Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan Pancasila Bukan Pelajaran "Kelas Dua", Kan?

1 Juni 2021   23:12 Diperbarui: 2 Juni 2021   11:06 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suasana Kelas (sumber gambar: pixabay.com)

"Besok ujian dua, kan?"
"Iya. PMP dan MM!"
"Hayuk belajar MM!"

Dialog di atas, adalah kenyataan begitu mudahnya pelajaran tentang Pancasila pada masa aku sekolah dulu.

Karena hari ini diperingati sebagai hari lahir Pancasila. Maka, tulisan ini salah satu caraku mengulang kenangan saat sekolah dulu, tentang pelajaran Pancasila. Boleh, ya?

Dulu, jika menghadapi ujian Pelajaran Pancasila, berapa pun soal yang diagihkan guru, akan mudah dilalui. Tinggal menggunakan 3 rumus berikut ini.

Pertama. Pilih atau pikirkan jawaban yang paling baik atau berlaku umum di masyarakat.

Kedua. Jika soal pilihan ganda, pilih jawaban yang paling panjang. Jika soal isian, tulislah jawaban sebanyak-banyaknya.

Ketiga. Hati-hati soal jebakan dengan kata "kecuali" di soal. Jika ada kata itu, pilihlah jawaban terburuk atau yang paling tidak mungkin dilakukan.

Tiga rumus ini, mungkin sudah menjadi rahasia umum. Karena polanya akan seperti itu. Namun jangan pernah anggap remeh! Jika di rapor PMP berangka merah (nilai 5 ke bawah), tak akan naik kelas!

Gak percaya? Silakan tanya generasi 80-an atau akhir 90-an! Ahaaay....

3 Perubahan Nama dan Kurikulum Pendidikan Pancasila

Aku mengalami tiga perubahan nama mata pelajaran tentang Pancasila. Satu nama serta kurikulum saat menjadi pelajar dan dua nama serta kurikulum berbeda saat berperan sebagai pengajar. Aku tulis, ya...

Pertama. Saat Menjadi Pelajar.

Nama pelajarannya, saat itu masih Pendidikan Moral Pancasila (PMP), hingga aku tamat Sekolah tingkat Atas. Saat kuliah, aku menemukan agihan mata kuliah Pancasila (2 SKS) dan Kewiraan (3 SKS) yang sekarang berganti nama menjadi Civic Education.

Sejalan dengan nama mata pelajarannya. Maka muatan kurikulum Pendidikan Pancasila tak jauh dari butir-butir Pancasila. Serta mengambil contoh dari nilai-nilai sikap perilaku yang berlaku.

Unsur pendidikan yang harus merangkul unsur kognitif, afektif, dan psikomotorik, dirangkum dalam materi pelajaran moral dalam kehidupan bermasyarakat. Walau terkadang membosankan.

Seorang nenek akan menyeberang jalan, apa yang sebaiknya kamu lakukan?
Jika ada teman sekelasmu mendapat musibah, kamu harus?
Sebutkan dengan 3 contoh, perilaku yang menggambarkan isi sila ketiga!

Pernah melalui pertanyaan-pertanyaan seperti di atas?

Penanaman nilai moral pancasila, tak hanya melalui pelajaran dan ujian. Secara berkala, ada Lomba Cerdas Cermat (LCC) ada juga Lomba Cerdas Tangkas (LCT). Materi soal adalah 36 butir (saat itu) Pancasila yang dikenal dengan sebutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).

Jika memasuki jenjang SMP, SMA hingga kuliah. Maka masa perkenalan sebagai "anak baru" akan digojlok dengan kegiatan bernama Penataran P4.

Dengan jumlah jam dan hari yang berbeda. Seingatku, jika SMP 25 Jam, SMA 50 Jam, Kuliah 75 Jam. Dan, bagi CPNS menempuh 100 Jam. Bahkan lebih, jika ada yang promosi jabatan. Sekarang tak lagi ada, kan?

Materinya? Mulai dari sejarah bangsa, sejarah lahir hingga butir-butir Pancasila. Diawali dengan Pre-Test, diakhiri dengan Post-Test. Peserta kemudian diberi piagam.

Jika mangkir atau tak bisa mengikuti penataran? Wajib ikut kegiatan serupa pada tahun berikutnya. Jika tak bisa dan tak punya? Cukup diminta mengingat, bahwa Piagam P4 adalah salah satu syarat kelulusan.

Ilustrasi peningkatan pola dan cara berpikir (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi peningkatan pola dan cara berpikir (sumber gambar: pixabay.com)
Kedua. Saat Menjadi Pengajar.

Aku mengalami dua kali perubahan. Mata pelajaran PMP berubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan kembali bertukar menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Kali ini, aku tak akan membahas alasan dan ajuan argumentasi tentang perbedaan signifikan dari ketiga pergantian kurikulum tersebut. Mungkin di waktu yang lain.

Yang ingin aku tulis, posisi pelajaran pendidikan Pancasila di dalam tiga kurikulum berbeda, namun "nasibnya" saat belajar dan ketika ujian nyaris sama.

Pelajaran Pancasila hanya 2 jam pelajaran (antara 70-90 menit) dalam satu minggu. Hingga saat ini, di SMP dan SMA juga masih begitu.

Silakan bandingkan dengan jumlah jam pelajaran dalam satu minggu pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA atau IPS. Ada di interval 6, 8, hingga 10 jam pelajaran dalam satu minggu.

Terkadang, tak salah juga jika menyatakan pendidikan Pancasila bukan prioritas dalam kurikulum. Jumlah jam bisa jadi salah satu ukuran, kan?

Walaupun ada argumentasi, Inti pelajaran Pancasila bisa diselipkan dalam Pelajaran Agama, Budi Pekerti atau Aqidah Akhlaq (jika sekolah di bawah naungan Kementerian Agama).

Pertanyaannya, apatah akan sama maknanya dan berbanding lurus jika dikaitkan dengan unsur kebangsaan dan kenegaraan?

Selain tentang muatan kurikulum dan jumlah jam. Pelajaran Pancasila, juga dianggap "kelas dua". Sila tanyakan saja perasaan para pengajar yang memang basis keilmuannya PKn sekarang.

Padahal, gurunya tak bisa sembarang orang, walau punya buku paket sebagai pegangan. Aku dulu harus melalui diklat khusus, baru sah dan dianggap mampu mengajar Pancasila.

Ilustrasi anak sekolah (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi anak sekolah (sumber gambar: pixabay.com)
Pendidikan Pancasila "Kelas Dua"?

Kukira, guruku masa itu tak hanya menguasai psikologi pendidikan, tapi juga membaca psikologi peserta didik saat ujian.

Jadi, jika sehari ada dua pelajaran yang diujikan. Maka varian ujiannya adalah: Satu pelajaran mudah, diduetkan dengan satu pelajaran susah.

Misalnya, pelajaran MM yang dianggap sulit, diduetkan dengan mata pelajaran semisal Pancasila (PMP). Alasan sederhananya, satu ilmu pasti yang butuh rumus, satunya butuh logika dan nalar.

Bisa juga varian Pelajaran Kesenian (Sekarang SBDP) dengan Pelajaran IPA. Pelajaran Agama dengan Bahasa Indonesia, Pelajaran IPS dengan pelajaran olahraga (Penjaskes).

Untungnya. Saat ini, pengkategorian pada pelajaran susah dan mudah itu tak lagi berlaku.

Namun, hematku, dari kacamata psikologi pendidikan, semakin gawat! Penyelenggara sekolah terlupa membaca psikologi anak saat ujian.

Dan, terlupa mendesain beban bahan ajar yang mesti dilahap anak-anak jika sedang ujian. Jika ujian dianggap sebagai evaluasi dan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar.

Anakku pernah mendapat jadwal ujian, satu hari itu ujian mata Pelajaran IPA dan IPS! Keduanya mata pelajaran dengan materi cenderung hapalan daripada pemahaman, kan?

Usai diskusi saat pembagian rapor, antara pihak sekolah dan sesama wali murid. Maka, desain itu diubah pada semester berikutnya.

Ada juga cerita lucu yang aku dapatkan cerita temanku. Jadwal ujian anaknya, satu hari tiga pelajaran. Astaga! Itu ujian atau balapan?

Jadi?

Adalah benar, Pancasila berasal dari nilai luhur bangsa Indonesia. Tapi itu, nilai yang berlaku dulu, sebelum Pancasila lahir, kan?

Jika kutitip tanya, seberapa banyak nilai-nilai itu yang masih berlaku sekarang? Jika pun masih banyak, apatah berlaku umum?

Beberapa waktu dulu, aku terkejut munculnya beragam hastag dan twitbon dengan kalimat "Aku Pancasilais" dan sejenisnya. Dan, letih sendiri merekayasa asumsi dan argumentasi berpijak pada pertanyaan, apakah yang sedang dan akan terjadi?

Lalu, aku mencoba memahami, itu berupa aksi heroik anak bangsa. Ketika disinyalir ada "ancaman" terhadap Pancasila dan keutuhan berbangsa serta bernegara.

Sekarang, aku malah menduga. Bahwa jargon itu, bukan perlawanan untuk ancaman dari luar! Jejangan, ancaman sesungguhnya keberadaan pancasila itu, bersumber dari dalam?

Ukurannya? Lihat saja video-video keterbatasan masyarakat saat diminta mengingat dan mengucapkan sila-sila Pancasila. Tak hanya kalangan bawah, namun juga kaum terpelajar, tah?

Apa yang bisa ditawarkan? Pembenahan kurikulum Pendidikan Pancasila saat ini. Kukira, tak ada salahnya mengulangi lagi pola Penanaman Pemahaman Pancasila seperti masa aku sekolah dulu.

Curup, 01.06.2021
Zaldy Chan
[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun