Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Seorang Menteri Nekad Korupsi, Apakah Gajinya Kurang?

29 November 2020   14:39 Diperbarui: 29 November 2020   14:52 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

I. Menteri kena OTT-KPK

Baru setahun menjadi menteri KKP dalam gerbong Kabinet Indonesia Maju nya Presiden Jokowi dan Ma'aruf Amin, Eddy Prabowo terpaksa harus berhenti secara memelas dan tragis, kena OTT KPK langsung ditetapkan sebabagai tersangka dan pindah penginapan masuk "hotel prodeo" nya KPK. 

Apa mau dikata bagi petinggi Gerindra ini. Dibilang kasihan boleh juga. Atau mau dibilang apes karena keburu ketangkap, bisa juga. Tetapi, saya lebih suka mengatakan sebagai "orang nekad". Orang nekad yang tidak bijak, mungkin tidak pandai atau tidak tahu diri. Atau dia lupa diri bahwa dia adalah seorang menteri, pejabat negara.

Sebab, bila dia tahu diri, mengerti apa artinya jabatan menteri, maka seharusnya  dia tidak akan kena OTT KPK. Seharusnya dia tidak melakukan hal yang paling tercela dalam posisi pejabat negara yang mengurus kepentingan rakyat, bangsa dan negeri Indonesia ini. 

Lebih menggelikan lagi, karena si menteri Eddy ini terjebak OTT karena belanja  barang-barang super mewah yang dicurigai dari uang korupsi karena jabatan menteri nya. Harian umum Kompas Minggu 29 November 2020, di halaman 2 mencatat barang-barang super mewah yang disita oleh KPK setibanya Eddy Prabowo dan istrinya dengan sejumlah orang lain. 

Ada tas Hermes, baju Old Navy, jam tangan Rolex, jam Jacob n Co, tas koper Tumi, koper LV (Louis Vuitton), sepatu LV, dan sepeda road-bike merek specialized S-Works. Yang dibeberapa media memperkirakan harga bawaan ini sekitar Rp 750 jutaan. Dan bersama sang istri mereka belanja barang-barang mewah ini di Honolulu, Amerika Serikat sekitar tanggal 21-23 November 2020.

https://pojoknews.pikiran-rakyat.com/peristiwa/pr-721024855/sepeda-mewah-edhy-prabowo-yang-dibeli-di-amerika-serikat-seharga-ratusan-juta-ikut-disita-kpk
https://pojoknews.pikiran-rakyat.com/peristiwa/pr-721024855/sepeda-mewah-edhy-prabowo-yang-dibeli-di-amerika-serikat-seharga-ratusan-juta-ikut-disita-kpk
Sangat menarik, karena belanjaan barang-barang mewah ini merupakan bagian dari dana sebesar 3,5 miliar rupiah yang ditarnsfer oleh pihak swasta untuk keperluan Eddy Prabowo dan si istri bahkan juga keperluan dari staff khusus dari Menteri KPP.

II. Menteri Korupsi?

Pertanyaan yang mengganggu nalar publik adalah mengapa seseorang pejabat negara, bahkan sekaliber seorang menteri harus "nekad" korupsi"? Apakah gaji dan seluruh fasilitas yang disediakan oleh negara masih kurang?

Mungkin pertanyaan ini tidak ada gunanya untuk dijawab, apalagi diperdebatkan. Karena, kuatir akan menjadi lingkaran setan tiada berujung. Dan malah keluar dari konteks jiwa persoalan yang ada.

Lha, seorang menteri itu, kan pembantu dan tangan kangan Presiden, sang kepala negara dan kepala pemerintahan satu republik ini. Segala sesuatu ada dalam genggaman kendali sang RI-1. Dan disampingnya, kuasa itu ada di tangan para menterinya. Jadi, harusnya, segala kebutuhan sang menteri, juga kebutuhan RI-1 dan RI-2 dipastikan dijamin oleh negara ini.

Adakah yang tidak dijamin dan dipenuhi oleh negara akan kebutuhan sang menteri dan kebutuhan kelurganya? Logika publik, rasanya tak ada lagi. Mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Mulai dari kebutuhan kini, sampai kebutuhan diujung kehidupannya. Ya, ada pensiun dan ada sejumlah jaminan lainnya yang tersedia bagi mereka.

Jangan protes, mengapa harus dipenuhi semua. Sebab, merekalah yang mengelola negeri ini, menjalankan roda republik ini selama 24 jam non stop. Demi kebaikan, kesejahteraan dan kedamaian serta masa depan masyarakat dan bangsa ini. Bahkan mereka sendiri ikut menentukan apa yang menjadi kebutuhan utama mereka agar dalam menjalankan tupoksinya bagi negeri ini tidak terganggu.

Jadi, mengapa menteri Eddy Prabowo nekad melakukan sesuatu yang merusak moral dan akhlaknya sendiri? Lha, dia sendiri seakan mencuri dari dalam rumahnya sendiri. Bukankah dia seorang pemilik negeri ini. Jadi harusnya tidak perlu korupsi, kan!?

III. Korupsi, Moral Rusak.

Bila dilancak dari latar belakang Eddy Prabowo, harusnya dia tidak perlu melakukan perbuatan tercela sebagai menteri, berkorupsi ria. Ada latar belakang bisnis atau penguasaha, bahkan dikabarkan juga kalau sang istri menteri ini juga salah satu penghuni "senayan" sebagai anggota legislatif di salah satu partai politik.

Dengan latar belakang ini, secara logika publik, tidak berkekurangan dan bahkan mungkin berlebih dan melimpah segala macam kebutuhan yang diinginkan.

Kalau demikian, mengapa harus nekad untuk korupsi dengan jabatan terhormat sebagai pejabat pemerintahan dan kepercayaan orang nomor satu negeri ini, Joko Widodo ?

Salah satu hal yang bisa dipakai untuk menjelaskan fenomena ini adalah dari sisi moral dan akhlak. Seorang pejabat negara yang memiliki moral dan akhlak yang tinggi, harusnya tidak melakukan korupsi. Dan kalau akhirnya dia melakukan korupsi maka akhlak dan moralnya sangat rendah. Dan orang moralnya rendah, sama saja dengan "penjahat", "pencuri", "maling" dan sejenisnya. Dan kalau ketahuan maka pasti tempatnya adalah "hotel prodeo".

Kalau dia sadar, dan memahami kesalahannya, dan bertobat dia, maka moralnya masih lumayan bagus. Tetapi bila tidak menyadari bejatnya kelakuannya itu, apalagi tidak mau berubah dan masih memiliki pembelaan terhadap perilaku korupsinya, maka ini namanya tidak memiliki moral. Orang seperti ini akan menjadi sumber kerusakan sebuah sistem organisasi dimana saja mereka berada.

Ada sejumlah hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali orang yang berubah setelah melakukan kejahatan untuk tidak melakukannya. Angkanya mungkin disekitar 10%. Artinya 90% nya masih kuat keinginannya untuk melakukan perbuatan yang sama.

Bila setuju dengan hasil penelitian ini, maka harusnya mereka yang sudah melakukan kejahatan publik itu tidak boleh ada lagi tempatnya di dalam sistem kepentingan publik. Kalau tidak maka mereka akan menduplikasi diri semakin banyak dan semakin liar.

Yupiter Gulo, 29 November 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun