Mohon tunggu...
Zainab Tahir
Zainab Tahir Mohon Tunggu... Pelaut - Prefers her self as Marine Heritage Analyst

Pencinta laut, pengagum budaya, penyuka rumah

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Meratapi Kepingan Sejarah yang Rusak

3 Juli 2021   19:47 Diperbarui: 3 Juli 2021   20:08 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelarik, Natuna (Foto oleh Abilawa S)

Pada kedalaman tigabelas meter di dasar Laut Natuna Utara, saya menyaksikan tumpukan keramik kuno yang kira-kira berumur 800an tahun, hancur berkeping-keping seperti habis terkena bom. Sesaat saya kehilangan keseimbangan. Kalau saja tidak diingatkan bahwa berteriak bisa membuat air laut masuk ke mulut, sepertinya itu akan saya lakukan. 

Saya menekan mouthpiece kuat-kuat menatap nanar gunungan artefak sambil meraih satu keping yang sudah tidak berbentuk. Masker saya tiba-tiba berembun. 

Jangan tanya seperti apa rasanya meneteskan air mata di bawah laut, karena saya juga bingung membedakannya, keduanya asin bukan? Peristiwa itu terjadi tiga tahun yang lalu, ketika saya dan tim melakukan survei muatan kapal bersejarah yang tenggelam di perairan Natuna.   

Natuna adalah koridor tua maritim nusantara. Jaringan pulau di Laut Cina Selatan yang menjadi gerbang masuk ke Selat Malaka, Sumatera dan Jawa ratusan tahun yang lalu, demikian Sonny C. Wibisono meyakininya. 

Jadi, poros maritim sebenarnya bukanlah hal baru buat negera kita ini, karena dari dulu, kita adalah poros maritim, kitanya saja yang kurang menyadari itu. Buktinya kalau Natuna koridor maritim, ada!

Tim Peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional menemukan banyak keramik kuno dari Cina sepanjang Pesisir Natuna. Barang impor berada di satu pulau kecil tentunya ada yang membawa, bukan?. Dan ketika itu ditemukan dalam jumlah yang banyak, itu bisa jadi barang dagangan yang menuju satu pasar tertentu. 

Pakar keramik, Naniek Harkantiningsih bahkan menyimpulkan bahwa peran Natuna sebagai perlintasan maritim berkelangsungan dari abad 9 -- 20 masehi. Sejarah yang panjang untuk sebuah pulau kecil. 

Nah, tidak heran pula kalau Natuna juga menjadi lahan empuk para pemburu keramik antik, yang rela menyusuri pantai sambil menusukkan logam ke tanah mencari denting keramik untuk dilungsur ke penadah.   

Lalu bagaimana dengan di dasar laut Natuna?. Tidak kurang dari dua puluh titik, kata salah satu tokoh masyarakat di sana. Yah, walaupun baru tiga yang saya selami, Kelarik, Semapi dan Karang Panjang.

Jangan membayangkan kerangka kapalnya keren seperti Titanic ya, karena itu akan membuat kecele penselam, rerata semuanya sudah tersebar rata menyatu dengan permukaan dasar laut. 

Sebaran muatan dan sisa kerangkanya yang menyatu dengan terumbu karang dan sedimen dasar lautlah yang mengabarkan bahwa di lokasi itulah satu peristiwa naas terjadi, dimana perjalanan panjang yang ditempuh melintas bangsa dalam jarak ribuan mil tidak pernah sampai pada tujuannya.   

Di Semapi dan Kelarik, yang tampak di permukaan adalah sebaran pecahan keramik yang tidak lagi utuh dan yang paling parah adalah yang di Kelarik, hancur! 

Mungkin akan ada yang menyanggah, lah itu kan kapal tenggelam kecelakaan, ya wajar kalau hancur semua to apalagi itu pecah belah muatannya. Nah, pada umumnya para peneliti Arkeologi Bawah Air itu bisa mengenali hancurnya suatu obyek karena sebab awalnya atau karena ulah pencari harta karun. Mata mereka cukup peka untuk mengenali gejala itu. 

Di Kelarik, gundukan keramik yang hancur lebur tampaknya karena obok-obok orang yang penasaran dan sedang mencari satu yang berharga diantara sebaran keramik kuno yang ada. 

Ada cekungan yang terbentuk di dasar laut, yang memperlihatkan upaya menyingkap lapisan dasar laut yang menyebabkan sebaran keramik kuno di permukaan seluas dua puluh meter persegi hancur. Ini benar-benar hasil dari perilaku egois siapapun yang melakukannya, yang hanya berpikir keuntungan sesaat dirinya. 

Lain lagi modelnya di lokasi kerangka kapal Inggris, yang di permukaannya berserakan botol-botol anggur. Beberapa penyelam lokal menyebut, dulu mereka masih menemukan banyak sekali botol yang berisi anggur (wine), tapi sekarang sudah banyak diambil oleh entah siapapun yang menyelam dan berniat memberikan cenderamata untuk dirinya. Botol yang bersisa, hanya yang pecah tidak berisi, dan tidak banyak. Lambat laun, tidak ada lagi botol yang bisa dilihat di Karang Panjang, tinggal cerita saja, dulu ada begini, ada begitu, seperti ini  atau seperti itu. 

Mungkin ada lagi yang menyanggah, memangnya kenapa kalau diambil, kan sayang kalau dibiarkan begitu saja di bawah. Iya sih, memang bisa saja diambil diam-diam, karena kalau diambil terang-terangan, dan ketemu dengan patroli di laut, ya akan diciduk karena mengambil tanpa izin. 

Tapi ada hal intrinsik di luar sekadar tidak mengambil karena melanggar aturan, benda kuno di bawah laut itu memiliki cerita dibaliknya, ada narasi sejarah panjang yang dipikulnya, menunggu pencerita untuk menerjemahkan dan menuliskannya. 

Ada kesempatan generasi yang dihilangkan dengan egois untuk menyaksikan apa yang pernah disaksikan pendahulunya. Tidak elok rasanya mendengar katanya, dulu di situ keramik kunonya banyak dan utuh apik berserakan tapi sekarang rusak, dulu di situ ada botol tapi sekarang tidak ada lagi, ada meriam, ada kerangka kapal tapi sudah dijual, dikiloin. 

Ada kesempatan ilmuwan yang dirampas yang membuatnya terputus menceritakan utuh tentang sejarah. Dan ada mimpi yang hilang dari wisatawan seperti saya misalnya untuk menikmati sebuah museum bawah air, karena yang saya temui sudah rusak atau tinggal cerita yang diedar dari mulut ke mulut pemandu selam saya. 

Di antara hal tersebut, yang paling tidak menyenangkan adalah hilangnya kesempatan bangsa ini untuk menyampaikan kepada dunia bahwa kita adalah poros maritim dari dulu dan dunia bisa melihat buktinya apik, menyatu dengan keindahan di dasar Laut Natuna Utara, dan dengan itu kita menyusun kebanggaan melalui narasi sejarah yang akan melecut semangat untuk membangun kembali kejayaan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun