Mohon tunggu...
Muhammad Zainul Mafakhir
Muhammad Zainul Mafakhir Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis lepas

Seorang penulis lepas yang ingin mengilhami masalah sosial.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Satu Generasi Tanpa Moral: Tantangan Pendidikan, Pentingnya Transfer of Value dalam Institusi Pendidikan

4 Januari 2021   22:26 Diperbarui: 4 Januari 2021   23:15 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PEMERINTAH pada Maret 2020 hampir secara serentak memberlakukan kebijakan SFH (Study From Home) dan WFH (Work From Home) di daerah-daerah Indonesia yang terkena dampak covid-19, bukan hanya dengan status daerah merah, tetapi hampir seluruhnya mengalami hal ini melalui kebijakan PSBB-nya. Hal ini tentu berpengaruh kepada seluruh sektor yang ada di Indonesia, terutama kepada pendidikan dan juga ekonomi.

Kendati demikian masyarakat memiliki tanggapannya masing-masing terhadap kebijakan tersebut, tetapi betapa ironi, mereka masih belum sadar apa dampak dan resiko yang harus diambil dari pemutusan kebijakan tersebut, mereka masih belum sadar akan 'what's coming next to them' (hal apa yang akan datang dikemudian harinya). Tetap, hal ini tidak dapat menghilangkan ke-khawatiran mengenai pendidikan yang tidak dapat ter-matrikulasi secara utuh.

PJJ sendiri sudah di atur oleh pemerintah dalam Permendikbud No. 24 Tahun 2012 untuk perguruan tinggi dan Permendikbud No. 119 Tahun 2014 untuk pendidikan dasar dan menengah. Secara operasional, setidaknya ada beberapa yang dapat kita bahas mengenai SFH sendiri, lebih khususnya pada kebijakan PJJ di tahun 2020.

Pertama, mengenai 'pendidikan moral' seiring dengan pendidikan yang terbatas dalam ruang dan interaksi yang sekunder (dengan bantuan alat). Kedua, mengenai kedudukan institusi pendidikan dalam pembelajaran seiring dengan tidak berjalannya suatu institusi dengan semestinya atau dengan sistem pendidikan yang terkesan masih sangat baru.

Hal ini pun mesti dipahami sebagai hal yang krusial dalam prosesnya. Pendidik baik guru hingga dosen, memiliki suatu ruang kosong yang tidak dapat diisi dengan kebijakan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) ini. Belum lagi, institusi-institusi pendidikan ini masih harus terus dipercaya dalam tatanan masyarakat dan penyalahan keadaan itu rasanya tidak diperbolehkan. Pemangku kebijakan yang memiliki kunci nya, tetapi tetap hal tersebut tidak bisa dilakukan secara optimal dalam pelaksanaan kebijakan ini hingga pada akhirnya menimbulkan kesan dramatis dalam kurun waktu yang cukup lama.

Situasi tersebut pun tidak terjadi dengan tanpa alasan. Kurangnya antisipasi dan penguasaan teknik dalam penanggulangan bencana covid-19 ini juga menjadi faktor mengapa PJJ mengalami proses yang dramatis belakangan ini. Tulisan ini berupaya memberikan analisis kritis mengenai kebijakan PJJ yang sudah berlangsung selama kurang lebih dua semester ini.

Jarak dan Ufuk

Dampak dari covid-19 membuat masyarakat seluruh dunia dan tentu Indonesia harus melakukan inovasi. Sejalan dengan Cina, beberapa negara mulai melakukan tindakan penanggulangan, negara yang terkena corona virus pun membatasi kerumunan masa dan harus menutup sekolah, kerumunan besar, olahraga, dan aktifitas-aktifitas komunitas. Kebanyakan dari negara memiliki penularan utama mereka dan hal tersebut berasal dari kontak orang-orang yang berasal dari area endemik dan banyak negara yang harus memberhentikan operasi penerbangan di negaranya dan menutup perbatasan.

Indonesia sendiri dalam ranah pendidikan, telah menetapkan sistem pembelajaran PJJ untuk menggantikan seluruh kegiatan belajar mengajar face to face (tatap muka). Hal ini jelas memiliki kelebihan dan kekurangan, sampai mana Indonesia dapat bertahan dengan permasalahan-permasalahan yang ada di ujung ufuk sana. Dengan jarak yang sudah di tempuh oleh Indonesia ini sendiri, rasanya tukang becak dipinggiran ibu kota Yogyakarta pun sepertinya mengerti dengan hasilnya.

Beragam ketimpangan dan permasalahan muncul dari PJJ, mulai dari kuota internet yang tidak mencukupi hingga jaringan internet yang tidak memadai; mulai dari ketimpangan listrik di setiap daerah hingga listrik yang tidak bisa mengalir ke penjuru desa; mulai dari masalah gadget yang tidak mendukung hingga mereka yang tidak memiliki gadget tersebut; dsb.

Hal yang paling krusial dan mungkin tidak terlalu nampak di permukaan dari permasalahan pendidikan online atau PJJ ini adalah 'pendidikan moral'. Menurut Durkheim (1985: 138), Pendidikan moral yang kita dapatkan disekolah menjadikan kita lebih teratur, pendidikan inipun mengajarkan kita untuk menahan dan mengendalikan diri kita sendiri yang berujung kepada kebebasan dan emansipasi dan pendidikan haruslah membantu para anak-anak mengerti akan hal tersebut. Pembahasan ini sangat-sangat jarang sekali di sentuh oleh para guru dan dosen, mengenai transfer of value yang tidak bekerja terlalu intens seperti saat pertemuan tatap muka di kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun