Pernahkah kamu membayangkan, di dunia yang serba sibuk ini, orang rela membayar hanya untuk ditemani sekadar ngobrol atau jalan-jalan? Mungkin bagi sebagian orang terdengar aneh. Tapi di Jepang, ini adalah bisnis nyata, namanya Rent-A-Friend. Sebuah jasa yang menyediakan "teman sewaan" bagi mereka yang merasa kesepian atau sekadar butuh teman untuk menemani aktivitas sehari-hari.
Fenomena Rent-A-Friend bukan hal baru di Jepang, negara yang dikenal dengan masyarakatnya yang disiplin tapi juga penuh tekanan. Di balik gemerlap kota Tokyo dengan lampu neon dan hiruk-pikuk kehidupan modernnya, ada banyak orang yang merasa kesepian, terasing, dan butuh ruang untuk sekadar berbagi cerita tanpa takut dihakimi. Di sinilah layanan Rent-A-Friend hadir sebagai solusi, meskipun terdengar unik bahkan bagi kita yang mendengarnya dari luar Jepang.
Bagaimana Rent-A-Friend Bekerja?
Konsepnya sederhana. Kamu tinggal menghubungi agen Rent-A-Friend atau platform penyedia jasa, memilih teman sewaan dari daftar profil yang tersedia, lengkap dengan foto, hobi, dan kepribadian, lalu menyewa mereka untuk jangka waktu tertentu. Tarifnya bervariasi, mulai dari sekitar 3.000 hingga 10.000 yen per jam, tergantung perusahaan dan pengalaman si "teman".
Tugas mereka? Ya, sesederhana itu, hanya  menemanimu. Bisa sekadar menemani makan siang, jalan-jalan di taman, menemani belanja, atau bahkan datang ke acara keluarga sebagai "pasangan pura-pura" agar kamu tak perlu menjawab pertanyaan basa-basi yang kadang menyebalkan.
Yang menarik, Rent-A-Friend bukan layanan yang mengarah ke hubungan romantis atau fisik. Ada aturan ketat yang melindungi kedua pihak, baik si teman sewaan maupun klien. Jadi, yang diutamakan di sini benar-benar pengalaman berbagi waktu dan cerita.
Mengapa Jasa Ini Laku?
Jepang punya salah satu angka kesepian tertinggi di dunia, bahkan sebelum pandemi COVID-19 melanda. Banyak orang dewasa muda di kota-kota besar yang hidup sendiri, sibuk bekerja, dan kehilangan koneksi sosial yang hangat. Budaya kerja di Jepang yang dikenal keras juga tak banyak memberi ruang untuk membangun pertemanan sejati di luar lingkup kantor.
Selain itu, ada pula tekanan sosial. Misalnya, seseorang merasa perlu membawa pasangan ke reuni, atau sekadar butuh teman untuk menemani ke pesta agar tak dianggap aneh. Rent-A-Friend menjadi solusi praktis tanpa beban emosional yang rumit. Tidak ada ekspektasi lebih, tidak ada drama, hanya sekadar teman di waktu yang dibutuhkan.
Seorang pengguna jasa Rent-A-Friend pernah bercerita dalam sebuah artikel BBC, bagaimana ia menyewa teman hanya untuk mendengar curhatannya tentang kehidupan rumah tangga yang kacau. Bukan karena ia tak punya keluarga, tetapi karena kadang, berbagi dengan orang asing terasa lebih aman.
Sisi Unik
Fenomena ini memang terlihat pragmatis, tapi juga menyimpan ironi. Di satu sisi, layanan ini membantu banyak orang keluar dari kesepian sesaat. Tapi di sisi lain, ini juga menunjukkan betapa sulitnya membangun relasi tulus di dunia modern yang serba cepat.
Ada pula cerita lucu dan mengharukan. Misalnya, seseorang menyewa teman hanya untuk main game bersama di arcade, atau sekadar duduk diam di taman sambil menikmati musim semi. Ada juga yang rutin menyewa teman sewaan untuk menemani saat check-up ke dokter karena takut sendirian.
Kalau dipikir-pikir, fenomena ini mengingatkan kita pada kebutuhan dasar manusia, ingin ditemani, didengar, dan merasa ada yang peduli, meski harus dibayar.
Apakah Ini Bisa Terjadi di Negara Lain?
Kalau kita membandingkan dengan budaya di Indonesia, mungkin fenomena Rent-A-Friend belum tentu bisa diterima luas. Budaya kita yang cenderung komunal dan suka bergaul membuat gagasan menyewa teman terasa janggal. Tapi bukan berarti mustahil. Di kota-kota besar, di mana kesibukan dan individualisme mulai terasa, konsep seperti ini mungkin akan menarik bagi sebagian orang yang merasa kesepian di keramaian.
Plus Minus Rent-A-Friend
Kalau dipikir dari sisi positif, Rent-A-Friend memberi ruang bagi orang-orang untuk merasakan kehangatan sosial tanpa harus terlibat dalam hubungan yang rumit. Ini juga membuka peluang pekerjaan bagi mereka yang punya kemampuan mendengar, empati, dan membuat orang nyaman.
Tapi di sisi lain, ada kekhawatiran, apakah dengan adanya layanan ini, kita semakin sulit membangun relasi yang nyata? Apakah kita makin terbiasa membayar untuk sesuatu yang seharusnya tumbuh secara alami?
Fenomena Rent-A-Friend memang terlihat sebagai solusi instan atas kesepian. Namun, ini juga cermin dari dunia modern yang serba individualis. Kita mungkin merasa punya banyak teman di media sosial, tapi pada akhirnya, yang kita cari adalah koneksi nyata, seseorang yang mau mendengarkan tanpa menghakimi.
Dan di Jepang, bahkan jika harus membayar, setidaknya ada yang bersedia menemani kita sejenak di tengah sepi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI