Jema menepuk bahu Carmen dengan penuh kehangatan, senyum kecil tersungging di bibirnya. "Gimana kalau kita cari bareng? Karyaku sudah selesai, jadi aku bisa bantu." Carmen mengangguk pelan, wajahnya tampak lega dan sedikit tersipu. "Maaf ya, aku tadi langsung menuduh tanpa bukti." Jema menjawab dengan lembut, "Santai saja, kita semua bisa salah kok." Dengan semangat yang menggebu, Jema mengangkat tangan memberi isyarat, lalu mereka berdua bergerak bersama mencari pelaku yang mengambil cutter milik Carmen dengan tekad yang makin kuat.
Jema dan Carmen mulai menyusuri kelas dengan seksama. Jema berjalan pelan di antara deretan meja, menoleh ke bawah sambil mengamati lantai dan sela-sela kursi. Carmen membuka laci meja satu per satu, mencari dengan teliti sambil tetap waspada agar tidak mengganggu teman-teman yang sedang belajar. Sesekali mereka bertanya pada beberapa teman di dekatnya, "Eh, kamu lihat cutter nggak tadi?" Suasana kelas tetap tenang tapi penuh perhatian.
Di sudut belakang kelas, Jema melihat benda kecil berwarna cerah terselip di bawah tumpukan buku. "Carmen, lihat di sini!" seru Jema penuh harap. Mereka segera merunduk dan mengambil cutter itu. Senyum lega merekah dari wajah Carmen. "Akhirnya ketemu juga," ucapnya bahagia. Mereka berdua saling tatap dan mengangguk, merasa puas dengan pencarian yang berhasil.
"Tapi ini baru cutter yang pertama, masih ada dua lagi," kata Carmen sambil menghela napas kecil. "Yaah," sahut Jema dengan nada kecewa.
Akhirnya, mereka melanjutkan pencarian dengan lebih teliti. Kembali mereka membelah ruangan, membuka lemari kecil, dan memeriksa setiap sudut meja. Setelah beberapa saat, Jema berseru, "Carmen, aku nemu satu lagi di balik tumpukan buku ini!" Carmen tersenyum senang, "Wah, sudah dapat dua, tinggal satu lagi nih."
Mereka kembali mencari dengan semangat yang tak berkurang. Saat menyusuri teras kelas, tiga anak laki-laki yang duduk santai menarik perhatian mereka. Mata Jema dan Carmen tertuju pada benda runcing nan mengkilat yang dipegang salah satu dari mereka.
"Eh, kayanya itu punyaku deh," gumam Carmen.
Tanpa ragu, Carmen menghampiri mereka bertiga. "Heh," ucapnya dengan nada sedikit menyinggung, "Ada yang merasa mengambil barang orang tanpa izin, ga?"
Anak laki-laki yang memegang benda mengkilat itu menoleh, matanya berkilat menantang. "Kenapa? Mau rebutan?" sahutnya dengan nada sinis. Teman-temannya ikut menatap tajam ke arah Carmen dan Jema.
Jema melangkah maju, suaranya tenang tapi tegas, "Ini bukan soal rebutan. Itu barang milik temannya, dan kami cuma ingin tahu kenapa ada di tangan kalian."
Carmen menatap satu per satu, "Kalau memang kalian yang mengambil, kembalikan sekarang juga. Jangan sampai kejadian ini berlanjut jadi masalah yang tidak enak."