Media sosial hari ini ibarat dua sisi mata uang — satu sisi menghubungkan, sisi lain bisa memecah.
Kita bisa tertawa bersama lewat video lucu, tapi satu scroll berikutnya langsung panas debat soal politik, agama, atau gaya hidup. Aneh, ya? Tempat yang katanya “menghubungkan” malah bisa jadi sumber “pecah belah”.
Lalu... Kok bisa begitu? bagaimana ini bisa terjadi?
Yuk, kita telusuri dari berbagai sisi: sosial, budaya, ekonomi, hukum, dan etika.
1. Sosial: Koneksi yang Terlalu Dekat Bisa Menyakitkan
Media sosial memang membuat jarak terasa lenyap. Kita bisa terhubung dengan keluarga jauh, ikut aksi sosial, atau menyebarkan kabar baik dalam hitungan detik.
Namun, di balik koneksi itu ada jebakan algoritma. Kita hanya disuguhi hal-hal yang kita sukai, mendengar yang ingin kita dengar. Lama-lama, terciptalah “gelembung opini” — dunia terasa sempit, dan siapa pun yang berbeda pendapat dianggap “musuh”.
Koneksi memang dekat, tetapi empati justru menjauh.
2. Budaya: Tradisi Lama, Gaya Baru
Media sosial membuat budaya lokal melesat dikenal dunia.
Kita lihat betapa viralnya tarian daerah, kuliner unik, atau bahasa gaul khas Indonesia yang mendunia. Tapi di balik euforia itu, muncul budaya instan — semua harus cepat, lucu, dan gampang viral. Nilai-nilai seperti sopan santun, refleksi, dan empati kadang tergeser oleh komentar tajam dan sindiran sarkas. Seolah “engagement” lebih penting daripada makna.