Mohon tunggu...
Zahira Putri Aminarti
Zahira Putri Aminarti Mohon Tunggu... Universitas Pamulang

Saat ini Saya Sedang Menempuh Pendidikan S1 di Universitas Pamulang Jurusan Akuntansi Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

UMKM Tercekik Pajak? Melihat Keadilah PPH 23 di Tengah Kenaikan Beban Usaha

17 Juni 2025   17:14 Diperbarui: 17 Juni 2025   17:14 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) selama ini dikenal sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM menyumbang lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional. Namun, di balik kontribusi besar itu, UMKM justru kerap menjadi pihak yang paling rentan terhadap perubahan regulasi, termasuk dalam hal perpajakan. 

Salah satu jenis pajak yang belakangan menjadi sorotan adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Pajak ini dikenakan atas penghasilan berupa jasa yang dibayarkan kepada wajib pajak dalam negeri, termasuk UMKM. Meskipun tarifnya "hanya" 2%, beban ini menjadi signifikan ketika pendapatan belum tentu stabil, apalagi dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif seperti saat ini. 

Yang menjadi persoalan utama adalah sifat pemungutannya yang bersifat withholding tax dipotong langsung dari pembayaran bruto sebelum dikurangi biaya operasional. Artinya, UMKM harus menanggung pajak atas penghasilan kotor, bukan atas laba bersih. Padahal, biaya produksi, distribusi, dan operasional lainnya terus meningkat. Kondisi ini tentu menjadi tidak adil, karena UMKM harus tetap membayar pajak bahkan ketika belum tentu memperoleh keuntungan. 

Hal ini bertolak belakang dengan prinsip keadilan pajak, yaitu kesesuaian antara beban pajak dan kemampuan membayar (ability to pay). Keberadaan PPh 23 sering menjadi syarat dalam menjalin kerja sama bisnis, sehingga UMKM terpaksa patuh dalam kondisi yang tidak ideal. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan posisi tawar antara pelaku usaha kecil dengan entitas yang lebih besar. 

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah meninjau ulang kebijakan Perpajakan yang diterapkan untuk UMKM, khususnya PPH 23, agar pajak benar-benar menjadi pendorong, bukan penghambat pertumbuhan ekonomi rakyat. Diperlukan evaluasi atas kebijakan ini, baik melalui penyesuian tarif, penerapan pajak atas laba bersih, maupun insentif bagi UMKM tertentu. Tujuannya agar perpajakan tidak menjadi hambatan, melainkan menjadi instrumen pemberdayaan masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun