Mohon tunggu...
YUSWAN WIJAYA
YUSWAN WIJAYA Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di Cilacap, sekarang tinggal di Purwokerto.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memahami Pedagang Kaki Lima

14 Agustus 2013   12:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:19 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Pemerintah Republik Indonesia yang sedang gencar menata  wilayah sebagai pelaksanaan tugas yang diembannya, maka dengan merelokasi PKL ke suatu wilayah yang bukan jalan umum sebagai kawasan lintas manusia sebenarnya merupakan langkah mengubah status mereka dari Pedagang Kaki Lima ( PKL)  menjadi Pedagang menetap di lokasi barunya. Jadi hilang status sosialnya sebagai PKL  berganti dengan status sosial baru yang berlaku di tempat barunya.

Terlepas dari Pro dan Kontra yang muncul adalah sangat bijaksana manakala semua mau mengambil hikmah dari keberadaan PKL dan upaya pembinaannya. Selama posisi PKL masih murni berasal dari masyarakat pemilik modal kecil sebenarnya tak akan mengganggu lingkungan.  Sementara jika upaya pembinaan terhadap PKL masih murni dengan i'tikad meningkatkan kesejahteraan mereka  saya yakin  kebijakannya dapat diterima oleh PKL.

Pemerintah dan masyarakat  perlu menyadari bahwa keberadaan PKL di suatu tempat harus disyukuri karena diyakini dapat merupakan indikasi  cikal bakal lahirnya sentra ekonomi di wilayah tersebut.  Sementara para pedagang juga harus beryuklur  dan  memiliki kesadaran bahwa kebijakan Pemerintah dan tuntutan masyarakat tidak lain sebagai langkah pembinaan menuju terciptanya kawasan yang mampu meningkatkan kesejahteraan umum, termasuk dirinya selaku PKL.

Oleh karena itu,  sudah saatnya yang merasa dirinya sebagai PKL  mari kita sadari bahwa  nama yang disandang sebagai PKL adalah anugrah yang perlu kita syukuri dengan jalan kembali ke fitrahnya sebagai PKL. Sebagai PKL  yang tidak tergantung kepada pemilik modal besar itu fitrah PKL, karena status PKL  bukan buruh atau pekerja melainkan wiraswasta. Sedangkan bagi mereka  yang bekerja hanya menjualkan barang milik pemodal  dia bukan berstatus sebagai PKL, melainkan sebagai buruh atau pekerja.

Sementara bagi yang merasa berposisi sebagai pembina mari kita niatkan langkah atau kebijakan kita tidak lain dalam rangka meningkatkan kesejahteraan PKL. Langkah sederhana yang bisa diambil salah satunya dengan menginfentarisir siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai PKL dan siapa yang bukan PKL.  Setelah itu baru upaya memisah mereka. Setelah terpisah buatlah program sesuai kareteristik  masing-masing kelompok.

Apabila Pemerintah merasa berkewajiban membina mereka yang tergolong sebagai PKL  maka bimbinglah mereka untuk tetap melaksanakan aktifitasnya dengan baik. Sementara bagi yang tergolong sebagai buruh atau pekerja, adakan pembinaan kepada pemilik modalnya baru pekerjanya. Pendekatannya disesuaikan dengan kondisi setempat.

Demikian semoga dapat dijadikan renungan di bulan Syawal ini.

Teriring salam hormat dari ku : Yuswan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun