Mohon tunggu...
sahna FQ
sahna FQ Mohon Tunggu... Petani - Aku

aku dan kamu adalah manifestasi dari rasa, cinta, dan kekayaan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Srikhandi (Sira Khanaya Andhini)

11 Februari 2019   11:20 Diperbarui: 11 Februari 2019   11:30 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Seorang perempuan muda Berlari dengan buru-buru membawa diktat yang belum rampung menjadi satu kelompok jilidan. Beberapa kali ia benahi hijab besarnya yang berpadu dengan kulit sawo matangnya, "cukup manis" kata beberapa orang yang sering bertemu gadis itu. Langkah kakinya berhenti diruangan bercat biru berlambang matahari yang memancarkan duabelas sinar yang mengarah ke segala penjuru dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab disertai nama lembaga "AISYAHKU" dengan nafas turun naik sambil menahan kegerahan sebab hijab besarnya.

1 jam kemudian ia keluar usai ber-orasi tentang nyai Ahmad Dahlan, ia diantar oleh beberapa ibu-ibu berhijab syar'I warna warni yang sedap dipandang.

"ning Reima, sukron katsiron fii waqtiha". Ucap ibu-ibu sembari menyalimi perempuan didepannya bebarengan dengan amplop digenggamannya.

"'afwan bun Ami, jangan panggil ninglah bukan ning lho saya". Jawab perempuan berkulit sawo matang bernama Reima.

"hehehe". Jawab si ibu terkekeh, yang diketahui bernama Sulami. "wong putrinya tokoh NU kon ngisi AISYAH an kok iso, kan lucu".

"wahahah mpun bun, dalem pamit rumiyin badhe MAKESTA riyin, Assalamu'alaikum bun, tetap jadi rahasia kita nggih". Kata Gadis muda bernama Reima tersebut sambil berjalan cepat menuju parkiran.

"Wa'alaikumussalam". Jawab bunda sulami sambil bergeleng-geleng heran dengan kelincahan Reima, padahal gadis didepannya sudah menghilang dari pandangannya.

Dia lah Srikandhi, Sira Reima Andini perempuan keturunan Sunda dan Jawa.  Dengan  wajah oval berkulit sawo matang ala perempuan jawa nan manis dan hidung mancung dengan keayu an asli gadis sunda membuatnya mempesona. Kakinya yang jenjang dan badan langsingnya  bak srikhandi nan gagah dalam cerita pewayangan, sesuai singkatan namanya yang ia buat sendiri. Srikandhi yang satu ini bukan titisan dewi amba yang memiliki misi membunuh bima dengan panahnya dalam pertempuran di Kurukshetra. Srikandhi yang satu ini merupakan putri ibu Umami Az Zahra dan bapak Bayu Abdullah Hanan salah satu tokoh NU yang cukup dikenal dikota Jawa Timur bagian paling Timur. Sedangkan ibunya ketua fatayat cabang yang terkenal keistiqamahannya dalam berbagai kegiatan ke NU an.

"dimana? Udah sambutan nih". Kata suara tanpa rupa diseberang.

"otw ini,,,, 1 menit nyampek tenang bang". Jawab reima sambil mematikan telpon dan mulai menyetir motornya.

 

Siapa datang menantangmu

Kan binasa dibawah dulimu

Begitulah akhir lagu kebanggaan Islam Nusantara dinyanyikan dengan birama yang dipimpin gerakan tangan Reima.

"darimana? Sudah tak bilang to. Datang jam 7 buat jadi pengatur roda acara, lah ini jam 9 baru dateng."omel laki-laki gondrong dengan kumis tipis dan satu lesung pipi dibagian kanan yang mempesona bila diinginkan cekungnya.

"hehehe... anu bang, wau diktatnya dicek gus Widda agak lama.  Nunggu beliau dhuha nan". Jawab Reima sembari mlengos kanan kiri.

"entut.... Ra mungkin.." Timpal laki-laki berlesung pipi tadi.

