Beban berat dipundak Ku, nyatanya mampu Aku jalani dengan penuh kegigihan. Rasa bersyukur selalu Aku jadikan pemompa semangat Ku dalam menjalani kehidupan ini. Apalagi sorot mata dan raut wajah ketiga matahari Ku selalu menjadi pencerah dan penunjuk jalan bagi Ku dalam mengais rejeki halal. Hidup terasa santai, nyaman, dan benar-benar berguna bagi keluarga maupun orang-orang di sekitar kehidupan Ku.
Kehidupan yang Aku jalani sehari-hari, kini rasanya kian menantang. Sejak matahari kecil Ku kian pandai berceloteh. Apalagi ketika dirinya berkomunikasi, bahasa yang digunakan terasa lugas, komunikatif, sekaligus lucu lagi menjengkelkan. Ya, itulah peringai putri Ku yang ketiga. Kecerdasan yang dimilikinya secara genetika, mampu menjadikannya anak kecil yang berwawasan dan penuh kata-kata saat mendeskripsikan keadaan disekitarnya.
Salah satu celotehnya, terasa langsung menancap dalam pikiran dan hatiku. Aura wajahnya begitu serius tetapi memelas. Kata-katanya sederhana tapi penuh makna. Bahkan tak kan terpikirkan siapa pun, bila anak belum genap usia enam tahun itu, nyatanya mampu mengatakan sesuatu yang teramat sangat bermakna.
"Ayah, kok pulang terlambat?" tanya si matahari kecil Ku.
"Iya, sayang. Ayah lagi banyak kerjaan di sekolah," jawab Ku ringan seraya melepas helm Ku.
"Lho, Ayah tidak mandi ya?" tanyanya lagi.
"Mandi, lha! Memang, kenapa Adik tanya gitu?" jawabku serius.
"Nah, itu. Baju Ayah masih tetap baju kemarin. Berarti Ayah tidak mandi, dong!" kilahnya memojokkan Ku.
"Oh, Ayah memang lupa tidak ganti baju. Tadi pagi buru-buru nyelesaikan pekerjaan bos Ayah," jawab Ku mencoba menghindar sambil tersenyum.
Matahari kecil Ku tak berkata lagi. Buru-buru dia mengambil bungkusan plastik yang berisi kue pesanannya. Aku pun sontak menggendongnya dan mengajak masuk rumah. Sementara istri Ku hanya memandangi sambil tersenyum. Sebab, sedari tadi dirinya menyaksikan perbincangan Ku dengan si kecil.