Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pertempuran Sengit di Medan Full Day School

13 Juni 2017   07:34 Diperbarui: 13 Juni 2017   12:56 1728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Kompas.com

Ada beberapa alasan menteri Muhajir dalam implementasi 5 hari belajar dengan sistem FS sebagai instrumennya. (1) karena 40 hari beban guru mengajar Aparat Sipil Negara (ASN) seminggu, jadi ketika para guru sudah bekerja 40 jam selama seminggu, maka selesailah tugas guru. Dengan sistem FS ini, setiap sekolah menghabiskan waktu 8 jam setiap hari sehingga 40 jam bisa habis dalam lima hari. Dua harinya digunakan belajar bersama kedua orang tuanya. Hal ini fokus pada guru bukan pada siswa. 40 jam untuk ASN.

Saya kita menteri Muhajir tidak menggunakan frame kemuhammadiyahan dalam landasan berpikirnya. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan agama tidak akan mampu diberikan di sekolah saja. Bahkan kalau kita jujur, kemampuan beribadah kita lebih banyak dilatihkan di MD ketimbang di sekolah yang formal itu. NU dan Muhammadiyah sepakat bahwa pendidikan agama harus lebih banyak diajarkan dalam majelis-majelis yang lebih lama ketimbang pengetahuan umum. Karena agama lebih sulit daripada umum. Mengasah moral akan lebih sulit ketimbang transfer ilmu.

(2) sebagai kelanjutan alasan pertama, menteri Muhajir menganggap bahwa 8 jam belajar di sekolah bukan berarti membunuh MD yang sudah ada dan mentradisi, justru mereka akan jadi mitra. Saya kira ini juga agak membingungkan. Lokus FS dan MD tidak lah dalam satu lokus atau atap dan ini akan meribetkan pengelolaan. 

Kita tahu setiap sekolah tidak memiliki fasilitas agama yang lengkap, jadi FS bisa jadi akan memenjara siswa dalam sekolah dan mereka akan mudah jemu dan bisa jadi stress. Bila pihak MD (pihak yang dikalahkan oleh FS) diundang ke FS, maka itu tidak mudah. Ada beda paradigma antara FS sebagai sekolah resmi yang ruhul jihad dan dimensi spiritualnya lemah dibanding MD yang memiliki ruhul jihad yang tinggi dan hampir mengabaikan materi.

Sebagai gambaran, di kabupaten Tasikmalaya telah diujicobakan program Ajeungan Masuk Sekolah (AMS). Ajeungan (kyai) secara terstruktur masuk ke sekolah formal dan mengajarkan kitab kuning yang biasa diajarkan di pesantren. Lalu apa yang terjadi? Sakralitas kitab kuning dan lembaga kekyaian menjadi lemah, dan ada tendensi untuk materialisme yang lebih pada individu kyai nya. Ini berbahaya. Saya tidak melihat ada kemajuan serius program AMS ini sebagai program dalam kategori unggul. Ukurannya susah dan saya kira ini upaya yang belum maksimal dengan tujuan mulianya.

(3) FS sebagai bagian dari Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). PPK dengan menggunakan “waktu lebih” dalam sistem FS dianggap dapat merubah karakter bangsa dengan lima fokus karakter; relijius, nasionalis, integritas gotong royong dan kerja keras. Yang saya tahu, semakin anak lama dalam satu tempat maka semakin bosan mereka. Bilamana 8 jam di sekolah dengan menggunakan proses pembelajaran itu-itu juga, maka anak akan stress. 


Lalu di mana penanaman PPK dengan lima karakter tadi? Mereka sudah bosan. Bila alasannya adalah bahwa pembelajarannya tidak hanya seperti biasa, ada proses interaksi dengan MD sebagai mitra atau proses lainnya, maka pertanyaannya adalah kapan guru mengajarnya? Kan pertimbangan awal adalah jam ngajar guru yang 40 jam, mereka jadi guru MD? Ah bagi saya ini membingungkan.

Saya paham bagaimana Pak Menteri Muhajir ingin menerapkan FS ini agar kita lebih maju dan progresif dalam belajar, terutama mengasah karakter. Hal ini bisa ditunjukan oleh FS-FS yang telah berhasil dikembangkan oleh sekolah Muhammadiyah dan sebagian NU (atau lainnya). Saya meyakini ini adalah usaha baik. 

Namun, lagi-lagi ini tidak bisa dipukul rata. Sekolah yang digambarkan FS yang berhasil tadi memiliki karakteristik (a) berada diperkotaan, dimana sistem MD sudah hampir hangus dan kedua orang tua anak bekerja di luar rumah. FS sangat membantu membesarkan anak mereka yang dalam pengasuhannya mereka tidak memiliki kesempatan maksimal. Jadi FS lebih berfungsi sebagai lembaga sekolah sekaligus penitipan anak.

(b) FS memiliki fasilitas lengkap sehingga anak bisa at home di sekolah. Tidak semua sekolah mampu untuk menyediakan fasilitas itu. Apakah Mendikbud berani melengkapinya dari ratusan ribu sekolah yang tersebar di Nusantara? Itu tidak mungkin. Saya kira landasan contoh FS yang diambil sebagai pertimbangan pak menteri Muhajir adalah muhammadiyah dengan sistem pesantren. Ini sangat cocok karena sekolah itu berasrama. Bila tidak, maka ini juga mengqiyaskan konsep yang salah. Tidak apple to apple.

Saya setuju dengan MUI bahwa FS dengan 5 hari sekolah akan “membunuh” atau “menggulung tikar”kan MD. Walaupun ini dibantah oleh Menteri dalam beberapa kesempatannya, namun ini sudah saya jawab secara konseptual di paragraf atas. Saya akan mencoba mengambil jalan tengah atas “pertempuran” menteri dengan para aktivis MD di bawah panji NU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun