"heh...". Seru zidan sambil memegang ransel belakang Reima, membuat Reima menghentikan langkahnya.
"piye bang?, moh aku nek dikon ngukur panggung gawe penghapus neh hukumane.. moh isin".
"hahahahhah....". tawa zidan hingga gingsul nya terlihat, kapan hari memang menghukum Reima mengukur panggung pakai pensil sebab Reima tidak hadir makesta.
"ngene Rei... ayo rabi wae Rei..". celetuk zidan
"Ayok". Jawab Reima sekenanya, sembari membuka kotak nasi dan mulai memakannya.
"Kapan aku saget sowan pak Bayu Abdillah?".
"Babe teng griyo niki wau,,, monggo". Jawab Reima, menghientikan makannya.
"Sip... mangke tak kon liburne hikam e bapakku,, sowan rono".
"yo ojo gusss....". ucap Reima, sambil memanggilnya gus, sebab yang tau identitas putra kyainya hanya Reima. Maka dari itu Reima manut wae dikasih hukuman-hukuman konyol, asal setiap Reima tanya perihal doktrinasi agama dan ilmu-ilmu kepesantrenan gus zee selalu menjawabnya dan tak segan mengarahkan dan memberikan guru les privat terbaik dipondok pamannya didaerah tersebut.
"hahahhahahhahh... dasar bocah iki". Jawab bang zee dengan tawa khasnya, Reima memang kenal dengan bang zee sejak awal Reima ikut IPPNU saat Makesta dan zee sebagai salah satu panitia pendaftaran. Awalnya ketika Reima ingin memberikan formulir pendaftaran dikampus yang kini sebagai kampus Reima, saat itu Reima tengah menunggu diparkiran dan seorang ibu yang tidak lain Nyai Ali as'ad ibu Zidan Arju Robbina mendekati Reima dan berbincang dengan asyiknya, sampai beberapa detik kemudian bu nyai as'ad pingsan tak sadarkan diri.
"edisi hari ini libur ya gus hukumannya.....".