Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Dampak Positif Kampanye di Kampus

2 September 2022   05:22 Diperbarui: 2 September 2022   08:47 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebijakan kampanye di kampus membawa dampak positif, baik bagi mahasiswa dan pelaku politik (KOMPAS.com/ABBA GABRILIN)

Soal kampanye di kampus, tidak ada regulasi yang secara tegas menyatakan ada larangan. Di UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum hanya disinggung soal penggunaan fasilitas pendidikan. Pada pasal 280 disebutkan bahwa, pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan.

Yang namanya tempat pendidikan kan banyak jenis dan jenjangnya. Bisa pondok pesantren, lembaga pelatihan dan juga termasuk kampus.

Jenjangnya juga demikian, bertingkat. Mulai dari yang tingkat dasar seperti SD dan SMP, yang menengah semacam SMA atau SMK hingga Perguruan Tinggi.

Kalau mengacu pada UU nomor 7 Tahun 2017 diatas, maka kampanye di SD dan SMP-pun seyogianya bukan masalah. Asal tidak menggunakan fasilitas sebagaimana tertera dalam klausul UU tersebut.

Hanya saja, kampanye di lembaga pendidikan tingkat dasar itu rasanya kok janggal sekali. Selain karena memang tidak pantas, kampanye dihadapan anak belum genap usia 17 tahun tegas dilarang. Bisa saja ada kebijakan kampanye di SD atau SMP. Asal pesertanya para wali murid atau masyarakat umum. Namun tetap harus ada izin dari pihak berwenang. Tapi, dari pengalaman yang sudah-sudah, saya belum pernah menemukan ada kampanye di sekolah SD atau SMP. Entah di daerah lain.

Sebaliknya, kalau di Pondok Pesantren atau lembaga tingkat atas, bolehlah. Karena dimungkinkan, umur santri atau siswa dikedua lembaga tersebut sudah ada yang masuk usia 17 tahun atau lebih.

Harap maklum, di pondok pesantren tidak ada batasan usia untuk menjadi santri. Sementara di lembaga pendidikan tingkat atas, sebagian murid diantaranya tentu sudah ada yang memenuhi syarat untuk mencoblos.

Kembali pada topik utama. Pada prinsipnya, kampanye di kampus itu baik. Cuma yang perlu diantisipasi adalah kondusifitas. Jika terlaksana, jangan sampai muncul polemik yang bisa memicu konflik. Apalagi hingga menimbulkan keruwetan dan gesekan diantara para pelaku yang ada didalamnya. Seperti antar pimpinan universitas, mahasiswa dan sesama partai.

Sekarang, apa itu kampanye? Dikutip dari Gramedia Blog, kampanye adalah komunikasi antara satu atau beberapa orang tertentu dengan tujuan untuk memengaruhi banyak orang.

Dalam kampanye, pihak parpol atau calon pemimpin biasanya menyampaikan orasi, janji, dan hasil pemikiran rencana program ke depan dihadapan banyak orang.

Tujuan kampanye hanya satu, yakni memperkuat basis dukungan dan meraih sebanyak mungkin massa pemilih. Sehingga, posisi yang di incar tercapai sesuai target.

Melihat kegiatan semacam itu, sebenarnya kampanye potensial mengandung manfaat. Maka sebaiknya, adanya wacana kampanye di kampus harus disambut sebaik mungkin oleh para mahasiswa. Sebab ada sejumlah hal yang bisa didapat mereka. Yang paling pokok bisa tambah ilmu, wawasan makin luas, banyak alternative elektoral, tidak terkungkung, melek politik dan mepupuk rasa toleransi.

Ilustrasi Kampanye Di Kampus, Foto Dok. Gramedia Blog
Ilustrasi Kampanye Di Kampus, Foto Dok. Gramedia Blog

Sebenarnya, kampanye di kampus tak ubahnya semacam edukasi pengalaman politik dari pihak luar universitas kepada para mahasiswa. Jadi, kalau selama ini hanya dapat teori, dengan adanya kampanye, para mahasiswa bisa merasakan praktek langsung dari pelaku utamanya. Yaitu parpol atau calon.

Apalagi, jika praktek langsung tersebut hingga berbentuk aksi. Cuma, aksi dimaksud tetap tidak boleh melanggar regulasi tentang netralitas kampus sebagai lembaga pendidikan dan mahasiswa sebagai kaum intelektual yang masih berada didalam universitas. Sebab kalau demikian, sama saja menjerumuskan universitas dan mahasiswa ke jurang kontroversi, pertentangan dan pertarungan politik.

Karenanya, peran yang paling pas dimainkan oleh mahasiswa saat ada kampanye di kampus adalah sebagai pengawas. Tapi tugasnya tentu berbeda dibanding Panwas pemilu formal yang ada diluar. Kalau yang ini, bertugas mengawasi proses pemilu dari hulu hingga ke hilir. Sementara yang akan diawasi oleh mahasiswa, cukup kegiatan sekitar pelaksanaan kampanye di internal kampus mulai dari awal hingga selesai.

Misal mengidentifikasi adanya potensi pelanggaran dari segi isi kampanye, materi orasi politikus dan kepatuhan parpol pada regulasi tentang kampanye di lembaga pendidikan. Hasil yang didapat, kemudian dapat dibawa kedalam diskusi kelas sebagai perbandingan dengan materi kuliah. Bukan hanya untuk mahasiswa kelas jurusan politik, tapi juga bagi yang lain.

Ya meskipun tentu hasil pengawasan tersebut memang lebih mengena terhadap jurusan politik. Tapi bukan berarti tak berguna bagi mahasiswa lain. Paling tidak, bagi jurusan nonpolitik dapat dijadikan bekal kelak, ketika sudah terjun ke tengah masyarakat saat pemilu tiba. Siapa tahu, akan terlibat sebagai Panwas. Baik tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi atau bahkan pusat.

Itulah dampak positif adanya kampanye di kampus. Tentu masih ada yang lain. Namun hal-hal diatas setidaknya cukup memberi gambaran, bahwa dengan kampanye dikampus, para mahasiswa bisa mendapat tambahan ilmu secara utuh. Selain sudah sering ketemu dengan berbagai teori di ruang kelas seperti dialami selama ini, mereka sekaligus juga akan berjumpa dengan pengalaman riil yang sebenarnya dan biasanya hanya ada diluar kelas.

Sebaliknya, dampak positif juga akan dialami oleh para pelaku politik. Dengan kampanye di kampus, yang merupakan tempat pergulatan intelektual dan wadah menimba ilmu tingkat tinggi, dapat dijadikan arena untuk mengasah kemampuan orasi dan menguji program yang telah diputuskan oleh partai atau calon.

Siapa tahu, ada feedback dari pihak kampus atau mahasiswa yang berupa masukan-masukan baru, guna memperkaya visi-misi yang sudah ada sebelumnya, untuk kemudian disandingkan dengan vox pop atau suara rakyat di bawah. Ini jelas menguntungkan sekali bagi parpol dan calon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun