Kementerian ESDM dan OJK dapat mengintegrasikan indikator Environmental Performance Rating (PROPER) ke dalam Green Taxonomy OJK untuk memastikan keberlanjutan bukan sekadar label, tetapi diukur dari rasio emisi, efisiensi energi, dan realisasi investasi EBT.
Media dan akademisi perlu memainkan peran watchdog untuk mengawasi komunikasi korporasi yang berpotensi menyesatkan publik.
Perlu ada mekanisme public accountability report lintas kementerian (ESDM, KLHK, OJK) agar kebijakan transisi energi memiliki traceability dan transparansi yang lebih kuat.
Dengan demikian, penguatan tata kelola komunikasi keberlanjutan dan regulasi lintas sektor menjadi kunci untuk mencegah praktik greenwashing berulang, sekaligus memastikan transisi energi Indonesia berjalan secara substantif, bukan sekadar retorika pembangunan hijau.
AI DisclaimerÂ
Penulis menyatakan bahwa proses penyusunan artikel ini dilakukan secara mandiri dengan dukungan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) sebagai asisten riset dan penyusun struktur berpikir. Bantuan AI digunakan untuk:
Membantu memahami teori dan jurnal akademik, termasuk Greenwashing Theory (Delmas & Burbano, 2011) dan Symbolic Management Theory (Ashforth & Gibbs, 1990);
Menyusun kerangka penulisan dan klarifikasi konsep agar sesuai dengan konteks penelitian komunikasi lingkungan;
Mendukung proses penyuntingan bahasa, sitasi, dan format APA 7th Edition.
Seluruh analisis kasus, interpretasi data, dan argumentasi konseptual disusun berdasarkan pemahaman pribadi penulis terhadap sumber-sumber akademik dan dokumen resmi (laporan Adaro, OJK, JETP, WALHI, dan Kementerian ESDM). AI tidak digunakan untuk menghasilkan isi artikel secara otomatis, melainkan sebagai alat bantu pembelajaran, klarifikasi, dan verifikasi konseptual agar penulis memahami isu secara mendalam dan menyusunnya secara sistematis.
Penulis bertanggung jawab penuh atas isi, argumen, dan kesimpulan yang disajikan dalam artikel ini.