Mohon tunggu...
Yuliyanti
Yuliyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yuli adja

Yuliyanti adalah seorang Ibu Rumah Tangga memiliki kesibukan mengurus bisnis keluarga, Leader paytren, Leader Treninet. Sebagai penulis pemula telah meloloskan 7 antologi. Penulis bisa ditemui di IG: yuliyanti_leader_paytren Bergabung di Kompasiana 20, Oktober 2020

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bersama Kereta Lodaya, Tercipta Memori Indah Selamanya

30 September 2022   12:07 Diperbarui: 30 September 2022   14:24 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kereta/ Sumber gambar:wiki.edunitas.com/ind/114-10/Ka-Lodaya_50542__eduNitas.html

Topik pilihan admin K, mengingatkan sebuah Memori Kereta Api yang indah. Jujur, saya senyum-senyum begitu membaca topiknya.

Mengumpulkan segenap ingatan memungut serpihan kisah Bersama Kereta Lodaya, Tercipta Memori indah selamanya.

Pergi ke suatu tempat menggunakan jalur kereta api tentu menyenangkan. Meskipun sebenarnya saya jarang melakukan.

Meski demikian, bukan berarti tidak pernah bepergian. Sependek ingatan, saya melakukan perjalanan menggunakan kereta api sebelum menikah, itu pun bisa dihitung dengan jari.

Pertama: Menginjak remaja saya bersama nenek kerja di tempat saudara (Kota Semarang). Suatu ketika diajak ke Sragen naik kereta.

Kedua :Ketika beranjak dewasa, melakukan perjalanan ke Ibu Kota Jakarta, melalui stasiun Tawang Semarang menuju Gambir.

Ketiga: Dari Kota Klaten menuju Kota Bandung bersama adik bungsu pada tahun 2003.

Keempat: Dengan tujuan sama, bersama ibu ke Kota Kembang dua hari jelang Tsunami Aceh.

Kelima: Setelah menikah, bersama keluarga kecil menuju Kota Gede. Saat itu Nak Nang ingin naik kereta Prameks.

Dari kelima perjalanan di atas, satu kenangan yang takkan terlupakan. Mungkin hingga akhir hayat akan membuat senyum mengembang kala mengingatnya.

Lalu berbisik...ah...sungguh indah untuk dikenang, betapa lucu dan katroknya aku kala itu.


***

Rencana kepergian saya ke bandung pada 2003 itu, untuk menyambung silaturahmi antar saudara setelah berpisah hampir 7 dekade lamanya. Kisah berawal ketika kakek menikahi gadis Sunda(nenek saya).  

Sejarah singkat nenek, beliau lahir di Kota Bandung. Putri pertama dari 14 saudara. Semenjak menikah dengan kakek, beliau mengikuti suaminya ke Jawa Tengah.


Awal pernikahan masih sering berhubungan dengan keluarga, sebab kakek dan nenek tinggal di Sukaraja. 

Semenjak pindah ke Klaten hingga kakek meninggal, nenek tidak pernah berkabar. Orang Jawa bilang kepaten obor.(terputusnya tali silaturahmi).

Singkat cerita, saat nenek sakit saya ingin mempertemukan beliau dan keluarga yang mungkin dirindukan semasa di Jawa.

Syukurlah, nenek masih mengingat nama kedua orang tua beserta saudara. Bahkan kota asalnya di Kecamatan Pameungpeuk.

Berbekal keterangan tersebut, saya segera menuju telephon umum untuk menggali informasi melalui Polsek Pameungpeuk.

Pada zaman dulu, orang berkomunikasi menggunakan telephone umum. Sebab pengguna ponsel belum sebanyak seperti saat ini.

Sekalipun saya sudah mempunyai gawai kala itu, namun lebih memilih menggunakan telephon umum untuk menelusuri jejak keluarga nenek.

Akan tetapi, Kecamatan yang dimaksud ternyata ada dua, yakni di Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung. Pilihan terakhir jadi tujuan penelusuran.

Qodarullah, salah satu anggota polisi di Polsek Pameungpeuk(Bapak Subarna) menjadi penyambung talisilaturahmi.

Beliau mengumpulkan kerabat nenek di polsek untuk menunggu telephon saya. Setelah bertemu kami pun bertukar kontak.

Beberapa hari kemudian ketiga adik nenek yang masih hidup beserta anak cucu berkunjung ke Klaten. Banyak kisah mewarnai pertemuan itu, ada rasa haru, pula tangis bahagia.

Tiga bulan kemudian nenek berpulang ke Rahmatullah di usia ke 83 tahun. Sedih atas berpulangnya almarhum, namun saya senang bisa melakukan sesuatu hal yang membuat bahagia di akhir hayatnya.

***

Misi Menjalin  Silaturahmi

Sepeninggal nenek, saya ingin menyambung silaturahmi dengan berkunjung ke Bandung. Sependek ingatan, ketika melakukan perjalanan jauh di malam hari menggunakan kereta api Bisnis.

Kereta Api Lodaya dari Klaten menuju stasiun Kiaracondong Bandung menjadi pilihan.

Saya mencari jadwal keberangkatan pada malam hari karena siangnya beraktivitas. Sebelumnya saya membeli karcis (tiket kereta api) terlebih dulu.

Pembelian tiket zaman dulu, hanya dilakukan di stasiun setempa, yaitu di Desa Tonggalan, Kecamatan Klaten Tengah. Tidak seperti sekarang dimudahkan lewat aplikasi berbasis online.

Dua karcis sudah dalam genggaman, keberangkatan pukul 19:15 dari tasiun Klaten menuju Stasiun Kiaracondong Kabupaten Bandung.

Saat berangkat dari rumah saya memilih lebih awal, ketimbang nduduk(datang mendekati jadwal keberangkatan) kemudian menggunakan waktu tunggu dengan duduk di kursi stasiun.

Perasaan deg-deg-gan begitu petugas menginformasikan Kereta Lodaya dari Solo Balapan akan segera datang. Selang beberapa menit yang ditunggu tiba.

Beberapa orang segera naik begitu sisi pintu kanan kereta di buka.Tetapi saya mengajak adik untuk naik lewat pintu kiri. Dengan memutari ekor gerbong kereta.

Semula adik menolak dan mengajak masuk seperti penumpang lainnya. Tetapi saya ngeyel . "Wis to...ayo! 

Saya tetap ngajak lewat pintu kiri. Dengan alasan kereta menghadap ke arah barat.

Pengeras suara pun berbunyi, petugas mengumumkan kereta akan segera berangkat. "Deg" rasa khawatir timbul.

Tut-tut- tut...kereta bergerak merangkak pelan.

"Lho... piye Yu?"  Suara adik menambah kepanikkan saya karena tidak satu pun pintu dibuka.

 "Pokok-e ayo mlayu terus! Engko mesti ono dalane." Saya mengajak berlari terus, dan yakin akan ada pertolongan.

Alhamdulillah, setelah berlari beberapa saat, ada seorang anggota TNI yang melihat keberadaan kami, beliau merasa kasihan lantas membukakan pintu dan membantu naik kereta.

Dengan napas ngos-ngosan, kami menghaturkan terima kasih kepada Pak TNI yang belum sempat saya ketahui namanya. Kemudian saya segera mencari tempat duduk seperti yang tertera dalam tiket.

Sepanjang perjalanan, saya dan adik berpandangan saling berpelukkan, menahan tawa dan bulir bening yang datang tanpa diundang.

Berulangkali mengucap syukur, beruntung ada Pak TNI, kalau tidak... entah apa yang terjadi. Mungkin misi tinggalah mimpi. 

Dslam unggahan ini, kembali saya ucapkan kepada Pak TNI, KAi, dan pihak terkait. Berkat pertolongan-nya, kami bisa menyatukan keluarga yang berpisah sekian lama. 

Hingga saat ini semoga jalinan silaturahmi tetap terjaga hingga anak turunan kami. Aamiin.

***

Kisah pun berlanjut saat kaki menginjak di Kota Kembang. Nantikan unggahan berikutnya, ya Pembaca.

#MemoriKeretaApi
#Artikelyuliyanti
#KeretaApiIndonesia

#TulisanKe-373
#Klaten, 30 September 2022
#MenulisdiKompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun