Mohon tunggu...
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang bertumbuh

Berjejak, tak berjasad

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hari-hari Menjelang Perpisahan, Nonton "Motor Trail" Gratis

21 Januari 2018   16:56 Diperbarui: 21 Januari 2018   18:42 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika merasa butuh pohon, awan datang melindungi dari jauh. Ah, romantis sekali, awan.
Ketika merasa butuh pohon, awan datang melindungi dari jauh. Ah, romantis sekali, awan.
Saat briefing, ternyata ada 6-7 motor trail yang naik ke bukit terjal. Sontak seangkatan langsung berhenti sejenak dan menonton mereka naik ke atas bukit yang agak terjal. Setiap kali mereka naik, kami berteriak-teriak menyoraki dan bertepuk tangan.

Kami melanjutkan briefing sambil mencuri-curi pandang pada aksi mereka, sekaligus berusaha tidak memedulikan mereka yang sibuk beraksi. Kukira mereka akan turun lewat jalan berputar. Ternyata, mereka turun di situ juga. Menurut penglihatanku yang mengimajinasikan bagaimana motor turun dari puncak bukit, itu akan terguling. Tapi ternyata tidak. WAH! Aku ikut teman-teman yang berteriak kagum dan bertepuk tangan. KAPAN LAGI SIH NONTON AKSI MOTOR TRAIL LANGSUNG DAN GRATIS?!

Kabar kurang menyenangkannya datang. Ternyata untuk sampai di puncak bukit, kami harus mendaki. Dan kenapa aku agak sedih? Karena aku lupa membawa sandal gunung atau sepatu kets. Dari rumah, aku memakai sepatu sandal dengan hak pendek. Tapi tetap saja tidak mungkin dipakai mendaki. Jujur, aku nggak kepikiran bakalan mendaki bukit terjal kayak gini. BUKITNYA LUMAYAN TERJAL!

Berkat kemampuan yang muncul karena adanya paksaan secara alami, akhirnya aku berusaha mendaki dengan sepatu sandal yang sangat nggak cocok dipakai mendaki. Sebenarnya saat mendaki, kami harus memasang ekspresi bahagia. Tapi itu jadi nggak berlaku buatku. Sambil memegang boneka, aku mendaki dengan ekspresi nggak karuan. Saat tinggal sekitar 100 meter menuju puncak bukit, kuputuskan mendaki dengan berlari. B E R L A R I.

Dan itu memakan banyak tenaga. Kenapa lari? Karena aku lelah berjalan mendaki dengan salah alas kaki. Semakin cepat semakin baik. Jadi setelah sampai di puncak bukit, 5 menit duduk meluruskan kaki, kita diminta berdiri lagi sama beberapa teman. Karena ternyata bukan cuma ada motor trail, ada juga mobil-mobil gunung yang sedang latihan akan lewat jalan yang tadi kami daki. WUAH!

Kami memberi jalan. Anehnya, seangkatan berdiri membuat 2 barisan di sepanjang jalan, ruas kanan dan kiri. Sebenarnya aku bingung bagaimana menentukan ruas jalannya, karena nggak ada jalan di situ. Cuma ada rumput gersang dan semak belukar. Tapi nggak apa-apa. Dan setiap ada mobil lewat, teman-teman ada yang berteriak menyoraki, bertepuk tangan, dan iseng berteriak pada pengendara mobil gunung : "Om punya air nggak? Kita haus!" dan disambut gelak tawa juga lambaian dari para pengemudi.

Aku merasa aneh. Karena seolah-olah kita berdiri seperti ini kayak menyambut para pemenang lomba. Dengan balon-balon 3 warna yang dipegang oleh beberapa teman di ujung jalan, membuat suasana berubah. Dari lelah sehabis mendaki demi video angkatan, menjadi penyambutan mobil gunung dan motor trail. Oke, lupakan!

Jadi akhirnya kami mulai mengatur formasi. Kami berdiri berjejer sepanjang puncak bukit, perempuan dan laki-laki diselang-seling, perempuan memegang balon, dan kami semua memasang ekspresi sebahagia mungkin karena drone yang terbang akan mengclose-up wajah kami satu per satu. 

Langit memang sedikit mendung sejak mendaki. Ketika drone sudah terbang dan sedang mengambil posisi, rintik hujan turun, dan teman yang memegang kendali atas drone memutuskan menurunkannya karena nggak mau ambil resiko. Tapi kami tidak mengeluh atas turunnya hujan. Kenapa? Karena kami sadar bahwa hujan adalah rahmat Yang Maha Kuasa. Dan kami pun mencintai hujan!

Pegang erat-erat ya balonnya, jangan sampai lepas kayak.... *eh!
Pegang erat-erat ya balonnya, jangan sampai lepas kayak.... *eh!
Jadi rintik-rintik di puncak bukit tak berpohon itu kami nikmati! Aku meletakkan boneka di atas kepala. Tapi setelah itu hujan berhenti. Ah, hujan, kamu kadang datang tanpa kepastian akan tinggal menetap atau numpang lewat sebentar. Jadi digantilah konsepnya.

Kami menuruni bukit sampai ke bagian yang landai sambil dibuat video. Itu dilakukan sekitar kurang dari 50 meter dari puncak bukit, sambil kami berlari menuruni bukit. Kemudian, kami naik lagi sambil meneriakkan nama angkatan. Setelah semua selesai, kami turun lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun