Senin, 25/06 2012
Sekitar pukul 16.20 WIB
Sehari setelah penggusuran, kampung “Vietnam” yang letaknya berdampingan dengan tanah TPU (Tempat Pemakaman Umum) Tegal Alur Jakarta Barat, masih menyisakan kayu, kayu sisa rumah serta batang-batang pohon bekas penanggah dinding rumah-rumah kayu warga “Vietnam”. Serta sedikit kepulan asap sisa “tabunan” sampah yang dinyalakan oleh pihak Pemda yang mengelola penggusuran tersebut.
Sudah hampir lebih dari 13 tahun sejak tahun 99-an, rumah-rumah kayu serta gubuk-gubuk kardus itu mendiami tanah milik Pemda ini sebelum akhirnya sang empunya otoritas datang dengan kendaraan alat berat guna mennggulung perumahan non-permanent mereka. Berkali-kali digusur, tapi warga tak ber-KTP yang kebanyakan berprofesi sebagai pemulung (pemungut sampah) ini datng lagi datang lagi.
Orang-orang sekitar menyebutnya “kampong Vietnam”. Karena memang gambaran yang ada disitu mirip dengan Vietnam zaman dulu yang terkenal kotor (entah mereka tahu darimana kalau Vietnam tempo dulu itu kotor). Kumuh, kotor, semua rumah terbuat dari bilik bamboo dan kardus, taka da yang permanen dari tembok, lokasinya berdekatan dengan pemakaman.
Anak-anak ingusan yang masih bau kencur asyik berkeliaran di luasnya padang rumput dkat pemakaman. Tanpa alas kaki, mereka terus saja mengadahkan kepala mereka ke langit memperhatikan layangang yang sedang bertanding. Pemukiman yang baru saja digusur semakin memperluas gerak-gerik mereka berjelajah ria.
Berkali-kali juga rombongan kambing beserta induknya yang ditemani san pengambala mondar-mandir diarea Vietnam ini setelah mancari makan rumput dipamakaman. Kadang beberapa rombongan ada juga yang berseliweran tanpa si empunya.
Tiba-tiba, “brushshsh!” anak kambing kecil yang belum genap berumur 6 bulan terjebak masuk dalam lubang yang siatasnya masih banyak kayu dan dedaunan seakan mengelabui. Sang indukpun kagut dan terus “mengaung” (embe-embe) tanpa tahu apa yang harus ia lakukan. Oh ternyata lubang itu sumur, sumur kecil berdiameter kurang dari 1 meter bekas pemukiman Vietnam yang masih belum ditimbun.
Si induk makin keras “ngaungan”-nya. Si anak yang tercebur berusaha naik, tapi kaki kecilnya tidak kuat menahan tubuhnya yang terus terperosot kedalam sumur. Melihat ada yang aneh, para “komplotan” cilik “layangers” mendekati lalu mendapati si anak kambing tinggal kepala saja yang terlihat di dasar sumur yang berjarak sekitar 80 cm dari tanah.
Tanpa ambil banyak pikiran, para komplotan itu memasukan batang-batang pohon disekitar sumur guna bisa menjadi pijakan si anak kambing bisa naik keatas tanah. Tapi beberapa batang pohon yang juga kecil itu tidak membantu. Si ang anak kambing terus saja “meraung” lemah meminta pertolongan. Sang induk hanya terdiam disampig sumur mempersilahkan siapa saja yang datang membantu.
“Ada apaan, Tong!?” dari kejauhan, seorang laki tua (45th) pekerja bangunan berdiri diatas bangunannya yang sedang digarap. Ia keheranan dengan apa yang sedang dikerumini oleh para komplotan cilik.
“Anak kambing kecebur, Bang!” teriak salah satu anggota komplotan cilik.