Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Batal Menikah

2 Maret 2011   10:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:08 9788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1298549678245561937

Aku manyun saja di poskamling. Kupikir, lebih baik aku menghuni poskamling ini saja. Tidur di sini saja. Di rumah, aku malah mimpi buruk. Mimpi menikah sama Fina. Padahal, jelas-jelas aku tidak mencintainya. Papiku yang menjodohkanku dengan Fina. Diam-diam papi dan Pak Brojo saling sepakat untuk menjodohkan kami.

Fina sebenarnya gadis baik. Penurut dan tidak neko-neko. Alim dan cewek rumahan. Tapi justru itu yang terkadang membuatku tidak menyukainya. Aku suka cewek yang suka hang out. Bengal tapi bandel. Liar tapi mandiri. Punya prinsip dan tak pernah mau kalah jika kemauannya diganggu. Tapi juga manis dan sedikit genit. Itu tipe cewekku. Melekat semuanya di jasad Retno. Retno Ketawang Candra Dewi.

**

Di poskamling, aku bertemu Pak Gambir, hansip kampung.

“Ngapain tidur di sini, mas..?” tanya Pak Gambir santai aja.

“Di rumah mimpi buruk pak..” jawabku kemudian.

“Mimpi apa??”

“Mimpi kawin..”

“Hah!! Apa? Mimpi kawin? Itu pertanda buruk..”

“Pertanda apa pak?”

“Pertanda mau digigit ular.”

“Lhoh??”

“Berlaku hukum kebalikan di tafsir mimpi..”

“Jadi?”

“Jadi ya jika mimpi digigit ular itu pertanda mau kawin, maka mimpi kawin.. itu pertanda akan digigit ular..”

“Halah!!”

**

Dan malapetaka memang terjadi beberapa minggu yang lalu. Ketika itu, mungkin saja papi dan Pak Brojo sengaja untuk membuat aku dan Fina keluyuran berdua hingga aku harus menemani Fina di sebuah kafe. Pada saat yang sama, Retno muncul dan melihat kami berdua. Maka, tak ada waktu lagi untuk menerangkan apa yang terjadi kepada Retno. Dan kupikir, Retno memang telah bertemu dengan Fina dan mungkin menanyakan apa saja. Sedangkan Fina, apapun yang dikatakannya tentu tidak begitu benar. Aku suka bersahabat dengan dia, tapi tidak untuk status pacar. Biarlah Fina mendapatkan yang terbaik, tapi bukan aku. Aku tak bisa memaksakan diri tentunya.

Akhirnya, hape Retno tak bisa kuhubungi, karena mungkin saja kontakku telah dihapusnya dan ia memblokirnya. Tak ada kata maaf untuk cowok seperti aku yang mencoba bermain api. Retno tak mungkin bisa disamakan dengan Fina. Menurutku, Retno bukan tipe perempuan yang mudah memaafkan, atau setidaknya mudah kudapatkan kembali. Dan ini yang membuatku harus rela bingung dan pusing. Tapi Pak Gambir, si hansip kampung itu benar-benar hebat. Dia menjadi teman curhatku sekarang ini.

**

“Datangi saja dia. Mungkin dia marah, tapi kupikir.. mana ada cewek yang gak mau sama sampean..” celetuk Pak Gambir menghiburku.

“Tapi Retno beda Pak. Dia bukan cewek biasa yang mudah diajak berdamai dan dirayu ba bi bu..” jawabku santai.

“Halah.. wanita mah sama aja..”

“Iya to Pak..?”

“Coba aja..”

Pak Gambir begitu optimis dan mendorongku. Sempat aku termotivasi dengan ini, dan kupikir, tak ada sesuatu yang tak bisa dicoba. Aku harus menemui Retno.

**

Sehabis maghrib, aku mengetuk pintu rumah Retno. Pintu itupun terbuka, dan Retno memang membuka pintu. Tapi ia tak bicara sama sekali, dan matanya tajam menatapku. Tiba-tiba.. tangannya yang bertelapak halus itu menampar pipi kiriku. PLAKKKKK!!!! Keras sekali. Aduuuuhhh.. lumayan juga rasanya.

**

Aku sempat kaget. Aku masih diam, dan begitu pula Retno. Dia akan menutup pintu, tapi tiba-tiba tidak jadi karena maminya keluar dari ruang belakang dan melihatku.

“Oooh.. nak Joe.. ayo masuk.. “ teriak mami Retno dari dalam. “Gimana sih.. kok tidak disilakan masuk..”

Retno ngeloyor pergi ke belakang dan tetap tanpa mengucap sepatah katapun. Mami Retno segera membuka pintu ruang tamu itu lebar-lebar dan mempersilakan aku masuk. Yaah.. benar apa yang kukhawatirkan. Retno sangat marah kayaknya. Dan untuk tipe cewek seperti dia, tak begitu mudah untuk meluluhkan hatinya lagi.

“Mm.. saya pulang saja, bu..” aku memohon diri kepada mami Retno.

“Lhoh.. kok pulang?? Bukannya mau ngajak Retno keluar?” tanya mami Retno.

“Tidak bu.. tadi cuman mau bicara sedikit aja.. tapi Retno tidak mau bertemu saya.. nggak mood kayaknya..”

“Lhoh.. piye to iki.. Retnooooooo!!!”

Mami Retno memanggil anaknya keras-keras tapi tak ada jawaban dari dalam.

**

Mendapatkan kejadian seperti ini, kiranya aku harus mengambil langkah pintas. Retno tak mungkin memaafkanku kecuali aku mengambil langkah ini. Aku mempunyai kalimat terakhir yang akan membuatnya bicara atau setidaknya membuat dia merenungkan kembali hubungan kami.

“Begini bu. Mungkin ibu bisa membujuk Retno untuk mau bicara dengan saya??” aku berharap kepada mami Retno.

“Sebentar ya.. akan ibu coba..” jawab mami Retno kemudian.

**

Retno akhirnya keluar dan tetap seperti semula, tak mempersilakan aku masuk ruang tamunya. Ia memilih untuk menemuiku di depan pintu saja.

Kini saatnya aku bicara.

“Sepertinya memang aku tak punya kesempatan lagi untuk membela diri kecuali detik ini. Apapun yang terjadi, kamu keliru dengan Fina. Dia hanya sahabatku saja.. tak lebih. Tapi kalau kamu tetap tak ingin bersamaku lagi, aku juga tak akan memaksamu. Jika hatimu tidak tertutup untukku, aku akan melamarmu sekarang juga. Aku akan menemui ibumu, dan meminta ibumu merelakan anak gadisnya kunikahi. Tapi kalau kamu tak pernah membuka hatimu kembali.. maka aku juga tak akan memaksakan diri. Aku tahu, perasaanku kepadamu tak mungkin berubah. Tapi jika kamu tak segera memberi kabar kepadaku, maka memang kuanggap semuanya sudah selesai. Selamat malam..”

Aku mundur sejengkal, dan segera kulangkahkan kakiku secepat mungkin dari rumah Retno. Aku tahu kalimat terakhirku adalah gertakan untuknya. Jika dia tak mau kehilangan diriku, pasti dia akan meneleponku. Pasti!!!

**

Tak kusangka, sepertinya Retno takkan mau kehilangan diriku. Beberapa saat kemudian, nomornya muncul di hapeku. Dia mengirim sms.

I’m sorry for PLAKKK!! I need u back.

segera kujawab.

I never left.

Tegas, tidak lebay, dan membuat jantungku berpacu. Itulah Retno. Cewek yang paling berkarakter yang pernah kukenal.

Hhhh.. [ ]

Salam Kompasiana,

Catatan : Seperti biasanya, salam manis untuk cewek2 penghuni Kompasiana.. HEhehe..

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun