Mohon tunggu...
ZULFIAN SYAH
ZULFIAN SYAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Alam Takambang Jadi Guru

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pantaskah Disebut Golput(?)

17 April 2019   09:17 Diperbarui: 17 April 2019   09:33 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal ini membuat penulis bimbang sebab penulis yang merupakan seorang mahasiswa di salah satu universitas di Kota Malang yang berasal dari Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat 26254. 

Dengan segala pertimbangan, mulai dari waktu dan biaya perjalanan, penulis tidak bisa pulang. Dengan kata lain tidak bisa untuk menyalurkan hak pilih tersebut.

Kira-kira ada berapa warga negara ini yang memiliki kasus yang sama dengan penulis? Maka sebanyak itu pula suara yang tidak bisa disalurkan pada "Pesta Demokrasi" ini. Lalu pantaskah hal ini disebut dengan Golput (???)

Sebenarnya ada alternatif yang terlintas di benak penulis terkait kebijakan untuk menyikapi ha ini. Yakni membuat semacam kebijakan untuk pemilih yang tidak berdomisili di daerah asal dan (kebetulan) tidak terdaftar dalam DPT Pemilu 2019. 

Hal ini berupa pemberian kesempatan pemilihan di TPS terdekat dengan daerah domisili. 

Untuk menghindari kemungkinan mendapatkan kesempatan lebih dari satu kali dengan berbagai macam tipu muslihat, KPU bisa mendata peserta yang berada dalam payung kebijakan tersebut melalui satu situs yang terkoneksi ke segala penjuru negeri. 

Dari situs tersebut, pihak KPU bisa mengecek dan mengetahui apakah yang bersangkutan benar-benar belum atau sudah melakukan pencoblosan. 

Dengan demikian, kecurangan demi kecurangan dapat diminimalisasi serta hak-hak mereka yang sedikit terkendala dapat tersalurkan.

Permasalahan pertama sebenarnya terletak pada pendataan di daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa pendataan yang dilakukan kurang cermat dan teliti. Entah bagaimana sistem dan cara yang ditempuh. 

Apa sekedar menggunakan data "lama" atau mendatangi rumah-rumah terkait pendataan warga yang sudah memiliki hak untuk memilih sesuai dengan syarat dan ketentuan. Mendatangi bukan berupa serangan fajar ya. Hahaaa... Jangan sampai nanti setiap salinan KTP dihargai dengan nominal rupiah. Mudah-mudah kasus ini tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Bagaimanapun, hari ini penulis hanya bisa berdoa setelah sebelumnya berusaha, mudah-mudahan bangsa ini dipimpin oleh orang baik (Penjabarannya bisa ditulis di komentar; orang baik menurut pembaca dan penulis). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun