Mohon tunggu...
Puisi

Mau, Kalau Anaknya Soleh?

20 Februari 2016   23:46 Diperbarui: 21 Februari 2016   00:23 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Ah,... masih anak kecil, nanti kalau besar akan menjadi baik.

Anggapan yang kadang terjadi ketika anak kita nakal atau kekurangan ilmu agama. Dan terkadang hanya menghiburnya dengan berkata “anakku pintar....”

Lebih dari 1434 tahun yang lalu, ketika dunia telah dipenuhi oleh kekufuran, kegelapan, kebodohan, dan kejahilan, maka dari balik pegunungan Batha (Makah) memancarkan nur hidayah yang menembus Timur, Barat, Utara, Selatan, sehingga penjuru dunia disinari dengan hidayah tersebut. Dan hanya dalam waktu kurang lebih 23 tahun, Nabi Muhammad saw. membawa manusia ke puncak kemajuan yang tiada bandingnya dalam catatan sejarah dunia manapun. Dan tidak dapat dipungkiri lagi, dengan cahaya hidayah tersebut, seluruh dunia berada di bawah kekuasaan kaum muslim selama berabad-abad. Sehingga tidak ada kekuasaan yang berani menentang mereka. Kalaupun ada, setiap kekuatan yang menentang akan dihancurkan sampai akar-akarnya.

Namun sayang, semua itu adalah cerita lama. Jika diceritakan terus menerus memang akan menghibur hati. Tanpa ada faedah dan manfaat, selama kehidupan orang-orang terdahulu itu hanya kita simpan dalam kenyataan dan kejadian kita pada saat sekarang ini.

Sejarah kaum muslim pada empat belas abad silam dapat kita ketahui bahwa umat islam adalah penguasa keagungan, keberanian, kewibawaan, kehebatan dan kekuatan. Namun bila kita berbalik pada lembaran sejarah tersebut dan melihat keadaan sekarang, kewibawaan, keberanian, kehebatan, persaudaraan dan kasih sayang menjadi semakin jauh. Sehingga musuh-musuh islam akan sangat gembira dengan kelemahan-kelemahan kita dan terang-terangan dijadikan bahan tawaan. Tidak cukup sampai di situ. Generasi muda kita telah dibuat terlena dengan kecanggihan teknologi yang terus diperbarui. Begitu juga dengan modis busana. Sehingga banyak yang terlalaikan. Sampai-sampai dibuat bingung antara yang seharusnya. (Dianggap gaptek karena tak tahu teknologi. Dianggap jadul bila tak berbusana gaul.) Tapi tak ada sebutan kondang buat yang belum ngaji.

Para tokoh kaum muslim pun telah banyak memikirkan hal ini dan telah mencoba dengan berbagai cara. Tapi semakin diobati semakin parah saja penyakitnya. Sehingga para pemikir agama pun telah jatuh dalam keputus asaan dan kecemasan. Bila sekarang saja sudah buruk, bagaimana yang akan datang...? Maka dari itu, semangat agama pada diri anak kecil harus mulai ditanamkan. Jika para orang tua atau wali benar-benar mendidik anak-anak mereka dengan kasih sayang dan menjauhkan mereka dari kesia-siaan, kemudian memulainya dengan mendidik agama dan mengingatkan mereka dalam urusan agama, maka setiap amalan agama dapat masuk ke dalam hati anak mereka.

Dan ketika akan tumbuh dewasa akan menjadi suatu kebiasaan bagi mereka. Sayang sekali justru sekarang sebaliknya. Ada yang tidak berusaha menjauhkan segala adat kebiasaan buruk. Ketika mengetahui kekurangan pada anak, maka akan menghibur hati. Dan mengatakan pada anak “anakku pinter....” dan berasumsi bahwa anak masih kecil. Dan nanti pada waktu besar akan menjadi orang baik.

Padahal, karena anak selalu berbuat keburukan dan dibiasakan sejak kecil maka pada waktu dewasa keburukan itu akan tertanam kuat menjadi kebiasaan. Apalagi ditambah dengan pergaulan yang semakin meraja lela bebasnya. Ibarat menanam bibit rumput lalu berharap akan tumbuh padi. Dan itu mustahil. Justru sekarang, yang sering kita ketahui memberi kesia-siaan pada anak dengan memberikan kisah-kisah bohong dan khayalan pada mereka mejadi sudah umum. Sehingga kesia-siaan tertanam pada otak mereka dan merusak hati mereka. Bagaimana kalau kita pilihkan cerita solihin dan kita sampaikan kepada mereka untuk menggantikan cerita Harry Potter, Si Kacil Mencuri Timun dll, dengan kebesaran Allah, takut kepada Allah. Maka hal itu akan bermanfaat bagi mereka, baik di dunia atau akhirat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun