Mohon tunggu...
Ahmad Zarkasih
Ahmad Zarkasih Mohon Tunggu... karyawan swasta -

http://zarkasih20.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fiqih Kuliner dan Label Halal MUI

1 Maret 2014   14:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kalau kita lihat apa yang dijelaskan di atas tentang makanan dalam syariah, memang terjadi semacam kontradiksi antara konsep dasar masing-masing lembaga ini (kita sebut syariah juga sebagai lembaga). Lembaga syariah tidak memakai istilah label halal, tapi yang dipakai itu adalah label haram. Karena memang
semua makanan itu halal.

Sedangkan lembaga LPPOM MUI memakai konsep yang terbalik, mereka memakai konsep label haram, bukan halal. Jadi seakan-akan bahwa semua makanan yang belum mendapat sertifikasi halal dari mui, kehalalan makanan tersebut menjadi diragukan.

Konsep terbalik itu nyata dan tertulis pada beberapa kalimat yang ada dalam konsep dasar LPPOM MUI yang bisa kita lihat di web remi mereka; halalmui dot org, semacam ada blunder kalimat. Mereka menyebutkan:


“Namun perkembangan teknologi telah menciptakan aneka produk olahan yang kehalalannya diragukan. Banyak dari bahan-bahan haram tersebut yang dimanfaatkan sebagai bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada berbagai produk olahan, karena dianggap lebih ekonomis.


Akibatnya kehalalan dan keharaman sebuah produk seringkali tidak jelas karena bercampur aduk dengan bahan yang diragukan kehalalannya. Hal ini menyebabkan berbagai macam produk olahan menjadi syubhat dalam arti meragukan dan tidak jelas status kehalalannya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia menyimpulkan bahwa semua produk olahan pada dasarnya adalah syubhat. Oleh karena itu diperlukan kajian dan penelaahan sebelum menetapkan status halalharamnya suatu produk. Hal ini dilakukan untuk menenteramkan batin umat Islam dalam mengkonsumsi suatu produk.”

Blunder

Nah ada kalimat yang menurut saya ini adalah blunder, LPPOM MUI mengatakan bahwa pada dasarnya semua produk olahan adalah syubhat! Nah, dari maka sumbernya mereka mengatakan bahwa olahan yang tidak punya sertifikasi halal mui itu adalah syubhat? Dari sini nyata terlihat, kalau LPPOM MUI menggunakan konsep terbalik denan apa yang digunakan oleh syariah.

Ingat hadits syubhat? “man waqo’a fi syubuhat, faqod waqo’a fil-haram” (siapa yang jatuh pada syubhat, ia jatuh pada sebuah keharaman). Melakukan sebuah hal yang syubhat memang tidak terlarang, karena syubhat bukanlah sebuah keharaman. Menjadi haram jika perkara syubhat itu dirutinkan setiap hari.

Maka kalau memakai konsep ini, seluruh orang Indonesia setiap hari melakukan perkara syubhat, karena setiap kita pasti memakan makanan olahan yang tidak ada label halalnya dari MUI; warteg, dapur istri kita, dapur ibu kita, gorengan kaki lima, olahan kaki lima, siomay, batagor, soto dan sebagainya.

Di paragraph ini, jelas nyata bahwa LPPOM MUI menganggap bahwa label halal yang diberikan itu adalah legalitas kehalalan, dan selainnya diragukan. Menimbulkan kesan bahwa LPPOM MUI itu lembaga agama yang paten dan bersertifikat Tuhan, yang keputusannya itu punya konsekuensi hukum agama yang kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun