Mohon tunggu...
Jay Z. Pai
Jay Z. Pai Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menulis saja

suka musik dan jalan - jalan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Intelektual Mati di Kota

19 Juni 2021   16:23 Diperbarui: 19 Juni 2021   16:47 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berbeda dengan para intelektual muslim periode abad 8 -- 10 M yang mampu menghasilkan penemuan-penemuan baru bagi peradaban. Bagi Kuru, keberhasilan ini bisa dicapai karena adanya independensi ulama. Mereka mampu membangun sumber daya ekonomi sendiri. Mereka adalah ulama sekaligus pedagang. Sehingga penelitian mampu di danai secara mandiri tanpa tergantung dari bantuan negara.     

Daniel Dhakidae, dalam buku Cendekiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru, menjelaskan secara gamblang bagaimana cendekiawan berada dalam hubungan antara kekuasaan, modal dan kebudayaan pada masa orde baru. Soeharto yang kala itu mulai kehilangan dukungan politik, menggandeng islam kelas menengah dengan membentuk Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang isinya campur aduk: dimana kalangan militer, teknokrat dan intelektual muslim di gabung jadi satu.

Di sisi lain, kalangan intelektual muslim yang mulai kehilangan pegangan memutuskan ikut main dalam politik. Mereka yang sadar menegosiasi kepentingan politik Soeharto dan berhasil menjadi aktor di lingkar istana. Yang tidak sadar berakhir menjadi 'kuda tunggangan'.  

Sebelum itu, para ekonom lulusan Universitas Barkeley Amerika Serikat dipulangkan kemudian menjadi penasihat ekonomi orde baru. Mereka di sekolahkan oleh negara lewat beasiswa luar negeri dan di kenal dengan nama Mafia Barkeley. Para ekonom muda ini memberi masukan yang kemudian dieksekusi oleh Soeharto menjadi sejumlah kebijakan, salah satunya UU Penanaman Modal Asing.

Hubungan-hubungan ini semacam praktek potong kompas bagi para intelektual untuk sukses, meraih jabatan dan posisi strategis tanpa takut menjadi kaki tangan negara. Kemandirian yang lemah membuat para intelektual tergantung pada modal negara. Konsekuensi logis dari penyerahan independensi di hadapan negara ialah intervensi. Proyek penelitian pun diterima sebagai orderan, hasilnya bisa diprediksi: mendukung agenda-agenda pembangunan negara.

Karena sekadar menunggu orderan dari negara akibatnya kerja-kerja intelektual menjadi mandeg. Ketergantungan pada kekuasaan membuat intelektual menjadi pemalas kelas kakap. Pembaruan-pembaruan intelektual yang dibayangkan tidak pernah terjadi. Sebaliknya menambah penyebab dari kemiskinan pembaruan.  

***

Pada akhirnya intelektual dalam kota besar yang dikepung oleh tiga pembunuh berdarah dingin tidak bisa kemana-mana. Bukan karena ketiadaan jalan keluar, melainkan ketiadaan keberanian untuk melakukan lompatan, menghindari peluru dari tiga pembunuh, mengumpulkan amunisi lalu balas menembak.   

*catatan: Tulisan ini bukan dalam rangka mendikotomi antara desa dan kota. ini hanyalah sekadar catatan keresahan untuk menjadi pengingat setidaknya bagi diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun