Â
Jelang Magrib, Rabu sore (8/9), Trans 7 Jakarta, melalui Dheanda, host-nya, mengontak saya. Mereka meminta saya untuk menjelaskan tentang Ular Tangkalaluk dan Ular Nabau. Keterangan ini akan digunakan sebagai bagian dari sajian acara Misteri Dunia di Trans 7, yang biasa ditayangkan setiap malam, pukul 20.00 WIB atau 21.00 WITA. Wawancara dilakukan melalui Zoom selama 28:50 sejak pukul 20.30.
Cerita tentang Ular Tangkalaluk dan Ular Nabau memang bukan cerita baru. Kisah ini sudah sejak lama berkembang di masyarakat Borneo - Kalimantan tempo dulu, khususnya masyarakat Dayak. Namun kedua ular itu, berbeda dalam sejarah penceritaannya. Ular Tangkalaluk lebih kepada mitos. Sementara, Ular Nabau adalah sebuah legenda.
Penyebutan Ular 'Tangkalaluk' dalam bahasa setempat diartikan sebagai Phyton Raja, ular rimba belantara Dayak. Ada anggapan bahwa ular tersebut adalah sosok astral yang tak kasat mata, dan kerap diceritakan secara lisan oleh Suku Dayak setempat. Namun, cerita dari mulut ke mulut itu berkembang menjadi sosok ular yang nyata, atau terlihat oleh mata.
Sosok ular ini mulai mencuat lagi ketika akun Instagram Garda Satwa Foundation memuat foto foto ular yang terbakar akibat amukan api yang melahap hutan. Dalam foto itu, ada ular yang sangat besar dengan leher yang terikat tali rafia. Ular itu terlihat hangus meskipun masih utuh. Yang menarik ukuran ular itu sangat besar.
Muncul juga cerita bahwa ular tersebut bisa menyamarkan suaranya hingga terdengar seperti suara rusa,orang utan atau suara burung untuk menarik perhatian mangsanya. Adapun makanan favorit Tangkalaluk adalah babi hutan, harimau dahan, dan hewan besar lainnya. Benar atau tidaknya adanya ular Tangkalaluk, menurut saya, masih menjadi mitos.
Sebutan Ular Nabau berasal dari Legenda Batu Nabau. Sebuah batu yang berbentuk ular. Lokasinya di daerah Engkilili, Serawak, Malaysia. Batu Nabau berbentuk silindris dengan panjang sekitar 9 meter dan diameter 2 m. Pada salah satu bagian ujungnya terlihat seperti kepala ular dan di ujung yang lain ditutupi semak-semak belukar.
Tempat Batu Nabau ini menjadi destinasi wisata. Pengunjung yang ingin melihat langsung Batu Nabau yang melegenda tersebut, biasanya singgah ke sebuah pemukiman Iban yang terdekat dengan lokasi batu ular itu. Pemukiman itu disebut rumah Bukong Atah. rumah panjang Iban dengan 14 pintu yang jaraknya hanya 50 meter saja dari batu tersebut. Batu Nabau sering disebut dengan Batu Lintang oleh para penghuni rumah panjang.
Dalam legenda cerita rakyat Iban Borneo Malaysia, Nabau merupakan seekor ular raksasa yang diameternya menyerupai drum dan panjang lebih dari 100 kaki. Penampakan ular ini di Sungai Balih Kapit hampir mirip dengan Monster Loch Ness yang ada di Skotlandia. Jenis ular ini adalah jenis ular piton dan memiliki kekuatan mistis dalam cerita rakyak Iban. Menurut masyarakat setempat, Nabau ini juga pernah muncul di daerah Stambak Ulu dan Ili di Betong, Serawak.
Jika diperhatikan dengan lebar dan panjang sungai yang diapit oleh hutan rimba, maka ular Nabau itu sangat besar dan panjang karena memenuhi sungai. Perkiraan sekitar 80 -- 100 meter. Bagian kepalanya menyerupai naga dilengkapi tujuh lubang hidung. Ada yang menyebut inilah Anaconda sebenarnya.
Foto penampakan ular Nabau itu menimbulkan pro dan kontra. Ada yang percaya foto itu benar, tetapi juga ada yang menyebut itu foto rekayasa. Namun, foto itu membuat heboh dunia. Apalagi setelah dimuat di Utusan Sarawak, New Strait Times, hingga The Telegraph asal Inggris. Tentu, media media tersebut tidak akan sembaran memuat kalau foto itu dianggap bohong.
Di balik heboh foto itu, legenda ular Nabau memang menjadi sebuah misteri yang diyakini. Apalagi ada seorang pria asal Siam datang berkunjung. Pria itu mengatakan bahwa ia bermimpi usai mengunjungi Batu Nabau bahwa batu Nabau merupakan ular sejati yang harus diberi penghormatan.
Sejak itu mulailah ritual penghormatan dilakukan oleh orang-orang Siam dengan membawa dupa dan lilin pada batu tersebut. Orang-orang Iban terkejut, tetapi kemudian orang Siam mengatakan ibadah dan persembahan yang dilakukan sudah diterima oleh ular yang ada di dalam mimpi tersebut.
Orang-orang Tionghoa juga melakukan ritual dengan melempar koin, telur mentah dan menumpahkan susu ke batu tersebut. Mereka juga melukis batu tersebut dengan garis-garis kuning sehingga bentuknya menyerupai ular. Orang-orang Tionghoa juga membangun tempat peristirahatan di dekat batu tersebut yang dikenal dengan nama Snake Rock.
Demikianlah sekadar penjelasan saya berdasarkan pengetahuan yang saya peroleh dari membaca berbagai sumber dan melihat beberapa video di Youtube. Percaya atau tidak, kembali kepada Anda. Yang pasti cerita tentang kedua ular itu menjadi bagian kehidupan masyarakat Kalimantan dan masyarakat Dayak secara turun temurun.
Hasil wawancara ini, setelah diedit, beberapa bagian telah  ditayangkan pada acara Misteri Dunia di Trans 7, Kamis (9/9) pukul 21.00 Wita (Zf)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI