Mohon tunggu...
Zata Al Dzahabi
Zata Al Dzahabi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis, Content Creator, Podcaster

Introvert yang senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Citayam Fashion Week dan Teori Kultivasi

22 Juli 2022   14:31 Diperbarui: 26 Juli 2022   15:11 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image From: Lifestyle - SINDOnews

Televisi yang menggabungkan komponen audio dan visual membuat khalayak lebih mudah menangkap pesan secara lengkap, setiap berita/informasi yang ditampilkan oleh televisi dapat mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Secara teori untuk membuktikan bahwa televise dapat mempengaruhi persepsi khalayak terhadap realitas, para ahli melakukan 4 tahap dalam penelitiannya mengenai Teori Kultivasi yaitu:

  1. Messages system analysis: menganailis isi berita dalam program televise
  2. Formulation of questions about viewers: membuat pertanyaan yang berkaitan dengan realitas sosial khalayak yang menonton televisi.
  3. Survey the audience: menanyakan kepada mereka mengenai apa yang mereka tonton di televisi.
  4. Compare the reality of audience: membandingkan realitas sosial antara peneonton setia televisi dengan mereka yang jarang menonton televisi. Fathul Ulum & Gathut Setiadi, PERANAN TEORI KULTIVASI TERHADAP PERKEMBANGAN KOMUNIKASI MASSA DI  ERA GOBALISASI, Jurnal IAI Sunan Kalijogo Malang, (2019:46-47)

Teori ini lahir ketika terjadi perdebatan antara para ilmuwan komunikasi yang meyakini bahwa efek media massa sangat kuat (powerfull effects model), dengan mereka yang mempercayai keterbatasan efek media (limited effects model).

 Teori Kultivasi ini menegaskan bahwa efek media massa bersifat kumulatif, artinya lebih banyak berdampak pada konteks sosial-budaya dan bukan individu atau personal. Junaidi, Mengenal Teori Kultivasi dalam Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, (2018:49-50). Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi media televisi mulai ditinggalkan, masyarakat kini beralih ke media sosial yang menyediakan lebih banyak menyediakan bergam informasi, bisa diakses dimanapun dan kapanpun selama perangkat terhubung ke internet.

Fenomena Citayam Fashion Week tentunya tidak lepas dari peran media sosial sebagai media komunikasi, sebuah tren yang mungkin awalnya terlihat biasa saja aka diikuti oleh jutaan orang di media sosial. Sama seperti tren-tren lain yang pernah muncul sebelumnya fenomena ini menunjaukan betapa kuatnya pengaruh pesan/informasi di media sosial, sehingga menimbulkan gerakan massa (social movement) yang begitu besar. 

Dalam fenomena ini yang tergerak untuk melakukan (social movement) adalah anak-anak remaja dari berbagai usia, jika diamati secara kasat mata para remaja yang berkumpul di kawasan Taman Sudirman, tepatnya di depan Stasiun KRL Sudirman dan MRT Dukuh Atas BNI ini, meraka melakukan berbagai aktivitas mulai dari membuat konten Tiktok, bermain Skateboard, OOTD, atau hanya sekedar berkumpul bersama teman-temannya.

Menurut Para Tokoh

Melansir dari Tirto.id Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria juga ikut menanggapi fenomena Citayam Fashion Week ini, beliau menyatakan bahwa Jakarta adalah kota yang terbuka bagi semua orang termasuk masyarakat dari Bojong Gede dan Citayam. Politisi berusia 52 tahun itu juga memuji gaya berpakaian para remaja yang kerap berkumpul (nongkrong), di kawasan Jalan Raya Sudirman tersebut. "Enggak ada masalah saya lihat juga di medsos outfitnya, sepatunya keren-keren, produk lokal lagi," ungkap Riza dalam video diunggah di akun Twitter-nya @ArizaPatria (8/7/2022). 

Terkait "Fashion Show" di trotoar yang videonya juga sempat ramai di media sosial beberapa waktu lalu, Wagub DKI itu menyatakan silahkan dengan waktunya "itukan kreasi anak-anak muda kita, videonya juga keren, anak Bojong Gede (dan Citayam) itu saudara kita dan warga lainnya juga, jadi boleh mai di Jakarta," ujarnya.

Sementara itu Sosiolog UGM Derajat Susilo Widhyarto menilai kemunculan Citayam Fashion Week adalah bagian dari pertukaran budaya baru yang dilakukan oleh anak-anak muda dan layak diapresiasi. Melansir dari detik.com beliau menyatakan bahwa salah satu karakter kaum muda adalah pencipta budaya (youth culture), fenomena ini menurutnya memiliki efek kebudayaan dan munculnya para ABG Citayam dan sekitarnya di ruang publik kawasan perkotaan sangat brilian. 

Sebagai lokasi tempat berkumpulnya anak-anak muda sekaligus tempat berekspresi dengan bergaya busana yang baru dan variatif, karena pada dasarnya busana juga merupakan bagian dari kebudayaan yang dibutuhkan seluruh lapisan masyarakat.

"Ruang kota menawarkan tantangan baru yakni kesempatan untuk mendorong pembentukan budaya yang bisa diterima adalah fashion," ungkapnya, anak-anak muda yang melakukan peragaan busana di jalanan Ibukota tersebut umumnya bukan berasal dari Jakarta, melainkan dari daerah-daerah penyangga Ibukota mulai dari Depok, Bogor, Tangerang, hingga Bekasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun