Tiga bangku batu dari andesit yang kini berjajar di alun- alun Tugu Malang adalah bentuk nyata penghormatan dan cinta keluarga ini. Batu yang dipesan khusus dari kawasan Borobudur, Yogyakarta (2016) ini menjadi saksi bisu bagaimana sejarah personal bisa melebur dalam ruang publik.
Pertemuan tak terduga antara Wim Oosterhuis dan Bapak Tjahjana Indra Kusuma, yang difasilitasi lewat jejaring sosial dan kontak seorang rekan jurnalis, menjadi jembatan antara masa lalu dan kini. Dari secangkir kopi, terkuaklah kembali mozaik sejarah yang sempat terpendam, sebuah kisah keluarga yang menjadi bagian dari sejarah kota Malang.
Menjaga Ingatan, Merawat Sejarah
Bangku Kenangan Tonko Oosterhuis bukan sekadar penghormatan pada satu nama, melainkan pengingat bahwa sejarah kota dibentuk oleh narasi-narasi kecil yang terkadang terlupakan. Melalui perjumpaan dengan keluarga Oosterhuis, generasi kini diajak menyelami lapisan sejarah yang lebih manusiawi, tentang kehilangan, keberanian, dan cinta pada sebuah tempat yang mereka sebut rumah.
Terima kasih kepada Wim Oosterhuis atas kesediaannya berbagi, dan kepada Luiz Wilson, kemenakan dari garis ibu Aletta Toepa, yang turut membuka kembali pintu-pintu kenangan keluarga ini melalui Bapak Tjahjana Indra Kusuma. Semoga kisah ini memperkaya wawasan kita akan sejarah Malang dan jejak antarbangsa yang membentuknya. Salam Lestari! (Yy)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI