Pasca pengumuman hasil pemilu, tepat nya 22 Mei 2019 ratusan massa berkumpul di depan Bawaslu. Aksi massa tersebut bertujuan  memprotes hasil pemilu yang diumumkan oleh KPU. Aksi massa yang awalnya berjalan damai, berganti menjadi kerusuhan.  Massa merusak fasilitas umum di sekitarnya. Puncaknya, aksi brutal oleh massa ke arah polisi dibalas dengan tembakan yang mengakibatkan enam orang meninggal dunia.
Pemerintah Indonesia lantas bersikap  tanggap untuk meredakan kerusuhan. Kebijakan paling fenomenal adalah memblokir beberapa fitur di media sosial. Alasannya, untuk meminimalisir penyebaran foto dan video hoax yang akan menyebabkan kerusuhan bertambah parah. Selama beberapa hari, aktifitas medsos warga terganggu. Sebenarnya, perlukah kebijakan tersebut dan apa tujuan dari pembatasan medsos?
Pembatasan media sosial pada dasarnya telah melanggar hak warga untuk memperoleh informasi dan menyebarkan informasi. Melanggar UUD pasal 28E point 3 dan pasal 28F. Lalu kenapa pemerintah membuat kebijakan yang tumpang tindih dan bahkan melanggar dasar negara? Ada apakah sebenarnya? Saya belum pernah mendengar sebuah negara membatasi medsos kecuali hal ini terjadi di negara- negara anti demokrasi. Korea Utara, Syiria dan Kuba adalah sebagian negara diktator yang pernah menerapkan hal sama, alasan mereka pun sama. Nah, dari mana pemerintah mendapat ide tersebut? Jelas dari negara- negara anti demokratis.Â
Media sosial bukan lah pemantik dan penyebab meluasnya sebuah kerusuhan. Peristiwa Mei 1998 bukan disebabkan oleh media sosial. Para pejuang perang melawan Belanda dan rusuh dimana mana, bukan disebabkan oleh media sosial. Jadi alasan pemerintah tersebut sangatlah mengada-ada. Lalu apa yang seharusnya dilakukan untuk mengantisipasi hoax? Edukasi, edukasi, edukasi. Mengedukasi masyarakat untuk selalu cek dan re cek dan jangan menyebarkan hoax.Â
Sebagai contoh, seandainya ada kasus sebuah wilayah terkena wabah penyakit, yang harus dilakukan adalah mengedukasi warga untuk hidup sehat, memberikan vaksin, menyiapkan bantuan medis. Bukan membunuhi warganya. Itulah yang dilakukan oleh pemerintah kemarin, daripada melakukan tindakan antisipasi dengan mengedukasi masyarakat untuk tidak terjebak hoax, rupanya pemerintah lebih memilih menutup akses media sosial. Sudah saat nya Indonesia memiliki kebebasan berpendapat dan kebebasan media. Tanpa ada rasa takut ancaman hukuman penjara atau denda, tanpa adanya persekusi, tanpa ada sensor dan pemblokiran media. Sebab satu -satu nya cara efektif untuk memperbaiki permasalahan bangsa ini adalah dengan adanya kebebasan berpendapat dan kebebasan media.