"lhoh estu lho bang Zee... kata asdosnya tasik medal shalat tadi... ".

"geg akhir e kamu dijak ngobrol ngalor ngidul ngono?".

"lha leres".

"trus dia ngobrol sama kamu... geg gus widda mboten rawuh-rawuh"

"leres neh e.."

"bahas 'ariyah dan lain-lainnya"

"lho betul e".

"trus baper".

"leeres.... Eh mboten tooo".

"Wong gus widda lho di Ploso nderekne yai Sembodo".

"hemmm... nggih pun dalem klentu". Kata Reima mengucapkan jurus andalannya lengkap dengan wajah melas dan dimanis-maniskan. Bang Zee bersedakep menunjukkan kemarahannya sebagai seorang ketua organisasi tersebut.

"permisi... rekanita Reima dipanggil buat ngisi Kefatayat an dasar sekarang..". ucap seorang rekan yang diketahui bernama ahmed.

"sip rekan mamed matursuwun... bang zee saya memahamkan anak bangsa dulu njih". Ucap Reima merasa punya angin kebebasan. "pripun? Pareng?". Tanya Reima lagi bergaya tidak berdosa.

"iya sana berangkat." Jawab bang Zee.

Dengan suara yang terlatih dan PD Reima memulai orasi lagi, ia ceritakan embrio awal kefatayatan, tokoh-tokohnya, dan terakhir ia selalu menyisipkan tokoh idolanya Sang Kyai perempuan(red:nyai khoiriyah).

Dadio banyu sing nyegerke, ojo dadi geni sing manaske

dadio ayu sing teko atine, ojo mung dadi ayu sing teko rupane

"Rekan, Rekanita yang kubanggakan. Ayu...ganteng iku akeh macem e, pinter, ngerti, ngaji, lomo, alus, sregep, jujur. Iku nggih wujud ayu utawi ganteng naming dalam bentuk lain. Mboten wonten ukoro biasa, mergo gustimu nyiptak ake awakmu-awakmu kabeh luarbiasa. Saya Sira Reima Andini, Selamat bergabung dan berjuang bersama. Wallahul muwafiq illa aqwamitthoriq, Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

"Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh". Jawab para peserta MAKESTA dengan penuh semangat. Reima selalu bisa membakar semangat disetiap workshop atau kegiatan yang ia isi. Beberapa peserta ada yang langsung ngefens dan ingin mengenal siapa sosoknya. Bukan cantiknya yang membuat ia dikagumi, tapi sebab ceria dan pesona nya yang memikat. Dia bukan sosok fanatik, bukan pula pengagung deskriminasi. Dia meyakini ke-NU an tapi tidak menafikan Muhammadiyah dan golongan lain. Sedari remaja ia diajari Ndelik ning Padhangan, yang artinya menjadi jernih ditengah keruh, menjadi putih ditengah pekat, dan menjadi toleran ditengah mayoritas.

Kakeknya buyutnya Simbah Muhammad Ishaq dari ayah tidak ada keturunan Kyai, melainkan seorang Penjelajah waktu yang sering naik kegunung-gunung hidup nelangsa dan mengasingkan diri memahami makna-makna jawi tapi lekat pada syari'at.

                "Mbok yo manuto to Rei, wong mas Zidan lho yang minta kok yo ngglelengmu panggah." Ucap Rekan Anwar ketua acara tersebut, kelanjutan omelan tadi.

                "hehehheh.... Salae sinten matur e ndadak... wong subuh baru ngabarin, padahal pagi aku ada job lain lho". Jawab Reima

                "Dadi salae aku Rei?". Tanya Zidan tiba-tiba datang.

                "Mboten bang zee.. salah kula". Jawab Reima cepat, sementara rekan anwar dan rekan lain terkekeh melihat Reima mati kutu saat ada bang zee.

                "Segera ke belakang panggung ayok yang lain, War beritahu yang tadi kita bicarakan ya". Kata zee kepada rekan-rekanita. Mereka pun segera berjalan sesuai arahan zidan. Zidan Arju Robbina, sosok manis dengan wajah maskulin penuh wibawa. Ayahnya Yai Aly As'ad sosok Kyai pengasuh pondok tahfidzul qur'an cukup ternama disalah satu kota di Jawa Barat, ahli Qur'an yang terkenal tawadhu' dan setia. Disebut Setia sebab belum menikah sejak 7 tahun silam ibu zidan meninggal, tidak banyak yang tau apa penyebab beliau tidak menikah lagi. Tapi tak ada perkembangan berbeda pada jumlah santrinya yang terus meningkat.

                "ini segera makan... mesti kebiasaan ga tau sarapanmu isih". Ucap zidan sembari memberikan nasi kotak dan aqua.

                "Njih suwun bang zee...". Jawab Reima, kemudian nylonong pergi.

                "heh...". Seru zidan sambil memegang ransel belakang Reima, membuat Reima menghentikan langkahnya.

"piye bang?, moh aku nek dikon ngukur panggung gawe penghapus neh hukumane.. moh isin".

"hahahahhah....". tawa zidan hingga gingsul nya terlihat, kapan hari memang menghukum Reima mengukur panggung pakai pensil sebab Reima tidak hadir makesta.

"ngene Rei... ayo rabi wae Rei..". celetuk zidan

"Ayok". Jawab Reima sekenanya, sembari membuka kotak nasi dan mulai memakannya.

"Kapan aku saget sowan pak Bayu Abdillah?".

"Babe teng griyo niki wau,,, monggo". Jawab Reima, menghientikan makannya.

"Sip... mangke tak kon liburne hikam e bapakku,, sowan rono".

"yo ojo gusss....". ucap Reima, sambil memanggilnya gus, sebab yang tau identitas putra kyainya hanya Reima. Maka dari itu Reima manut wae dikasih hukuman-hukuman konyol, asal setiap Reima tanya perihal doktrinasi agama dan ilmu-ilmu kepesantrenan gus zee selalu menjawabnya dan tak segan mengarahkan dan memberikan guru les privat terbaik dipondok pamannya didaerah tersebut.

"hahahhahahhahh... dasar bocah iki". Jawab bang zee dengan tawa khasnya, Reima memang kenal dengan bang zee sejak awal Reima ikut IPPNU saat Makesta dan zee sebagai salah satu panitia pendaftaran. Awalnya ketika Reima ingin memberikan formulir pendaftaran dikampus yang kini sebagai kampus Reima, saat itu Reima tengah menunggu diparkiran dan seorang ibu yang tidak lain Nyai Ali as'ad ibu Zidan Arju Robbina mendekati Reima dan berbincang dengan asyiknya, sampai beberapa detik kemudian bu nyai as'ad pingsan tak sadarkan diri.

"edisi hari ini libur ya gus hukumannya.....".

"moh".

"nakale gusku,,,,".

"hussst.. uwes nekmu gas gus... ba'da isya' budal sowan bu.Nyai Ammah yo".

"sinten niku? Geg badhe nopo? Piyambak an?".

"pitakonmu koyo alesanmu Rei,,,

"ngoahahhahah.... Guuuus....".

"Tanyao anwar, nanti ben diparingi weruh. Saiki dirampungke acarane".

"nggeh".

"ikhlas pogak?".

"hemm".

"piye?".

"enggeh bang zeeee".

                Ba'da maghrib Reima pulang untuk ganti pakaian dan berpamitan kepada kedua orangtuanya untuk pergi ke Setono sowan  bu.nyai yang diberitahukan oleh rekan anwar lewat chatt WA.

                "Arep nopo lho Rei... bu.nyai amma iku gak pati terkenal lho... wong hanya tetangganya yang tepang... masyarakat beda dusun wae mboten tepang." Ujar ibu Reima berdiri dipintu kamar Reima sambil memandang puterinya merias diri.

                "Dawuh bun... mboten wantun nolak". Jawab Reima sambil menggunakan lip cream pink vaselin dan kontur hidung warna coklat dan cream glossy tipis member efek mancung mengkilat pada hidungnya.

                "gurumu to?". Tanya bunda lagi, bunda tidak tau perihal keakrabannya dengan bang zee yang cukup lama itu. Dia takut ayahnya akan melarangnya keluar rumah untuk mengikuti berbagai organisasi, sebab dulu ada salah satu pengurus laki-laki Hazmi Muhammadiyah yang datang kerumah mengantar berkas dan ia sempat ditegur oleh ayahnya.

                "Pak dhemu.. Mbahmu.. iku berjonggo.. sliwar sliwer tamu katah, isin.. dikiro keluarga mriki anak-anak e gak weruh toto kromo seneng pacaran. Gantos wekdal jangan datang sendirian, minimal berdua po berlima ditambah cewek ben gak marai rasan-rasan. Nek mergi kewajiban mending organisasine libur wae." Nasehat bapaknya waktu itu. oleh karena itu, sekarang Reima lebih hati-hati memberi tau alamatnya. Kakek dan pak dhenya adalah seorang berjonggo, sosok dihormati dan dipercaya didesa dan wilayah tempat tinggalnya dalam pengambilan pencarian tanggal pernikahan seperti adat jawi kebanyakan, tukang ngrumat rumah, manten, dan beberapa adat-adat pernikahan lain. Banyak beberapa tetangga desa datang mempercayai beliau berdua untuk menangani upacara-upacara pernikahan. Kok memberitahu soal bang zee, tau bahwa Reima masih sering ngisi aisyah an di ke Muhammadiyahan saja mungkin sudah dikurung tidak boleh keluar rumah mungkin dia.

                "nggih bun". Jawab Reima singkat, sebab bang zee baginya adalah gurunya. Sesuai perkataan sahabat ali bin abi thalib aku adalah budak bagi orang yang mengajariku walaupun satu ayat.

                "ya Allah Reima nggak bohong kan?". Batin Reima. Sembari mengenakan jilbab coklat sesuai dengan outer coklat mudanya.

                "oh, wangsul jam berapa? Kalo sampe malam segera kabari kalo nginep njeh. Nanti bunda sampaikan ke bapak".

                "siap bun, Rei berangkat njeh". Ucap Reima kemudian mencium tangan bundanya.

                "ada uang bensin to Rei?". Tanya bunda menghentikan Reima yang sedang memakai helm bersiap.

                "wonten bun banyak, assalamu'alaikum". Jawab Reima. Kemudian mulai menyetir motor Revo biru nya dengan kecepatan konstan setelah bunda menjawab salam.

                "Rei,,rei..". ucap bunda. Beliau tidak habis piker dengan putri sulungnya yang mandiri tapi manja itu, beliau heran sejak lulus MA sampai sekarang semester 1 pasca dia tidak pernah meminta uang jajan atau bensin. Yang beliau tau Reima dapat beasiswa Madin dulu, tidak ada beasiswa pasca. Malah sudah kredit motor Revo biru yang sering digunakan mengantar bunda ke sawah. Saat ditanya darimana dia selalu menjawab dengan enteng "dari jatah gusti Allah bun pak". Sampai suatu waktu beliau meminta salah satu keponakannya mencari tau darimana Reima dapat uang. Rupanya Reima pernah menjadi karyawan loper susu, kerjasama budidaya lele, dan mengisi beberapa acara disekolah dan keaisyah an serta ke NU an. Bunda mengatakan semua pada ayah Reima yang sebenarnya, kecuali tentang kegiatan aisyah. Pak bayu abdillah pasti akan mengkhawatirkan ke NU an Reima, sedang bunda percaya bahwa Reima hanya mencoba kekebalan fanatisme nya, ia percaya putrinya bisa ndelik ning padhangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun