Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Buzzer, Propagandist, Influencer, dan Panggung Politik

13 Oktober 2019   18:50 Diperbarui: 13 Oktober 2019   19:03 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.radarcirebon.com/ketemu-jokowi-prabowo-di-indonesia-nggak-ada-koalisi.html

Terminologi buzzer saat ini telah menjadi sebuah pengikat modus komunikasi yang sangat intens di media sosial. Artinya pusaran dinamika aktifitas berada dalam istilah buzzer. Dan karenanya, buzzer sudah menjadi campur aduk urusan propaganda, sharing, influncer, dan menjadi pemberi warna kencang dalam panggung politik di negeri ini.

Menjadi sangat menarik dicermati, karena bagi yang tidak memiliki pemahaman dasar tentang komunikasi, komunikasi publik, dipastikan akan menjadi bingung tidak karuan. Tidak bisa membedakan mana yang penting dan mana tidak. Mana urusan sosial, dan mana urusan politik, dan bisnis.

Menarik, karena banyak orang sekedar ikut-ikutan saja, tanpa mengerti arah dan juntrungan komunikasi yang terjadinya. Jadinya ya buzzers..penuh kebisingan dan kekacauan.

Dalam pelatihan Public Speaking diajarkan agar jika akan berbicara di depan khalayak haruslah tenang, menguasai keadaan, sehingga yang akan disampaikan lancar dan jelas.

Hal demikian pasti juga menjadi latihan bagi seorang wartawan radio atau lebih banyak sekarang profesi TV reporter, dimana seorang yang memberikan pandangan mata dan laporan suatu peristiwa real time agar dapat lancar melaporkannya.

Namun, tidak semua orang dapat lancar berbicara, apalagi melaporkan peristiwa langsung ditempat kejadian yang sering terganggu kebisingan atau hebohnya peristiwa masih berlangsung.

Sandungan umum yang sering sebenarnya tidak ingin terjadi keluar dari ucapan adalah "OK" - "yang mana"- sering masih terselip, juga buzz words seperti: "anu" -"maksud saya" - "ehh...ehh" - "apa itu";  ditambah beberapa jargon dan akronim, seperti misalnya berkali-kali diulang kata "sosmed" atau kata "event" (yang salah ucapannya).

Jargon teknis kedokteran sering terucap oleh dokter atau ahli kesehatan, pada waktu konperensi pers ataupun pidato yang tentunya diharapkan diberi penjelasannya secara singkat.

Dalam ilmu hukum sangat terkenal jargon yang berasal dari bahasa Belanda, seperti "in kracht" - "civielrecht" serta "privatrecht".

Dalam pembicaraan, pertemuan atau pidato ilmiah suatu bidang keahlian tertentu, istilah teknis tidak menjadi halangan bila "audience" peserta/hadirin homogen, mereka menguasai ilmu yang sama.

Pengertian "buzz words" sudah lama kita maklumi, namun akhir-akhir ini lebih sering kita baca dan ikuti istilah "buzzer" sebagai pelaku, pelaku ikut mendengungkan berita yang didengar atau didapatnya di gawai media sosial; pelaku meneruskan "menyiarkan  sharing" - "mempopulerkan" bahkan dihubungkan sebagai "mempengaruhi"; sedang dalam ilmu komunikasi politik "mempengaruhi" lebih dikenal sebagai orang atau suatu organisasi sebagai "influencer".

Dalam ilmu komunikasi politik "influencer" lebih keras dihubungkan dengan "propagandist" yang suka mempropagandakan suatu ide atau masalah.

Buzzer dalam istilah periklanan dapat dikaitkan sebagai memanipulasi ataupun untuk lebih positifnya mengoptimalisasi kehebatan atau kegunaan barang atau merek (brand) yang diiklankan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ada perhitungan tayangan minimum atau paparan minimum agar segmentasi target market atau lebih tepat target audience-nya mendengar, membaca melihat suatu pesan iklan, baik melalui visualisasi maupun melalui kata-tata yang disebut "tag-line" dan tentu melalui audio  baik berupa ucapan ataupun nyanyian lantunan lagu.

Banyak contoh "tag-line" yang karena seseorang sering terpapar oleh iklan tersebut maka secara tidak sadar "hallo effect" mengiang-ngiang dalam otak seseorang; satu contoh saja: iklan suatu merek air mineral kemasan: "Seperti ada manis-manisnya!"

Suatu iklan yang berhasil akan menimbulkan "Hallo Effect" yang juga diharapkan dalam suatu kampanye public relations sehingga dapat menimbulkan "citra pantulan" yang menggugah nalar dan pengertian terhadap suatu makna program yang sedang dikampanyekan.

Namun dalam ilmu komunikasi politik diajarkan agar tidak terjebak dalam "Hallo Effect" kampanye politik, karena dapat menimbulkan persepsi pribadi para politisi yang bukan citra partai atau rancangan politis sebenarnya.

"Hallo Effect" dalam bahasa Jawa yang secara umum juga diterima dalam bahasa Indonesia sama seperti "gethok tular" dalam bahasa internasional dikenal sebagai "word of mouth". Cara penyampaian pesan melalui mulut ke mulut dianggap suatu cara sangat efektif. Namun dalam era digital dan industry 4.0 cara demikian tidak efisien.

Faham kekinian: cara melalui "buzzer" merupakan cara paling efektif.

Berikut bacalah berita dari internet yang sudah di "sharing" melalui berjuta media sosial, yang dikutip disini dalam bahasa aslinya:

JAKARTA (Reuters) -- Almost every day, "Janda", a self-described Indonesian housewife with 2,000 Twitter followers, dispenses lifestyle tips, complains about city life, and praises how the government of President Joko Widodo has improved her life as a young mother.

But Janda the housewife does not exist. The Twitter account's real owner is an unmarried middle-aged man who offers political social media services backing Widodo's re-election campaign. 

He is a leader of one of the many so called "buzzer" teams, named for the social media buzz such groups aim to create, that have sprung up in Indonesia ahead of the presidential election next month in the world's third-largest democracy.

Berita dari laman lain di internet mendiskusikan bahwa kampanye demikian merupakan usaha buzzer melalui twitter yang sudah melampaui banyaknya pengguna dan pembaca face book. Bagi Badan Cyber di Indonesia menjadikan pekerjaan ekstra ketat untuk mengawasi apabila buzzer memberitakan hoax.

Dengan kekuatan informasi teknologi peristiwa di negara manampun secara cepat tersebar keseluruh dunia. Demikian pula peristiwa penusukan Menteri Polhukam, Wiranto, yang terjadi hari Kami siang, 10 Oktober 2019, dengan cepat tersiar dan banyak buzzer merasa perlu men-sharing, bahkan banyak yang memberikan opini pribadi mereka dalam sharing berita aktual demikian.

Menjadi maraknya buzzer sebenarnya merupakan pintu terbuka dalam berkomunkasi.

Berjuta manusia dengan cepat dan mudah dapat mengakses berita kekinian, apakah itu berita menghibur, berita keadaan sekitar kota, peristiwa penting di berbagai negara, berita bencana alam ataupun kecelakaan, mudah diikuti melalui medsos yang didengungkan ulang oleh para buzzers.

Bagaimana loby-loby Prabowo dengan "King Maker" ibu Megawati, kemudian Prabowo ke istana berjumpa secara serius dengan Presiden, membuat pengamat politik memprediksi bahwa Partai Gerinda diperkirakan keras akan diterima dalam koalisi. Salah satu buzzer men-sharing bahwa 5 tahun lalu ini juga terjadi ketika Presiden memberikan kursi kabinet bagi partai oposisi PAN. Kita nantikan pengumuman resmi dari Presiden setelah pelantikan tanggal 20 Oktober 2019.

Artikel yang yang sangat aktual ini dengan judul Buzzer Isitilah Kekinian disiapkan dan dikirim oleh sahabat baik saya Ludwig Suparmo -- Lead Trainer: Issue, Risk & Crisis Management

Yupiter Gulo, 13 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun