Mohon tunggu...
Zidan Al Fadlu
Zidan Al Fadlu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia biasa saja

Seorang mahasiswa sosiologi yang tiap hari kerjaannya nyari warung kopi dan tidak jarang juga patah hati.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelisik Pergerakan dan Kepedulian Mahasiswa

21 Maret 2021   15:15 Diperbarui: 21 Maret 2021   15:27 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kata pergerakan selalu diidentifikasikan dengan sebuah tindakan yang dilakukan oleh sekelompok muda-mudi yang di dalam dirinya sedang tumbuh semangat idealisme. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Idealisme sendiri adalah sebuah cita-cita yang tinggi akan sebuah hal atau berusaha hidup menurut cita-cita menurut patokan yang dianggap sempurna. 

Idealisme sering dikaitkan dengan kepribadian muda-mudi yang hidup di lingkup Universitas atau orang biasa mengenal dengan sebutan Mahasiswa. Idealisme menjadi modal awal dan kekayaan mutlak yang dimiliki oleh pemuda seperti yang pernah dikatakan oleh Tan Malaka "Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda". Yang menurut hemat saya idealisme ini memang dapat menjadi modal awaluntuk muda-mudi khususnya mahasiswa dalam mempertahankan cita-citanya untuk selalu sadar dan mengerti tentang apa yang dialami bangsa dan negaranya. 

Di samping itu mahasiswa juga diharapkan dapat berperan sebagi "Iron Stock" atau mahasiswa dapat menjadi manusia-manusia yang tangguh yang memiliki kemampuan dan memiliki akhlakul karimah yang kelak bisa menjadi generasipenerus bangsa ini. Selanjutnya mahasiswa juga diharapkan dapat menjadi"Guardian of Value" yang artinya mahasiswa harus mampu menjadi penjaga nilai-nilai yang ada di tengah masyarakat. Dan terakhir mahasiswa dapat diharapkansebagai "Agen of Change" mahasiswa sebagai pelopor dari perubahan. (Jusman, 2017). Oleh karena itu mahasiswa harus peka terhadap kondisi sosio-politik yang terjadi di bangsa ini, mahasiswa juga harus melek terhadap ketidak-adilan dan bersikap kritis serta lantang dalam menyuarakan keadilan.

Jika kita melihat sejarah sosial-politik bangsa ini, mulai dari zaman Orde Lama sampai rezim Suharto atau Orde Baru bahkan sampai saat ini di era Reformasi mahasiswa selalu berperan aktif dalam usaha mewujudkan demokrasi yang bersih dan jujur. Sejarah mencatat, kajatuhan Orde Lama dimulai dari demonstrasi mahasiswa melalui tuntutan Tritura pada 1966. 

Unjuk rasa atau demonstrasi yang terjadi pada tanggal 10-13 Januari 1966 di Jakarta saat itu terjadi karena polemik pelik tidak lama setelah pergolakan Gerakan 30 September (G30S PKI) 1965. Kepemerintahan rezim Sukarno saat itu dianggap gagal dalam menjalankan pemerintahan. Gerakan mahasiswa saat itu bersatu melancarkan protes yang di sebut sebagai Tiga Tuntutan Rakyat atau Tritura. (Hadi, 2020)

Tidak berbeda jauh seperti yang terjadi pada saat rezim Suharto atau masa Orde Baru, di mana saat itu mahasiswa kembali bergerak dalam usaha menumbangkan pemerintahan Suharto yang dianggap otoriter. Gerakan mahasiswa Indonesia tahun 1998 ini mendapatkan momentumnya pada saat terjadi krisis moneter pada pertengahan 1997 dan kembali mahasiswa berhasil menjatuhkan rezim tersebut. Yang membuahkan Indonesia berhasil beralih dari masa Orba menuju era Reformasi.

Namun, bukan berarti setelah Orde Lama dan Orde Baru runtuh gerakan mahasiswa berhenti. Justru pergerakan mahasiswa semakin masif di era reformasi saat ini. Sepanjang era reformasi justru lebih banyak terjadi demonstrasi-demonstrasi yang mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Sampai yang belum lama terjadi yaitu di akhir 2019, di mana gerakan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi BEM seluruh Indonesia kembali menuntut perihal kebijakan yang dibuat pemerintah yang tertuang dalam RUU KUHP, RUU KPK dan lain sebagainnya.

Bahkan di masa pandemi sepanjang tahun 2020-sekarang, mahasiswa tidak henti-hentinya menyuarakan penegakan keadilan dan demokrasi. Kali ini mahasiswa menuntut pembatalan pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Yang oleh mereka pembahasan tentang RUU ini terbilang sangat cepat dan tertutup atau minim partisipasi rakyat di dalamnya, dan banyak lagi tuntutan-tuntutan lainnya. (Wahid, 2020).

Sebenarnya, gerakan mahasiswa tidak terbatas hanya pada persoalan politik saja. Lebih jauh dari pada itu banyak sekali gerakan-gerakan mahasiswa yang berkecimpung dalam aksi solidaritas sosial yang lebih kompleks. 

Di masa sulit seperti pandemi saat ini, belum lagi dibarengi dengan terjadinya bencana-bencana alam di berbagai pelosok negeri ini. Mahasiswa tidak tinggal diam, banyak dari mereka yang tergabung dalam organisasi-organisasi intra dan ekstra kampus, bergerak dalam usaha membantu setiap orang yang terdampak. Mereka melakukan itu tanpa pamrih, tanpa meminta imbalan apapun. Semua itu mereka lakukan atas dasar memegang teguh prinsip kemanusiaan dan upaya memeberikan panasea terhadap ketidak-adilan sosial.

Gerakan-gerakan mereka beraneka-ragam, mulai dari membuka donasi, membuat dapur-dapur umum, membagi-bagikan nasi bungkus, membantu rekan-rekan mahasiswanya yang sedang terkena musibah dan segala bentuk kegiatan lainnya yang muaranya adalah kemanusiaan. Hal tersebut sering juga disebut sebagai gerakan "Rakyat bantu Rakyat". Padahal kita tahu bahwa sebagian merekapun ikut merasakan dampak dari pandemi dan bencana alam ini kesulitan ekonomi, biaya untuk membayar UKT dan sebagian lainnya harus rela terpapar Covid-19 karena aktivitas yang super sibuk dan juga di luar ruangan. (Prabowo, 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun