Senjata-Nya begitu canggih dan mampu merenggut kapanpun dan siapapun bila tak mampu lagi melawan dengan mulut. Senjata yang mampu menghujani mereka yang tak mampu membuat kesepakatan adil dalam sebuah forum. Mereka mampu membungkam suara dengan hanya sebuah gertakan dan todongan semata karena mulut yang mengeluarkan suara memang lebih mulia namun siapapun yang mengeluarkan lebih menakutkan dan membuat semua diam. Mereka mampu mengeluarkan peluru tanpa perlu sedikitpun mengeluarkan tenaga.
Senjata seperti revolver, senapan, dan pisau hanya pantas digunakan tuk ruang pertemuan dan pengamanan perbatasan tuk  "dor" pengacau tanpa perlu banyak perdebatan karena ya tugasnya seperti itu. Lantas bila digunakan pada ruang sipil yang penuh dialog, diskusi, perdebatan yang banyak mengandung cacian dan makian maka tidaklah layak hadir dalam ruang sipil karena tidaklah kompatibel dengan prinsip demokrasi yang mengedepankan persepsi dan dialog daripada eksekusi.
Kembalikan Jendral ke Barak
Tak ada salahnya seorang pemimpin berasal dari kalangan militer karena nyatanya mereka dididik dalam pendidikan tuk menjadi seorang pemimpin tapi ya catatan saja mereka memimpin di ruang lingkup spesifik bukan perlakuan spesial. Mereka memimpin dalam bidang keamanan, keterlibatan, militer sudah sangat cocok tapi bila disimpan dalam mengelola pangan, dapur dan politik bukan ranahnya loh Ndan.
Alih-alih membunuh hama yang menggangu tanaman malah menembak petani yang garap -tak ada yang tidak mungkin kalau Ndan sudah berkehendak. Tugas mereka hanya menjaga perbatasan, menganalisa kondisi pertahan, mengelola alutsista, Â can paling banter diplomasi pertahanan negara. Mereka menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan rakyat di neger tercinta ini dengan berbagai resiko yang harus dihadapi. Kalau gak kau resiko ya jangan hidup. Di komen marah, di Demo ngamuk, di sentil malah nembak, apakah itu yang namanya penegak dan pengayom masyarakat. Bukannya membasmi para perusuh dan sampah negeri malah menjaga para koruptor dan tikus tikus kantor yang menggerogoti sang garuda yang tengah pincang.
Para jendral lebih suka ongkang ongkang kaki di kursi empuk sembari menyeduh kopi pahit kehidupan rakyat dan sedikit rasa manis dari janji pejabat. Setiap hari menikmatinya dengan berbagai tunjangan besar dari uang rakyat tuk keluarganya. Berbagai fasilitas mewah pun melengkapi nikmatnya kopi dipagi hari. Dengan setiap hari ongkang kaki, mereka sudah lupa akan idealisme yang diajar saat pendidikan. Sekarang semua hanya dinamis saja, ada yang ngajak korup ya hayu, ada yang ngajak perang ke rakyat ya paling depan -masalah konsekuensi dan hukum bisa di nego lah-, jaga sabung ayam pun hayu apalagi ada pelicin lebih seru. Â Sudah lupa bagaimana tugasnya tuk lindungi rakyat apalagi medan perang yang mungkin merenggut nyawa.
Kebijakan baru dan aturan baru membuat jenderal makin nikmat dengan kursinya dan pemasukannya yang tiada henti dari berbagai sampingan tuk memuluskan kondisi asalkan aman di mulut dan di rekening. Terkait tupoksi bisa diakali dengan rekrut para pakar yang penting punya bawahan aja, untuk kesuksesan itu milik pimpinan tapi masalah kegagalan maka siap bawahan harus dibuang. Seperti itu kiranya
Undang-undang dibuat bukan serta merta tuk para prajurit yang membawa senjata tuk membunuh lawan namun untuk melanggengkan para jenderal yang sudah hidup nikmat , posisi layak tanpa takut posisi mundur. Berbanding terbalik dengan para prajurit, mereka hidup pas-pasan, taruhan nyawa, ekspektasi keluarga tinggi dan bahkan ada yang rela jual sawah tuk siapa para jenderal sebagai aset satu-satunya tuk lolos seleksi dan tak sedikit diantara mereka kena tipu dan berakhir tak lolos.
Posisi yang terlampau bagus ini ternyata terlalu bebas dan overload di negeri ini karena setiap tahun jenderal baru di rekrut sedangkan jenderal tua tak ingin lengser. Dengan kondis tersebut sang Ndan membuat siasat agar Para jenderal tidak terlalu mencolok ongkang kaki, akhirnya mereka dimasukkan ke jabatan sipil yang katanya bisa lebih optimal dan lebih mampu mengelolanya. Alih-alih makin hebat, malah pilihan bodoh tersebut membuat semua orang makin meluap tak tahan dengan keadaan tersebut.
Harusnya penerimaan calon perwira dikurangi dan seleksi ketat agar bisa menjaga kondisi dan posisi tidak berlebihan. Dengan upaya yang katanya lebih aman malah lebih ruwet maka jenderal pun ikut sabung ayam tuk mengganti kesibukan ongkang kaki agar lebih bermakna dan mendapatkan si merah merona yang gepokan itu loh. Â Maka kami harap jenderalmu kembali ke barak bukan pergi ke kursi rakyat.
Bersuara dengan tulisan
Create by Zamzam Muzamil
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI