Mohon tunggu...
Zulfatul Khoiriyah N.I
Zulfatul Khoiriyah N.I Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

IAIN Jember

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi, Suap, Public Figure, dan Pejabat: Sebuah Ironi Negara Hukum

17 Oktober 2021   07:17 Diperbarui: 17 Oktober 2021   07:27 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Zulfatul Khoiriyah Nurul Islami 

Dalam tulisan ini yang akan penulis bahas adalah maraknya kasus korupsi dan penyuapan yang kerap terjadi di Indonesia. Namun sebelum menuju pada intinya, penulis akan memaparkan poin-poin penting yang ada di dalam tulisan ini. Berikut poin-poinnya:

  • Pejabat
  • Dalam pembahasan ini, pejabat memiliki peran penting yakni sebagai tokoh utama dan akan selalu dibahas dalam artikel ini. Arti kata pejabat sendiri adalah seseorang yang mengisi atau menduduki sebuah posisi  di pemerintahan. Posisi pejabat ini sangat penting karena ia memegang kendali pemerintahan sebuah negara.
  • Public Figure
  • Selain pejabat, public figure di sini juga akan menjadi hal yang akan sering diperbincangkan. Public figure sendiri yakni tokoh masyarakat, namun di Indonesia public figure ini sering disematkan pada seorang artis ataupun orang yang terkenal lainnya yang biasanya bekerja sebagai penghibur di dunia seni.

Kedua poin ini saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya, terkadang seorang public figure bisa jadi seorang politisi/pejabat, sebaliknya seorang pejabat bisa saja menjadi public figure tergantung nasib seseorang tersebut. Namun yang paling sering terjadi adalah seorang public figure menjadi pejabat dan memposisikan dirinya sebagai wakil rakyat yang akan menyuarakan aspirasi rakyat. Beberapa artis yang membanting setir menjadi seorang pejabat biasanya sudah sedikit bosan dengan gemerlapnya dunia entertaintment sehingga ia mencoba hal baru. Namun ternyata karir sang public figure di bidang politik tidak semulus karirnya di dunia entertainment. Banyak artis yang melakukan tindakan korupsi maupun penyuapan, tentunya hal ini sangat disayangkan mengingat seharusnya public figure yang sudah diketahui banyak orang mampu mengemban tugasnya dengan baik tanpa adanya hal buruk yang bisa membuat namanya maupun nama hukum atau lembaga  di Indonesia menjadi tercemar karena ulah satu orang.

Hal yang sama juga terjadi pada pejabat yang mengemban posisi tertinggi di negara, banyak sekali pejabat yang memiliki posisi tinggi namun menyelewengkan jabatannya. Ia juga melakukan korupsi maupun penyuapan. Padahal sebagai seorang pejabat, harusnya ia berpikir seribu atau bahkan satu juta kali untuk melakukan hal haram tersebut. Tidak sepantasnya seorang yang mengurus masa depan negara melakukan hal yang bisa merugikan negara, apalagi uang yang diambil tersebut jumlahnya tidak sedikit dan bisa digunakan untuk melakukan pembenahan semua bidang yang belum tercukupi di Indonesia.

Jika diteliti lagi, tujuan mereka melakukan korupsi adalah untuk memuaskan keinginan pribadi misalnya saja uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk membeli mobil, barang barang mahal, ataupun rumah yang mewah. Ironis sekali hal ini bisa terjadi di Indonesia yang notabenenya masih terjadi kemiskinan di mana-mana. Dengan teganya para petinggi negara tersebut mengambil hak rakyatnya. Apalagi seperti mereka para public figure sekaligus pejabat, bukankah mereka sudah memiliki kekayaan yang luar biasa berlimpah, lalu untuk apa mereka melakukan korupsi? Apakah mereka tidak bisa menahan nafsu ingin mengambil uang rakyat? Di kala para petinggi negara sedang menikmati kekayaanya, ada jutaan masyarakat miskin yang tengah berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi untuk melanjutkan perjuangan hidupnya.

Beralih ke topik selanjutnya mengenai kasus suap yang tak kalah sering terjadi di Indonesia, biasanya kasus suap ini dilakukan untuk memberikan permintaan supaya permintaannya tersebut dituruti dan bisa terbebas dari batasan batasan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Kasus suap ini terjadi ketika para pejabat negara berada dalam keadaan terdesak sehingga tidak mempunyai cara yang lainnya dan akhirnya jatuh pada lubang hitam penyuapan. Umumnya pihak penerima suap ini adalah hakim dan pejabat pengurus lapas, hal ini karena hakim memiliki peranan yang penting dalam menjatuhkan sebuah hukuman dan karena si pelaku tidak mau hukumannya terlalu berat maka dilakukanlan penyuapan.. Contoh lain misalnya pejabat pengurus lapas, banyak pelaku yang melakukan penyuapan karena ia ingin ditempatkan di tempat yang layak jadi akhirnya ia melakukan penyuapan, Hal ini biasa terjadi di kalangan pejabat yang melakukan kesalahan, karena tidak ingin ditempatkan di tempat yang kotor dan tidak layak maka ia menyuap pihak lapas sehingga ditempatkan di tempat yang bagus bahkan seperti beberapa orang mengatakan fasilitas lapas khusus pejabat (yang melakukan tindakan pidana korupsi) seperti hotel bintang lima.


Kasus-kasus seperti ini semakin membuat yakin bahwa Indonesia bukanlah negara yang benar-benar bisa menegakkan keadilannya. Banyak sekali penyelewengan yang terjadi di negara ini, sudah berbagai cara dilakukan agar kejadian yang serupa tidak terjadi namun masih belum ada yang benar-benar berhasil mengatasinya. Hukum di Indonesia masih lemah kepada golongan atas dan tajam ke golongan bawah. Harusnya hukum yang ada ini mampu mengatasi berbagai masalah besar yang menimpa negara, bukannya dijadikan sebagai pajangan atau formalitas saja. Karena seperti yang telah diketahui bersama keberadaan hukum ini merupakan sebuah hal yang sangat penting sehingga perlu diperhatikan serta diterapkan demi terciptanya sebuah dunia yang aman, nyaman, dan sejahtera. Hukum bisa membuat negara yang awalnya bukan apa-apa menjadi negara yang disegani oleh dunia, misalnya saja negara tetangga sebelah Indonesia yakni Singapura yang saat ini bisa dibilang menjadi sebuah negara termaju di Asia Tenggara. Dilihat dari segi hukum yang diciptakan oleh pemerintah Singapura ini bisa ditarik kesimpulan bahwa majunya negara kecil ini karena kuatnya hukum yang berlaku di sana. Bagaimana tidak?  jika kesalahan kecil seperti makan permen karet saja bisa memasukkan pelakunya masuk penjara apalagi kesalahan yang besar, pasti akan ada hukuman yang lebih berat yang menantinya. Jika dihubungkan dengan Indonesia, maka harusnya Indonesia memiliki kebijakan yang sama ketatnya dengan negara Singapura, karena Indonesia merupakan negara yang besar dan sumber daya alam yang melimpah maka sangat disayangkan apabila hukum yang berlaku di negeri khatulistiwa ini tidak berdiri tegak sebagaimana mestinya. Dengan banyaknya peraturan perundangan-undangan yang dimiliki di Indonesia seharusnya semua bidang yang ada di Indonesia bisa teratur dengan hukum sehingga tidak ada lagi hal-hal yang merugikan orang banyak.

Berbagai peraturan sudah disiapkan oleh pemerintah untuk berjaga-jaga apabila ada pihak yang tidak bertanggung jawab seperti public figure dan pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi dan penyuapan, Berikut ini merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kasus korupsi dan penyuapan:

  • Korupsi          

Tindak pidana korupsi ini dibahas di dalam UU Republik Indonesia Nomor 31 Tentang Tindak Pidana Korupsi. UU ini terdiri dari Pasal 1 – Pasal 45 yang kemudian di bagi lagi menjadui beberapa Bab yang dalam pasal ini terdiri dari tujuh bab. Di dalam UU ini juga dijelaskan mengenai hukuman apa yang pas untuk pelaku korupsi. Sanksi yang akan di dapat berbeda-beda tergantung pada tujuan si koruptor. Namun sebagai contoh, penulis akan menuliskan salah satu sanksi misalnya sanksi yang ada di Pasal 5 yang berisi sanksi penjara paling singkat selama 1 tahun dan paling lama 5 tahun atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,00.- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.250.000.000,00.- (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Jadi seperti itu merupakan contoh sanksi yang akan dijatuhkan kepada pihak tindak pidana korupsi. Untuk proses pemberian sanksinya disesuaikan pada tujuan yang diniatkan oleh si pelakunya.

  • Penyuapan      

UU Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Pasal 1- Pasal 6 yang menjelaskan tentang tindak pidana suap. Di sana tepatnuya pada pasal 3 dijelaskan mengenai hukuman yang akan didapat oleh pihak yang melakukan tindak pidana suap. Isi dari pasal 3 ini adalah “Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak banyaknya Rp.15.000.000,00.- (lima belas juta rupiah).

            Jika dilihat dari sanksinya terlihat cukup membuat jera, hukuman penjara juga terlihat sangat menyiksa, begitu juga dengan denda yang diberikan cukup menguras isi dompet. Namun karena ego manusia terlalu merasuki diri para pejabat maupun para public figure sekaligus pejabat, jadi mereka tidak mengindahkan ancaman hukuman yang sudah disampaikan tadi. Seolah tidak ada penghalang, mereka tetap saja melancarkan aksinya dan terus menerus menguntungkan dirinya sendiri dan memperkaya dirinya sendiri.

            Sanksi lainnya juga dibutuhkan untuk membuat para koruptor yang berasal dari berbagai kalangan ini jera, misalnya saja dengan memberikan sanksi sosial dari masyarakat yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini bukan berarti penulis memberikan dukungan terhadap pembullyan ataupun tindakan untuk merendahkan orang lain, namun biasanya dengan adanya sanksi sosial para pihak yang terbiasa melakukan korupsi maupun suap akan merasa malu dan “terserang mentalnya” atau dalam bahasa kekinian disebut “kena mental”. 

Dengan adanya sanksi sosial ini pasti pihak pejabat maupun public figure yang menjadi pejabat akan merasa malu, dan tidak akan berani mengulanginya lagi. Hal itu lebih baik daripada melihat mereka yang bersalah muncul di layar televisi sambil tersenyum tanpa rasa bersalah. Akan sangat disayangkan apabila pihak media baik media televisi ataupun media cetak meliput si pihak penyuap dan pihak koruptor, karena nantinya akan memberikan ruang untuknya dan menjadikan dirinya makin terkenal lagi. Hal itu juga seharusnya tidak dilakukan mengingat korupsi dan suap sudah seperti aib yang alangkah baiknya ditutup rapat-rapat bukannya malah disebarluaskan melalui berbagai media.

            Dampak dari korupsi dan suap oleh pejabat dan public figure adalah uang rakyat terus berkurang maka akan menyebabkan dampak yang sangat besar bagi keuangan negara. Uang negara pasti akan masuk ke dalam kantong orang yang salah, dari situlah pasti ada kesenjangan sosial yang makin merajalela dimana yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Penulis sendiri berpikir bahwa hal ini akan menimbulkan masalah yang makin besar bagi negara, karena secara logika negara akan kesulitan menghadapi kemiskinan dan tidak bisa memberikan bantuan yang terbaik pada rakyatnya karena uang yang seharusnya diberikan pada orang tidak punya (miskin/kurang mampu)  tadi diambil oleh koruptor.

            Korupsi dan penyuapan yang ada ini makin berkembang pesat, bahkan korupsi juga biasa terjadi di lingkungan yang bahkan bukan termasuk lingkungan pemerintahan lagi. Misalnya saja di lingkungan sekolah, kepala sekolah di sekolah tersebut mengambil separuh dana bantuan sekolah dari pemerintah. Sedangkan untuk contoh kasus suap misalnya ada di lingkungan pendidikan, yang paling sering ditemukan adalah masuknya seorang siswa melalui “jalur belakang” yang secara otomatis jalur itu merupakan jalur yang mengandalkan uang (suap). Kedua  contoh tersebut merupakan contoh yang paling banyak ditemukan, Apabila tidak segera diatasi maka akan semakin merajalela sampai kapanpun dan akan terus menerus merugikan negara. 

Untuk mencegah kerugian yang akan terjadi maka harus langkah preventif yang harus dilakukan sejak dini, misalnya dengan memberikan penyuluhan kepada generasi muda maupun pejabat-pejabat negara supaya hal yang sama tidak terulang lagi. Atau pemerintah juga bisa melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap kekayaan para pejabatnya. Tujuannya sama yakni untuk mengurangi tindakan korupsi dan penyuapan demi terciptanya negara Indonesia yang lebih baik lagi.

Jika masih ada saja kasus korupsi ataupun penyuapan padahal sudah dilakukan berbagai upaya pencegahan maka hal itu sudah tidak bisa diatasi lagi, semuanya kembali kepada niat baik si pejabat tadi, apabila ia ikhlas dalam mengemban tugasnya dan ia memiliki niat yang baik dalam membawa bangsa ini ke jalan yang lebih baik maka pasti ia tidak akan melakukan kesalahan seperti yang telah dibahas tadi. Penulis mengharapkan semoga negara yang kaya raya ini mendapatkan pejabat ataupun pemimpin yang bisa paham akan hukum dan memiliki niat yang baik ketika menjalankan tugasnya. Karena sebenarnya yang dibutuhkan Indonesia adalah orang yang jujur, supaya bisa memberikan dampak yang positif bagi perkembangan bangsa dan negara.

Tulisan ini merupakan pendapat dari penulis, mohon maaf apabila ada kesalahan kata ataupun kesalahan dalam menyampaikan opini. Penulis membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca supaya penulis bisa lebih baik lagi dalam menuliskan karya-karya selanjutnya. Sekali lagi penulis sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dalam menyampaikan opini karena penulis sendiri adalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih bagi para pembaca yang bersedia membaca artikel ini dari awal sampai akhir. Mohon maaf dan terima kasih.

Daftar Pustaka :

https://www.dpr.go.id/jdih/index/id/432

https://peraturan.bpk.go.id

https://jagokata.com/arti-kata/pejabat.html

https://lektur.id/arti-figur-publik/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun