"Amal seseorang tidak akan memasukkannya ke dalam surga."
Para sahabat bertanya, "Bahkan engkau wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,
"Bahkan aku pun tidak, kecuali bila Allah melimpahiku dengan karunia dan rahmat-Nya." (HR. Bukhari, Muslim).
Imam al-Ghazali sendiri dalam al-Munqidz min ad-Dhalal menggambarkan perjalanan spiritualnya bahwa ilmu semata tidak cukup menyelamatkan, melainkan dibutuhkan rahmat Allah dan hati yang ikhlas.
Husn al-Niyyah dalam Profesi dan Kehidupan
Pelajaran penting dari kisah ini adalah: jangan pernah minder dengan profesi apa pun. Allah tidak menilai dari jenis pekerjaannya, melainkan dari niat yang melandasinya.
Seorang guru yang mendidik murid dengan ikhlas, seorang petani yang menanam dengan sabar, seorang pedagang yang jujur, bahkan seorang ibu rumah tangga yang merawat keluarganya dengan penuh cinta---semuanya bisa menjadi amal besar jika diniatkan lillh.
Imam al-Ghazali diampuni Allah bukan karena kedudukannya sebagai ulama besar semata, tetapi karena ketulusan hati dalam amal yang tampak sepele. Maka siapa pun kita, dengan profesi apa pun, tetap memiliki peluang besar meraih ampunan dan surga Allah.
Penutup
Kisah Imam al-Ghazali adalah cermin bahwa ampunan Allah bisa datang dari amal kecil yang dilakukan dengan niat tulus. Membiarkan seekor lalat hinggap di atas pena mungkin tampak remeh, tetapi ketulusan hati membuatnya bernilai besar di sisi Allah.
Pesan utamanya jelas: jangan remehkan amal kecil, jangan minder dengan profesi sederhana, dan jangan pernah kehilangan niat baik. Karena pada akhirnya, yang menentukan bukanlah besar kecilnya amal, tetapi keikhlasan niat dan rahmat Allah, sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Imam al-Ghazali dalam karya-karyanya.