana puncak itu berada.

Herd immunity adalah langkah terburuk yang mungkin harus diambil. Meski worst plan tetaplah sebuah plan, jangan sampai mengambil kebijakan berdasarkan skenario terburuk tanpa plan yang jelas. Celaka berjamaah.

Seorang ulama pernah bercerita, "Saat seseorang hanyut di sungai, rumput pun akan ia pegang, meskipun ia tau rumput tak akan mampu menyelamatkannya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun