Mohon tunggu...
Zakky Abdillah
Zakky Abdillah Mohon Tunggu... Editor - Zakky Abdillah

Masih Awam

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Maturity Level pada Diri Manusia (Refleksi Risk-Based Internal Auditing)

7 Agustus 2020   20:55 Diperbarui: 7 Agustus 2020   21:32 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : kanbanize.com

Beberapa bulan terakhir saya mencoba untuk mendalami konsep risk maturity di dalam organisasi (publik) khususnya dalam RBIA (Risk Based Internal Auditing). Secara umum dalam menilai/ mengevaluasi kinerja dari sebuah organisasi perlu untuk memahami tingkat kedewasaan/ kematangan (maturity) manajemen risiko diterapkan oleh organisasi tersebut.

Apabila level kematangan dan kesadaran manajemen risiko organisasi itu masih level 0, tentu tidak bisa kita evaluasi sebagaimana organisasi yang sudah sadar sepenuhnya akan manajemen risiko di dalam organisasi. Pihak yang mengevaluasi perlu memberikan semacam tuntunan/asistensi terlebih dahulu supaya organisasi itu betul-betul sadar hingga memiliki kedewasaan betapa pentingnya manajemen risiko dalam pencapaian tujuan organisasi, tanpa mengambil alih kesadaran dari organisasi tersebut.

Setelah organisasi memiliki kesadaran dan masuk pada level kematangan yang 'bisa dimintai pertanggungan jawab' maka layaklah pihak lain mencoba untuk menilai organisasi tersebut. Itulah kemudian yang membuat pihak penilai perlu memahami bagaimana maturity dari organisasi yang akan dia nilai karena bagaimanapun penilai/auditor tidak bisa mengambil standar sepihak tanpa memperhatikan model bisnis, tujuan, hingga kematangan manajemen risiko organisasi tersebut.

Itulah sekilas uraian 3 paragraf hasil rangkuman belajar saya terhadap konsep Risk Based Internal Auditing, yang mana ketika saya belajar konsep tersebut mudah sekali bagi saya kemudian untuk merefleksikan bagaimana pengawasan atau audit itu dilakukan oleh Allah (Red : Tuhan - atau Apapun sebutan pada agama masing-masing pembaca) kepada ciptaan-Nya, manusia, ya seperti kita-kita ini.

Manusia yang belum memiliki maturity biasa kita sebut masa bayi hingga anak-anak (maturity level 0), masa di mana kita belum sadar sepenuhnya terhadap apa yang kita lakukan, belum mampu berpikir secara jernih mengenai konsekuensi tindakan-tindakan yang mereka lakukan, dalam konsepsi Islam biasa dikenal dengan istilah belum mumayyiz. Sehingga dalam usia ini Allah belum mencatat dosa-pahala yang mereka lakukan karena apa yang mereka lakukan pun masih belum disadari. Maka dari itu orang tua atau guru menuntun mereka supaya memiliki kematangan berpikir hingga mumayyiz/ masa remaja-dewasa, hingga kemudian Allah mulai mencatat segala amalan mereka.

Tidak hanya anak-anak, maturity level 0 juga terkadang dimiliki oleh orang dewasa dengan gangguan khusus seperti hilang akal atau ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) yang sudah kehilangan kemampuan untuk menyadari dirinya sendiri. Sehingga Allah pun tidak mencatat amalan mereka.

Maturity level untuk orang dewasa yang telah memiliki kesadaran dan kematangan juga bermacam-macam, mungkin bisa kita ibaratkan ada level 1 hinggal level 5 maturity level untuk orang dewasa.

Bagi manusia dewasa dengan maturity level 1-2, bisa diibaratkan pada orang-orang dengan kemampuan kesadaran, akal, analisis, sintesis, stock of knowledge yang biasa-biasa saja. Meskipun sudah memiliki kesadaran, kadangkala Ia sering melakukan kesalahan mengambil keputusan sehingga merugikan dirinya sendiri bahkan orang lain dengan kesadaran yang biasa-biasa saja. Tentu Allah dalam 'mengaudit' amalan orang yang seperti ini akan mempertimbangkan bagaimana maturity level orang tersebut yang tidak terlalu ketat, lebih permisif, tapi tetap ada perhitungan obyektif dan adil yang dilakukan oleh Allah dalam menilai ketakwaan hambanya.

Berbeda tentunya apabila manusia dewasa ini memiliki maturity level 3-5, bisa dibilang orang pada level ini memiliki kesadaran, akal, analisis, sintesis, dan stock of knowledge yang melimpah sehingga memiliki kemampuan yang sangat baik untuk menggapai tujuan hidupnya. Dengan level yang tinggi, modal yang berlumpah, sistem berpikir dan berperilaku yang baik, tentu audit yang dilakukan oleh Allah akan sangat teliti dibandingkan manusia yang lain. Maka jangan dikira semakin berkompeten, berkualitas, dan bermoral seseorang kemudian dianggap semakin mudah hidupnya, justru tekanan dan tanggung jawabnya semakin besar pula.

Maturity pada diri seorang manusia sejalan dengan besarnya tanggung jawab pengendalian diri yang melekat. Karena sekali dirinya melakukan kesalahan, justru memunculkan dampak yang sistemik. Bisa dianalogikan saja bagaimana apabila yang melakukan kesalahan adalah seorang Sekjen di sebuah kementerian, dibandingkan seorang ASN tenaga administrasi Kantor Kelurahan di sebuah Kabupaten terpencil. Tentu akan memberikan dampak yang besar dan sistemik apabila Sekjen yang melakukan kesalahan.

So, jangan dikira dalam mengaudit amalan pahala-dosa pada tiap-tiap hambanya Allah menggunakan perhitungan yang sama rata semua, Allah akan menyesuaikan pada maturity pada masing-masing hambanya. Sedikit mencuplik QS. Maryam 19 : 93 - 95 yang terjemahannya sebagai berikut :
Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba (93). Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti (94). Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri (95).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun