Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Beckenbauer adalah Kita

10 Januari 2024   01:06 Diperbarui: 10 Januari 2024   16:44 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Legenda sepak bola Jerman Franz Beckenbauer meninggal pada usia 78 tahun di hari Senin (8/1/2024). Foto: AFP/CHRISTOF STACHE via KOMPAS.com

Pemain italia disuruh berkutat di lapangan tengah, karena kebanyakan memang bola berada di sana. Agak-agak pakai perhitungan statistika juga ini taktik, mungkin kayak "central limit theorem". Namun begitu lawan memegang bola, kudu ada 2 (dua) pemain itali yang menghadang. CMIIW.

Corto stratto ini dipakai PSSI di bawah asuhan pelatih Danurwindo saat main di Piala Asia 1996. Lumayan, kita mampu menahan Kuwait 2-2 -padahal kita unggul 2-0 terlebih dahulu. Kemudian PSSI "hanya" kalah 2-4 lawan Korea Selatan (tiga gol Korea babak pertama, dua gol dari kita pada babak kedua).

Dalam konteks keindonesiaan yang kita miliki, apakah pengaruh pola blok ala Beckenbauer (almarhum) terhadap strategi sepak bola yang cocok untuk wong pribumi? Mungkin tidak secara langsung. Tapi Danurwindo di tahun 1996 berupaya mengadopsi corto stratto sebagai pengembangan pola blok yang rapat. 

Asumsi bahwa pemain kita--dan Asia Tenggara pada umumnya--jauh lebih pendek disbanding ras kuning dan timur tengah. Beckenbauer adalah kita, atau sebaiknya kita seperti dia. Beckenbauer berinovasi menemukan racikan pola yang tepat, bahkan ketika dia masih aktif bermain. 

Konsep libero yang menggelandang bebas, ke sana kemari, serta menginisiasi penyerangan (sebagai playmaker dari pemain bek/back) titik tonggaknya ya dari Beckenbauer ini. Sehingga tidak berlebihan kalau dikatakan, sepakbola Brasil menyumbang seorang Pele ke dunia, sepakbola Argentina sumbangkan Maradona, maka Jerman adalah Beckenbauer.

Beckenbauer adalah kita, atau tirulah dia. Melatih sejak piala dunia 1986, "hanya" sebagai runner up, kemudian semifinalis saat Euro 88, dan akhirnya juara 1990. Sabar menunggu selama 4 (empat) tahun.

Beckenbauer lengkap sebagai pemain pemegang juara dunia 1974, dan pelatih juara dunia 1990. Setelah mengantar Jerman menjadi juara dunia, Beckenbauer legowo untuk memberi mandat manajer PSSI-nya Jerman ke orang lain. Beckenbauer kembali ke klub, menjadi salahsatu Direktur di Bayern. Tidak lagi cawe-cawe ke timnas.

Cocokkah taktik Beckenbauer ini ke kita? Kolumnis olahraga almarhum Sumohadi Marsis pernah menanyakan hal ini kepada salah seorang pelatih negara juara dunia (cuman lupa saya siapa orangnya). 

Kurang lebih, "Sir, pola sepakbola apa yang cocok untuk tim Asia Tenggara?" Dijawab: 1-10. Tentunya jawaban bernada jokes, tapi bisa jadi benar. So bukan 4-3-3 atau 3-5-2 akan tetapi ....1-10.

Tahun 1987 coach Sartono Anwar mengarahkan PSIS untuk memakai gaya "coming from behind". PSIS Semarang jadi juara perserikatan saat itu. Mengadaptasi pola permainan Inggris, namun disesuaikan dengan fisik pemain kita yang tinggi badan saat itu mungkin rata-rata 170 cm. Sumohadi Marsis menyebut pola coming from behind ala-ala Sartono ini dengan gaya "Semarangan".

Bulan depan, PSSI akan melakoni piala asia 2024 di Qatar. Para pemain naturalisasi mampu mendongkrak rata-rata tinggi pemain kita menjadi 179,7 cm (meski PSSI bisa saja berkilah: Kami cuman pake 8 pemain, hLa itu Malaysia pake 14 orang hahaha). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun