Mohon tunggu...
Yuli Dewi
Yuli Dewi Mohon Tunggu... -

Aku adalah seorang ibu, social worker yang mengerti sedikit tentang ilmu psikologi. Mengagumi keunikan manusia dalam mengungkapkan cerita hidup mereka dan bermimpi untuk bisa mewujudkan cerita-cerita sendiri dalam untaian tulisan indah….

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Catatan 3 Tahun Usia Anak: Peralihan dari Perkembangan Anak ke Fase Bermain

24 Juli 2013   13:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:06 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Anak adalah harapan.
Tempat kita membentuk seseorang yang lebih baik
Menjadikan segala doa tertuju hanya demi kebaikan mereka
Merasakan adanya nilai ketulusan seorang ibu
Menemukan makna cinta sejati, ketika mungkin mata hati kita pernah tertutup.
Harapan itu terwujud ketika kita mau mencari makna keindahan dalam pengasuhan mereka.
Apa yang terwujud atas perilaku mereka, sejatinya adalah karena kita...orang tuanya.
.......................................................................
Kali ini saya ingin bercerita tentang perkembangan si kecil, yang 6 hari yang lalu genap berusia 3 tahun. Dalam teori perkembangan psikologi, usia 3 tahun adalah batasan usia anak-anak. Sehingga Al, biasa saya sebut sudah siap memasuki tahapan bermain dalam kehidupannya.
Jika melihat dari pertumbuhan fisiknya, saya harus berbangga karena dia tumbuh menjadi anak laki-laki yang sehat dari tinggi dan berat badannya. Namun permasalahan yang ternyata masih saya alami, sejak kegagalan saya di anak pertama saya Za, adalah masalah kesehatan gigi. Saya merasa sudah cukup baik dan disiplin dalam menerapkan sikat gigi pagi, setelah mandi dan sebelum tidur serta banyak minum air putih. Namun kok ternyata masih ada gejala gigi berlubang. Kendalanya adalah, Al sangat sulit diajak ke dokter gigi. Kalau sudah ngambek, pasti akan berantakan. Untuk masalah makan, Al sudah ingin belajar makan sendiri. Hikmah dari tidak adanya pembantu di rumah adalah anak-anak sekarang dengan terpaksa, tapi malah bagus diajari untuk makan sendiri.
Segi perkembangan sosialnya juga sudah berkembang dengan baik. Sekarang dia sudah bisa bermain sendiri dengan teman-teman di sekitar rumah. Beruntungnya kami tinggal di komplek perumahan yang meskipun tidak besar dan bagus, namun pergaulan anak-anak di situ cukup dekat satu sama lain. Rumahku biasa dipakai Al untuk ngajak teman-temannya bermain di dalam. Wah cukup bangga deh..
Selain bisa keluar sendiri untuk bermain dengan teman-teman, dia juga sudah bisa untuk memilih barang permainannya sendiri.
Di rumahku ada tangga menuju dak lantai dua. Tangga kayu yang dari segi ukuran sebetulnya kecil, karena masalah kontruksi yang kurang lebar, sehingga lebar anak tanggaya kurang dari standar lebar anak tangganya. Sehingga kami larang dia untuk naik sendiri. Dia pun sebelumnya masih takut, sehingga kalau mau naik ke atas masih nyari-nyari mamah papahnya. Namun beberapa hari yang lalu, aku membiarkan dia naik tangga ke atas sendiri. Yes welldone kiddy, nah masalah turunnya masih harus dibantu.  Baguuuus.
Al termasuk anak yang pemberani. Pada saat pergi ke luar, bermain di kampus UI beberapa hari yang lalu, dia sempet negur anak-anak remaja yang sedang duduk. Dia bilang, "oi ngapain oi...aku mau lewat"...hehehe..padahak jalan masih luas. Bagus deeh nggak papa.
Ada dua kendala yang saat ini masih terus kami stimulasi, yaitu bahasa dan emosi. Meskipun dia sudah bisa berkomunikasi verbal secara aktif dengan orang lain, namun bahasa yang digunakan, beberapa kali masih tidak jelas. Papahnya suka bilang untuk bicara yang jelas. Dan jika diucapkan pelan, dia bisa. Tapi kalau bicara cepat dia masih belum bisa. Nah ini masih ada 1 tantangan.
Tantangan kedua ku dengan Al yaitu msalah emosi. Kupikir ini masih lanjutan tantrumnya dia.  Anakku yang kedua ini memang cukup unik dari sejak lahir. Waktu bayi dia sudah menunjukkan karakter yang berbeda dengan kakaknya Za. Waktu Za bayi, dia kalem, tidak banyak nangis dan cukup mudah untuk ditenangkan. Tetapi Al ini cukup sulit, dia sudah menunjukkan lebih sering nangis dan teriak sebagai penanda emosinya. Di usia 1-2 tahun, dia sudah menunjukkan gejala tantrum. Sering berteriak-teriak dan menangis, bahkan sempat guling-gulingan jika keinginannya tidak terpenuhi. Saat usia tahun kami menggunakan metode time out. Yaitu kalau dia tantrum, maka pertama kami akan cuekin dia. terus jika tidak mempan, dia akan dihukum untuk berdiri di dinding sambil tetap dicuekin. Waktu dulu metode ini berhasil. Dan sekarang dia sudah tidak berguling-guling lagi.
Namun beberapa minggu ini dia sudah bisa bilang ngambek, dan kalau ngambek dia akan membuang-buang barang yang ada di depannya. Aku pasti akan menyuruhnya untuk merapikan kembali barang-barang itu. Dan jika sudah mau dibilang, time out dia akan berdalih, ingin bobok dan nggak mau diganggu. Nah loooo. Plus dia ada 1 kosakata baru yang harus aku netralisir. Yaitu bodoh. Haduuuuh. Inilah tantangan ibu0ibu yang bekerja, yang tidak mungkin bisa mengontrol media belajarnya 100% waktu kehidupannya.
Tapi selangkah demi selangkah kami memberikan pemahaman kalau kami tidak suka jika kata bodoh digunakan.
Nah, anak itu hebat. Meskipun dia itu kecil, tapi Allah memberikan karunia yang luar biasa di mereka, untuk menemukan hal-hal baru yang mungkin sebgai orang dewasa kita tidak mengira akan secepat itu mereka ketahui.
Dan waktu itu cepat berlalu, dan kesempatan untuk menyaksikan kehebatan mereka tidak akan terulang lagi. Semoga Allah memberikanku waktu sehingga bisa memberikan yang terbaik untuk mereka dan mengabadikan cerita-cerita indah ini.
Love You Kiddos.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun