Mohon tunggu...
Zaidan Fikri Ali
Zaidan Fikri Ali Mohon Tunggu... mahasiswa

mahasiswa keperawatan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Break Room, Sebuah Cara Healing atau Malah Destruktif?

28 Desember 2021   07:05 Diperbarui: 28 Desember 2021   07:10 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Punya masalah dengan penyaluran emosi? Bila kesal atau gundah rasanya mungkin ingin merusak atau melampiaskannya pada sesuatu? Break Room di Jakarta menawarkan pengalaman untuk menyalurkan amarah sesuai namanya, untuk merusak barang-barang di dalamnya. 

Break Room buka tiap hari Selasa-Minggu per sesi dengan durasi 30 menit dimulai dari harga Rp 100,000,. untuk satu orangnya. Tersedia beragam barang dari botol, ban, dan kulkas untuk dihancurkan. Sebelum memasukkan ruangan, pengunjung harus menggunakan pelindung kepala, mata, sarung tangan, dan warepack. 

Setelah berada di dalam ruangan tempat menghasilkan barang-barang, pengunjung dapat dengan bebas menghancurkan barang-barang yang diinginkannya melalui alat yang telah disediakan. Lalu apakah cara ini efektif sebagai bentuk penyaluran emosi?

Di era kehidupan modern kita paham betul akan tuntutan yang makin membabi-buta, kadang-kala penat rasanya dan ingin lepas saja. Tekanan yang ada seakan tidak pernah habis, baik dari pekerjaaan, lingkungan, keluarga, atau bahkan diri sendiri. Tidak jarang kondisi tersebut membawa kita ke tahap stress. 

Dalam takaran yang tepat, stress sebenarnya adalahnya hal yang normal. Namun apabila sudah mengganggu kehidupan dan produktivitas, diperlukan coping mechanisme untuk mengatur stress.

Sesuai dengan tren yang sedang viral di media sosial kali ini, Break Room. Menghancurkan barang menjadi tren sebagai bentuk coping, realising, dan healing. Berdasarkan data pengunjung Break Room yang rata-rata merupakan usia produktif, perilaku menghancurkan barang sebagai bentuk melepas emosi ini juga diperkenalkan dari serial TV yang mengglorifikasi hal tersebut. Namun benarkah hal tersebut merupakan cara pelepasan emosi yang tepat?

Setelah menghancurkan barang, seseorang cenderung akan merasa puas, tenang, dan lega. Namun itu hanyalah pelepasan emosi sesaat. Bila terus dilakukan, memiliki kemungkinan untuk mendatangkan perilaku adiktif terhadap sesuatu yang destruktif. Coping mechanisme bersifat dibangun dan dibiasakan, jika seseorang terbiasa melepas stress dengan merusak, maka refleks copingi-nya akan merusak juga.

Bagaimana pun, tindakan merusak merupakan tindakan berbahaya yang jika tidak pada tempatnya akan menimbulkan masalah. Tidak selamanya anda berada di Break Room yang membebaskan anda menghancurkan segala hal di sekitar anda. 

Untuk itu, mekanisme kontrol diri sebagai manajemen stress diperlukan dalam pelepasan masalah emosional. Tidak masalah jika anda ingin mencoba Break Room, namun sadari bahwa itu hanya jalan sesaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun