"Sedikit-sedikit jangan dimasukkan hati, Nduk, entar malah kamu pusing-pusing sendiri." Ibu terdengar menasihatiku. Mengelus pundakku dengan penuh cinta. Sampai terasa hangatnya sentuhan tangannya.Â
"Emang Ibu tahu?" Imbuhku.Â
"Apa coba?" Dengan raut muka penasaran ibu duduk bersama kami.Â
"Aku gemes aja, Bu. Kalau ada yang komentar tentang kuliahku yang belum selesai-selesai, komentar tentang tulisanku dan lainnya. Hufftt..." Aku berusaha mengadu.Â
Aku memang paling tidak bisa untuk tidak berkata yang sebenarnya kepada Ibuku. Apalagi dia paling bisa bikin suasana jadi tenang. Beruntungnya, aku memilikinya.Â
Kata Ibu, aku tidak boleh terlalu memikirkan perkataan orang lain. Harus terbiasa dengan segala hal yang terjadi, karena kalau selalu memikirkan perkataan orang lain maka tidak akan ada habisnya.Â
"Bener banget, Te, aku setuju kalau ini," celetuk Salma seakan-akan perkataan Ibuku tadi hanya dikhususkan buatku.Â
Aku lihat Ibuku mengelus-elus rambut Salma sambil tersenyum. Ih, dasar Si Salma!
***
Hari ini kuputuskan untuk bangun lebih pagi dari biasanya. Karena aku ada janji bimbingan dengan dosen pembimbing sore itu.Â
'Sekitar jam tiga ya'