Di era media sosial dan derasnya arus globalisasi, budaya populer dengan mudah menyusup ke ruang-ruang kehidupan umat Islam. Dari gaya berpakaian, tren hiburan, hingga cara berpikir, banyak hal yang saat ini lebih sering mengacu pada figur-figur selebritas dan influencer ketimbang pada sosok panutan sejati: Rasulullah . (Baihaki, 2017)
Padahal, Rasulullah adalah suri teladan utama (uswatun hasanah) bagi umat Islam dalam semua aspek kehidupan---mulai dari akhlak, ibadah, interaksi sosial, hingga kepemimpinan. Namun hari ini, ajaran dan sunnah beliau kerap dianggap "tidak relevan" oleh sebagian kalangan muda, atau minimal hanya dijadikan slogan tanpa pengamalan yang nyata.
Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari dominasi budaya populer yang menyuguhkan kemudahan, hiburan, dan gaya hidup instan. Budaya ini membentuk standar baru yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam: misalnya normalisasi gaya hidup hedonis, pamer kekayaan, atau hubungan bebas yang dikemas dalam label "kebebasan berekspresi". Sementara itu, sunnah Rasul yang menekankan kesederhanaan, ketundukan kepada Allah, dan akhlak mulia dianggap ketinggalan zaman. (Amin, 2021)
Namun, relevansi sunnah tidak pernah usang. Rasulullah bukan hanya figur spiritual, tapi juga pemimpin, ayah, suami, tetangga, dan sahabat yang luar biasa. Sunnah beliau justru memberikan jawaban atas kekosongan makna yang sering ditinggalkan oleh budaya populer: makna hidup, ketenangan batin, dan tujuan yang hakiki. (Wijaya, 2020)
Sebagai contoh, dalam sunnah Rasulullah terdapat anjuran menjaga lisan, berbicara dengan sopan, dan tidak menyebarkan keburukan---nilai ini sangat penting di era media sosial yang penuh ujaran kebencian. Sunnah dalam berpakaian yang menutup aurat dan menjaga kesopanan juga menjadi tameng dari objektifikasi tubuh yang kini marak terjadi. Bahkan, sunnah dalam memperlakukan pasangan dengan lembut dan penuh kasih sayang sangat relevan untuk menanggulangi meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga. (Abd. Muqit, 2023)
Tentu, menghidupkan sunnah di tengah gempuran budaya populer bukan perkara mudah. Butuh kesadaran kolektif, pendidikan sejak dini, dan contoh dari para tokoh agama serta publik figur Muslim. Kita juga perlu menjadikan media sosial sebagai alat dakwah yang cerdas, kreatif, dan membumi---bukan dengan ceramah yang menggurui, tapi dengan konten yang menginspirasi dan menyentuh hati.
Akhirnya, pilihan ada di tangan kita: apakah ingin terus terbawa arus budaya populer tanpa arah, atau mulai kembali berpegang pada sunnah Rasulullah sebagai kompas hidup? Dalam dunia yang terus berubah ini, sunnah bukan sekadar warisan masa lalu---ia adalah cahaya yang menuntun hingga akhir zaman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI