Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hati Perempuan (Bagian 2: Cinta yang Terkoyak)

24 Februari 2020   06:53 Diperbarui: 24 Februari 2020   06:59 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesibukan pagi Dinar telah berlalu setelah anak-anak berangkat ke sekolah dan Suaminya berangkat ke tempat kerja. Lantai atas masih belum menyuarakan kehidupan. Anak-anak kos terbiasa tidur larut malam. Mereka harus menyelesaikan tugas-tugas kuliah yang cukup banyak. Kuliah paling pagi dimulai jam sembilan sehingga mereka tidak harus bangun pagi-pagi. Perjalanan ke kampus dari tempat kos tak lebih dari sepuluh menit naik angkot.

Dinar merapikan tempat tidur anak-anak kemudian beralih ke tempat tidurnya. Tak terasa sudah tujuh belas tahun ia dan suaminya tidur di situ. Masih tergambar  jelas dalam ingatannya bagaimana kehidupannya harus menepi di sini.

Seperti kebanyakan lulusan SMA pada umumnya Dinar juga ingin melanjutkan kuliah. Menjadi sekretaris adalah cita-citanya waktu itu. Sayang sekali baru seminggu di Jakarta, belum lagi sempat mendaftar di salah satu akademi sekretaris yang telah dipilihnya, ia dipanggil pulang oleh Neneknya.

Dinar diasuh Neneknya sejak kedua orangtuanya bercerai. Ia baru kelas tiga SD kala itu. Meskipun akhirnya Ayah dan Ibunya menemukan pasangan masing-masing dan menikah lagi, Dinar tetap tinggal bersama Kakek Neneknya. Sebagai cucu, Dinar sangat patuh dan penurut. Ia juga rajin membantu pekerjaan rumah dan tak pernah menyusahkan Kakek Neneknya. Karena itulah ketika Kakek Neneknya menjodohkannya dengan salah satu kerabatnya, ia tak bisa menolak meskipun baru saja menjalin hubungan dengan seorang mahasiswa yang kos di dekat rumah Tantenya di Jakarta. Tak tega menyakiti hati Kakek Nenek yang telah mendidik dan membesarkannya.

Lelaki yang akan dijodohkan dengan Dinar bernama Farid. Umurnya beberapa tahun di atas Dinar. Farid baru saja diterima bekerja  sebagai guru di Madrasah Tsanawiyah setelah menyelesaikan kuliahnya di salah satu Sekolah Tinggi Agama Islam. Tak heran jika pengetahuan agamanya luas. Pembawaan lelaki itu tenang namun tutur katanya tegas. Agak canggung Dinar berbicara dengannya pada pertemuan pertama. Kakek Nenek menasehati mereka agar mempertahankan langgengnya pernikahan. Jika sampai terjadi perceraian maka tak ada harta warisan yang akan diberikan  kepada Dinar.

Meskipun Dinar yakin Kakek Neneknya telah memilihkan calon suami  terbaik untuknya, keputusan mereka untuk segera menikahkannya dengan Farid terlalu buru-buru. Mestinya mereka memberi waktu kepada Farid dan Dinar untuk saling mengenal karakter masing-masing terlebih dulu. Ternyata seminggu setelah pertemuan itu pernikahan mereka dilaksanakan.

"Kak Farid, Maafkan saya, tolong ijinkan saya bertemu pacar saya sebelum menikah dengan Kakak. Saya berjanji ini adalah pertemuan terakhir saya dengannya," begitulah Dinar memberanikan diri mengungkapkan keinginannya.  Tentu saja hanya mereka berdua yang tahu hal itu. Jika sampai terdengar telinga Kakek Nenek  entah bagaimana nasib Dinar.

Farid mencoba memaklumi dan meluncurlah kalimat yang menentramkan hati Dinar. "Silakan Din jika itu akan membuatmu tenang di hari pernikahan kita nanti."

Dinar menjumpai Rahman tiga hari sebelum pernikahannya dengan Farid. Pertemuan itu menjadi awal perpisahan mereka. Meskipun demikian, mereka mencoba menikmati kebersamaan yang hanya sesaat. Dinar betul-betul melupakan Farid ketika berdua dengan  Rahman. Debur ombak di Pelabuhan Ratu menjadi saksi cinta mereka yang terbentur adat perjodohan. Di pantai itu untuk pertama kalinya Dinar  merasakan ciuman dan dekapan  hangat lelaki yang mencintainya.

Usai pernikahan, Farid membawa Dinar mengikutinya ke Bogor. Mereka tinggal di rumah petak yang disewa Farid secara bulanan. Kakek Nenek Dinar di kampung tak berdiam diri melihat keadaan cucunya, mereka menjual tanah dan beberapa bidang sawah kemudian mengirimkan uangnya kepada Dinar supaya bisa segera memiliki rumah sendiri. Pelan-pelan keinginan Kakek Nenek terwujud juga. Dinar dan Farid mencari tanah dan berhasil membangun rumah yang sekarang telah diperbesar hingga menjadi dua lantai.

Orang pastilah mengira kehidupan rumah tangga mereka berlangsung harmonis. Tak pernah ada keributan di antara mereka. Berapapun uang yang diberikan Farid kepada Dinar diterima dengan senang hati untuk digunakan sebaik-baiknya. Dari luar memang terpancar kedamaian yang meliputi kehidupan keluarga itu, namun siapa yang tahu apa yang dirasakan Dinar setiap kali ia merebahkan tubuhnya di samping Farid. Setiap malam ia berusaha melawan ketakutan-ketakutan yang entah dari mana datangnya.  Setiap kali Farid mendekatinya,  tubuhnya  langsung gemetar, kedua telapak tangan dan kakinya seperti membeku diikuti dengan rasa pusing yang hebat kemudian lehernya menjadi kaku. Bayangan Rahman dengan ciuman dan dekapan hangatnya mengusiknya setiap Farid menyentuh tubuhnya. Dinar merasa tersiksa dengan kenyataan dan bayangan itu. Sekuat tenaga ia berusaha menyembunyikan perasaannya agar bisa melayani Farid dengan baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun