Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

OTT Wali Kota Medan akan Menjadi OTT Terakhir KPK?

17 Oktober 2019   16:49 Diperbarui: 17 Oktober 2019   21:45 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://kabar24.bisnis.com/read/20191017/16/1160111/ini-kekayaan-wali-kota-medan-tengku-dzulmi-eldin-yang-terjaring-ott-kpk

Pertanyaan ini menjadi kunci isu hiruk pikuk tentang revisi UU KPK, sebab mulai hari ini KPK tidak lagi mudah untuk melakukan operasi tangkap tangan yang dicurigai sedang melakukan praktek korupsi dalam bentuk suap-menyuap.

Setuju atau tidak setuju mulai hari ini UU KPK yang merupakan hasil revisi efektif berlaku setelah melewati 30 hari sejak disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September 2019 yang lalu. Kenyataannya, memang Presiden Jokowi masih belum menandatangani revisi UU KPK tersebut. Jadi, karena sudah melewati batas waktu, secara otomatis dianggap berlaku.

Dan dengan demikian, maka kegiatan yang dilakukan oleh KPK harus mengikuti UU KPK yang baru itu. Termasuk di dalamnya senjata pamungkas KPK selama ini yaitu OTT.

Selama ini publik memahami salah satu kewenangan yang dilakukan langsung oleh KPK adalah melakukan penyadapan langsung pada oknum-oknum yang dicurigai dan diincar sedang melakukan praktek suap-menyuap. Dan dengan demikian mereka bisa melakukan OTT yang sangat ditakuti oleh para koruptor hingga sekarang.

Dilansir melalui berita daring voaindonesia.com dikatakan oleh Zaenur Rohman, seorang Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) bahwa kewenangan penyadapan oleh KPK tidak semudah sekarang karena harus melalui persetujuan Dewan Pengawas KPK sebagai perubahan struktur organisasi KPK yang baru.

"OTT terhadap kepala daerah menunjukkan bahwa kewenangan penyadapan KPK itu yang paling efektif untuk mengungkap perkara korupsi dalam bentuk suap. Suap susah dibongkar karena para pihak saling melindungi dan menutupi, dengan penyadapan maka kasus suap itu bisa dibongkar," tambah Zaenuri.

"Setelah berlaku, KPK tidak lagi bisa melakukan penyadapan karena belum dibentuk dewan pengawas. Jadi setelah diberlakukan UU KPK, mereka tidak bisa melakukan penyadapan hingga dibentuk dewan pengawas. Nanti mereka (KPK) harus meminta izin kepada dewan pengawas untuk melakukan penyadapan. Ini otomatis akan mempersulit pengungkapan kasus korupsi," jelas Zaenuri.

Nampaknya, bagian ini yang direvisi dalam UU KPK yang baru dengan memebentuk Dewan Pengawas yang mengontrol Pimpinan KPK dalam melakukan penyadapan. Artinya, kalau ada rencana KPK melakukan penyadapan maka harus minta izin dari Dewan Pengawas. Kalau diizinkan baru dilaksanakan, dan kalau tidak, maka tidak boleh.

Publik mencurigai revisi dengan membentuk Dewan Pengawas ini sebagai titik pelemahan dari organisasi KPK. Dan dengan demikian, sangat mungkin, tidak aka nada lagi OTT yang selama ini mampu menjerat, menagkap dan menjebloskan dalam penjara para oknum-oknum koruptor.

Oleh karenanya, maka OTT yang dilakukan oleh KPK terhadap Wali Kota Medan, sangat mungkin merupakan Operasi Tangkap Tangan terakhir yang dilakukan oleh KPK. Terutama KPK yang sekarang sedang bekerja dan akan berakhir periode kepemimpinan mereka pada bulan Desember 2019. Akan diteruskan oleh Pimpinan KPK yang baru dipilih oleh DPR.

Belakangan ini, Pimpinan KPK gencar melakukan OTT terhadap beberapa Kepala daerah, mulai dari Bupati Indramayu hingga yang terakhir Wali Kota Medan. Seakan Pimpinan KPK berkejaran dengan waktu untuk melakukan yang terbaik pada sisa periode mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun