Mohon tunggu...
Muzakkir
Muzakkir Mohon Tunggu... Pemerhati pendidikan dan pengajar aktif yang fokus pada isu-isu belajar, kurikulum, dan masa depan sekolah

Menulis tentang dunia pendidikan dari ruang kelas hingga pelosok negeri. Berangkat dari pengalaman, keresahan, dan harapan untuk masa depan anak bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Game Online dan Lunturnya Semangat Belajar Siswa: Sebuah Tinjau sosiologis

1 Juli 2025   12:13 Diperbarui: 30 Juni 2025   20:21 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi game online (Sumber: Freepik.com))

Di era digital seperti sekarang, permainan daring atau game online telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja dan anak-anak. Fenomena ini tentu bukan masalah jika berada dalam batas wajar. Namun, semakin hari kita menyaksikan gejala yang mengkhawatirkan: menurunnya semangat belajar siswa, bahkan di beberapa daerah hingga memicu kasus putus sekolah atau kecanduan digital. Melalui pendekatan sosiologis, kita bisa mencoba mengurai mengapa ini terjadi dan apa dampaknya terhadap tatanan sosial pendidikan kita.

Sosialisasi dan Perubahan Pola Interaksi

Dalam perspektif sosiologi, salah satu fungsi penting dari pendidikan adalah sebagai agen sosialisasi. Sekolah, bersama keluarga, membentuk nilai, norma, dan kebiasaan yang diharapkan berlaku di masyarakat. Namun, ketika game online mengambil porsi besar dalam kehidupan siswa, terjadi pergeseran agen sosialisasi dari sekolah dan keluarga ke dunia virtual.

Siswa yang dulunya terbiasa berinteraksi langsung dengan teman dan guru kini lebih banyak berinteraksi melalui platform digital. Dalam game online, mereka membentuk identitas baru, memiliki komunitas sendiri, dan bahkan mendapat pengakuan---sesuatu yang kadang tidak mereka temukan di dunia nyata. Ini menjelaskan mengapa sebagian siswa merasa lebih "hidup" saat bermain game dibanding saat belajar.

Kelas Sosial dan Akses Teknologi

Masalah ini juga perlu dilihat melalui kacamata struktur sosial. Tidak semua siswa memiliki kemampuan ekonomi untuk mengikuti les privat, akses bacaan berkualitas, atau bimbingan belajar. Sebaliknya, game online yang murah, bahkan gratis, menawarkan hiburan sekaligus pelarian dari tekanan sosial. Di sinilah muncul dilema sosial: teknologi yang semestinya membantu pendidikan, malah menjadi pengalih fokus dari pembelajaran formal.

Selain itu, game online bersifat inklusif. Dalam dunia virtual, tidak ada diskriminasi status ekonomi, asal sekolah, atau latar belakang sosial. Hal ini membuat siswa merasa lebih diterima dan dihargai, terutama mereka yang kesulitan bersinar dalam lingkungan akademik.

Dampak terhadap Norma Pendidikan

Dalam pandangan mile Durkheim, pendidikan berfungsi membentuk solidaritas sosial. Namun, dengan meningkatnya ketergantungan siswa terhadap game online, solidaritas ini tergantikan oleh solidaritas mekanik dalam komunitas gamer. Akibatnya, norma dan nilai yang ditanamkan oleh sekolah seperti disiplin, kerja keras, dan tanggung jawab akademik mulai tergeser oleh nilai-nilai pragmatis seperti menang-kalah, popularitas daring, dan kepuasan instan.

Dampaknya bisa kita lihat secara langsung. Siswa menjadi lebih mudah lelah saat belajar, enggan mengerjakan tugas, dan menurun motivasi menghadapi ujian. Bahkan dalam beberapa kasus, terjadi konflik dalam keluarga akibat waktu belajar yang terganggu oleh kebiasaan bermain game hingga larut malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun