Ae-sun lagi-lagi mendapatkan perlakuan tidak adil dari wali kelasnya, saat pemilihan ketua kelas dan wakil ketua kelas, ia memiliki suara unggul dibandingkan dengan temannya Man-ki, dengan selisih 7 poin, namun karena derajat kekayaan Man-ki dan pengaruh orang tuanya, wali kelas Ae-sun memilih untuk menjadikan Man-ki sebagai ketua kelas, alih-alih Ae-sun.
Ae-sun sudah mencoba untuk protes kepada wali kelasnya, tetapi tidak digubris, akhirnya Ibu Ae-sun turun tangan langsung ke sekolah dan menemui wali kelas Ae-sun dengan maksud dapat menjadikan Ae-sun sebagai ketua kelas dan tidak lagi membuat keputusan yang tidak adil yang dapat menyakiti anak kesayangannya dengan beberapa uang suap.
Meninggalnya Ibu Ae-sun
Kesehatan Ibu Ae-sun makin lama makin menurun, pernapasannya makin buruk akibat perilaku merokok sebelumnya dan seringnya menyelam di laut, hingga suatu malam, Ibu Ae-sun menyempatkan untuk memberi ucapan perpisahan kepada Ae-sun. Ibu Ae-sun memasakkan kerang kesukaan Ae-sun dan berpesan untuk segera meninggalkan Jeju dan teruslah melanjutkan hidupnya dengan kuat dan tidak mudah gentar untuk mencapai mimpinya.
Tepat di usia 10 tahun, Ae-sun menjadi anak yatim piatu. Saat ini ia hidup bersama ayah tirinya dan dua orang adik tirinya, Sun-nam dan Sun-Bong. Ae-sun yang pintar mencoba bercocok tanam berupa sayur kubis bersama ayah tirinya untuk dapat melanjutkan hidup dan terus bersekolah. Tidak hanya itu, Ae-sun juga menjual kubis di pasar dekat lapak ikan milik Gwan-sik, yang membuat mereka terus bersama.
Gwan-sik dan Ae-sun mulai tumbuh dewasa, mereka saling menyukai satu dengan lainnya, namun lagi-lagi Ae-sun cukup gengsi untuk mengatakan bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama kepada Gwan-sik. Hingga tepat diladang bunga Kanola Jeju yang saat itu mekar sempurna, Gwan-sik menyatakan cinta kepada Ae-sun.
Cerita Minggat Ae-sun dan Gwan-sik
Tepat di hari yang sama, saat Gwan-sik menyatakan cinta kepada Ae-sun, ia memergoki ayah tirinya bersama perempuan lain dan segera menikah. Ibu tiri Ae-sun saat ini menguasai rumah mendiang ibu Ae-sun dan secara tidak langsung memnita Ae-sun untuk pergi meninggalkan rumahnya.
Hanya Gwan-sik lah yang menjadi satu-satunya tempat bergantung untuk Ae-sun, disaat ia tidak memiliki tujuan dan tempat hangat yang menyambutnya. Hingga suatu hari, Ae-sun dan Gwan-sik memutuskan untuk bersama-sama minggat dan memulai hidup baru dengan pergi ke busan, yang bermodalkan perhiasan curian dari masing-masing keluarga. Â
Saat berada di kapal maupun setibanya di Busan, Gwan-sik dan Ae-sun berpura-pura menjadi suami istri agar tidak disangka masih pelajar dan bisa lepas dari pandangan aneh orang-orang terhadap mereka. Kabar minggatnya Gwan-sik dan Ae-sun sontak membuat seluruh Jeju panik, terutama ibu Gwan-sik, yang akhirnya memutuskan untuk menyusul mereka ke Busan.
Tak disangka mereka akan mendapatkan banyak kesialan di Busan, perhiasan yang mereka pikir bisa ditukarkan dengan uang, nyatanya tidak banyak membantu, hingga mereka kelelahan dan memutuskan untuk menginap di salah satu kamar, tak disangka juga bahwa tas mereka yang berisi pakaian dan perhiasan lenyap dalam semalam yang dicuri oleh pemilik penginapan. Tidak terima tas mereka dicuri, mereka mencari cara untuk mendapatkan tas mereka kembali dengan menyelinap masuk dan mengendap-endap.
Tidak mendapatkan tas mereka kembali, mereka malah tertangkap basah masuk ke kamar pemilik penginapan, yang membuat mereka dilaporkan dan dibawah ke kantor polisi, beruntung Ibu Gwan-sik datang dengan cepat yang membebaskan keduanya dan membawa mereka pulang kembali ke Jeju.
Kembalinya Ae-sun dan Gwan-sik Ke Jeju
Sekembalinya keduanya ke Jeju, mereka dimarahi habis-habisan oleh keluarga masing-masing, Gwan-sik diskors dari sekolah sedangkan Ae-sun dikeluarkan dari sekolah karena dianggap aib yang memalukan.