Mohon tunggu...
Achmad Muzakky Cholily
Achmad Muzakky Cholily Mohon Tunggu... Pegiat Budaya

Saya mendedikasikan diri untuk menganalisis dan menginterpretasi berbagai ekspresi artistik dan fenomena budaya. Melalui tulisan, saya berupaya membuka wawasan pembaca tentang makna, sejarah, dan nilai yang terkandung dalam karya seni dan tradisi, menjadikannya lebih mudah dipahami dan dihargai oleh khalayak luas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Alunan Nada di Persimpangan Hukum

26 Agustus 2025   13:55 Diperbarui: 26 Agustus 2025   13:55 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Panggung Live Musik di Sebuah Cafe (Sumber: Pinterest)

Suara gitar akustik yang mengalun di warung-warung kopi adalah pemandangan biasa di Jawa Timur, seolah menjadi detak jantung kehidupan sosialnya. Namun, di balik keramaian dan suasana santai itu, kini tersimpan sebuah tegangan. Aturan formal negara mengenai hak cipta mulai bersinggungan dengan praktik budaya dan ekonomi informal yang selama ini menjadi landasan.

Pemicu utamanya adalah Undang-Undang Hak Cipta, yang mewajibkan pembayaran royalti untuk setiap lagu yang digunakan secara komersial. Negara, melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), berupaya menegakkan hak ekonomi para pencipta karya. Di atas kertas, logikanya lurus dan adil: setiap karya intelektual adalah aset yang patut dihargai secara finansial.

Akan tetapi, memandang polemik ini hanya dari kacamata hukum positif akan terasa dangkal. Di sinilah antropologi hukum menawarkan sudut pandang yang lebih kaya, mengajak kita untuk menyelami 'hukum yang hidup' di tengah masyarakat. Pendekatan ini menyadarkan kita bahwa aturan tertulis dari negara sering kali bukanlah satu-satunya 'hukum' yang dipatuhi oleh warga.

Panggung utama dari interaksi ini adalah tradisi cangkrukan. Cangkrukan bukan sekadar nongkrong, melainkan sebuah ruang sosial tempat orang membangun jejaring dan memperkuat rasa kebersamaan (guyub). Musik hidup di warung kopi adalah bahan bakar utama yang membuat suasana cangkrukan menjadi lebih hidup, fungsinya lebih sebagai perekat sosial ketimbang produk dagangan.

Dalam dunia cangkrukan, ada aturan mainnya sendiri. Hubungan antara pemilik warung, musisi, dan pengunjung lebih bersifat personal dan timbal balik, bukan sekadar transaksi jual-beli. Pemilik warung memberi panggung, musisi dibayar langsung di tempat---sering kali ditambah "saweran"---dan pengunjung mendapat hiburan. Keadilan terasa langsung dan nyata bagi semua pihak dalam lingkaran ekonomi mikro ini.

Masalah muncul ketika aturan royalti yang formal dan kaku dari pusat masuk ke ruang yang informal ini. Hukum negara menuntut lisensi dan pembayaran ke lembaga di Jakarta, sebuah konsep yang terasa asing dan berjarak. Hal ini dianggap mengusik tatanan yang selama ini berjalan nyaman berdasarkan saling pengertian.

Suara Musisi dari Kota Satelit

Untuk benar-benar memahami dilema ini, kita perlu mendengar suara dari para musisi itu sendiri, terutama mereka yang menjadi tulang punggung panggung-panggung kecil. Keadilan bagi mereka adalah sesuatu yang konkret, bukan konsep abstrak yang tertera dalam undang-undang.

Perspektif ini paling gamblang kita temukan pada musisi-musisi kafe di Sidoarjo atau Gresik. Daerah-daerah ini sengaja disebut karena peran uniknya sebagai kota satelit yang menyangga kehidupan metropolis Surabaya. Mereka adalah representasi sejati dari denyut nadi musik di level komunitas dan suburban.

Justru di kota-kota inilah panggung-panggung kecil di warung kopi menjadi ruang ekspresi utama. Musisi di Sidoarjo dan Gresik menggantungkan hidupnya dari hubungan personal dengan pemilik usaha. Bagi mereka, keadilan adalah upah yang diterima tunai sesaat setelah pertunjukan usai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun