Mohon tunggu...
zivana faras sahira
zivana faras sahira Mohon Tunggu... siswi

Hai.Udah gitu aja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Kreativitas Carmen: Dari Inspirasi Hingga Karya Hidup

27 September 2025   20:29 Diperbarui: 27 September 2025   20:29 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jejak Kreativitas Carmen: Dari Inspirasi Hingga Karya Hidup

Pagi itu, udara segar menyelimuti kelas saat jam pelajaran ketiga dimulai. Suara riuh pelajar mulai mereda ketika Bu Ani membuka pelajaran prakarya dengan senyum hangat. "Hari ini kita akan belajar tentang kerajinan dari bahan anorganik," katanya menarik perhatian semua siswa. Di antara mereka, Carmen duduk dengan mata berbinar, membayangkan karya indah apa yang akan dia ciptakan dan berusaha mencari inspirasi agar karyanya bisa menjadi yang terbaik. Namun, di dalam hatinya, Carmen masih bingung, kira-kira kerajinan seperti apa yang pantas untuk dia buat kali ini.

Sepulang sekolah, Carmen menikmati langkahnya yang ringan sambil menyeruput es cokelat yang dingin segar di tangan kirinya. Saat melintasi jalan desa, pandangannya tertuju pada ayahnya yang tengah tekun bekerja di rumah Pak Mamat, perajin kayu ternama yang selalu membuat karya menakjubkan. Tanpa ragu, Carmen berlari kecil mendekat, menyapa ayahnya dengan hangat, dan bersalaman ramah dengan Pak Mamat, yang selalu menyambutnya seperti anggota keluarga sendiri.

Carmen mengelilingi ruangan dengan mata penuh rasa ingin tahu. Di sana, berjejer beragam kerajinan kayu yang cantik dan mengundang decak kagum. Di antara semuanya, matanya tertarik pada sejumlah mainan kayu yang tampak begitu menggemaskan. Dengan hati-hati, Carmen melangkah mendekat pada deretan mainan itu.

Perhatiannya langsung tertuju pada sebuah karya yang sangat istimewa: seekor tikus kecil yang lucu sedang memegang sepotong keju di atas punggungnya. Saat Carmen mencoba melihat dari rak paling atas, Pak Mamat sigap membantu menurunkan mainan itu dengan senyum hangat, memberikan kesempatan pada Carmen untuk mengaguminya lebih dekat.

Pak Mamat tersenyum lebar sambil memegang gagang pemutar mainan tikus kecil itu. Tikus itu mulai berputar dan naik turun dengan gerakan yang sangat menggemaskan, membuat Carmen tak bisa berhenti mengaguminya. Setelah memutar mainan itu beberapa saat, Pak Mamat menyerahkannya kepada Carmen agar ia bisa mencoba sendiri.

Carmen memutar mainan dengan penuh semangat, wajahnya tampak puas dan bahagia. Namun, ketika Carmen hendak mengembalikan mainan itu, ayahnya memberi isyarat halus, seolah ingin membelinya untuk Carmen. Melihat tanda itu, Carmen memperhatikan dengan seksama bagaimana ayahnya menyerahkan sejumlah uang kepada Pak Mamat, tapi dengan senyum ramah, Pak Mamat menolak menerima uang tersebut.

Saat itu, mainan kayu itu bukan sekadar benda, melainkan lambang kasih dan penghargaan dari seorang perajin bagi seorang anak yang penuh antusiasme. Carmen merasa sangat bahagia, bukan hanya karena mendapatkan mainan, tapi juga karena merasa dihargai dan didukung untuk terus berkarya.

Sesampainya di rumah, Carmen dengan penuh semangat membawa mainan itu masuk ke kamarnya. Ibunya yang melihat hanya bertukar pandang penuh tanda tanya dengan ayahnya, sementara sang ayah mengangkat bahu, seolah tak tahu apa yang sedang terjadi.

Saat menatap mainan itu dengan seksama, sebuah ide cemerlang tiba-tiba muncul di benaknya---membuat replika mainan tersebut. Namun, kegelisahan melanda saat ia bingung harus menggunakan bahan apa. Dengan energi yang menggebu, Carmen keluar kamar dan memanggil orang tuanya dengan suara lantang. Ayah dan ibunya saling melirik, kemudian memberi isyarat agar suara Carmen dikecilkan.

Penuh harap, ia bertanya apakah di gudang masih ada barang bekas yang tak terpakai. Tanpa menunggu lama, Carmen segera menuju gudang. Ia mengamati tumpukan kardus, tapi itu bukan yang ia cari. Koran bekas pun tak membuahkan hasil. Sekeping seng membuatnya terhenti sejenak, namun keraguan langsung muncul. "Untuk apa ini?" pikirnya sambil menyisir isi gudang dengan penuh rasa penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun