Mohon tunggu...
Yuliyanti
Yuliyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yuli adja

Yuliyanti adalah seorang Ibu Rumah Tangga memiliki kesibukan mengurus bisnis keluarga, Leader paytren, Leader Treninet. Sebagai penulis pemula telah meloloskan 7 antologi. Penulis bisa ditemui di IG: yuliyanti_leader_paytren Bergabung di Kompasiana 20, Oktober 2020

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pelita Kehidupan Buah dari Kebajikan

8 Agustus 2022   12:58 Diperbarui: 11 Agustus 2022   14:52 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi https://d39wptbp5at4nd.cloudfront.net/

Dalam hidup dan kehidupan takluput dari ujian. Sebab, ujian merupakan titian atau tangga menuju puncak kejayaan.

Berbagai cobaan tersebut tidak pandang bulu. Bisa pada mereka yang bergelimang harta, pula jatuh padanya yang takberharta.

Serangkaian cobaan bila dijalani dengan hati ikhlas dan sabar, kelak bakal membuahkan hasil yang membahagiakan.

Penggalan kisah yang saya tulis di atas, mungkin pernah dialami oleh sebagian orang, hal itu pula dilakoni oleh penulis semasa kanak.

***

Seperti tertulis di atas, hidup ini penuh dengan beragam kisah, ada kalanya senang, namun ada waktunya susah. .

Terkadang ada penggalan kisah yang harus dilakoni, entah suka maupun duka. Sebab, ujian merupakan pasangan hidup bak siang dan malam.

Seperti yang pernah saya tulis dalam artikel di laman Kompasiana, bahwasanya penulis hanya menamatkan pendidikan sebatas Sekolah Dasar(SD).

Baca juga: Roda Kehidupan

Waktu itu, bagaimana mungkin saya mau melanjutkan sekolah lagi? Sedangkan biaya untuk kehidupan sehari-hari saja jauh dari kata cukup.

Bapak tidak punya penghasilan tetap, demi mencukupi kebutuhan hidup beliau merantau ke Sumatera. Di sana beliau berdagang. Sedangkan pulangnya tiga hingga 4 bulan sekali.

Sedangkan ibu, sebagai ibu rumah tangga. Beliau membuat aneka gorengan. Kemudian saya menjualnya keliling kampung.

Selain membuat gorengan, ibu juga bertani. Menggarap ladang milik tetangga menggantikan bapak yang sedang merantau.

***

Harapan untuk mengecap jenjang pendidikan lebih tinggi pupus, maka saya putuskan ikut nenek ke tempat saudara. Di sana kami membantu kerepotan salah satu kerabat di Kota Semarang.

Bekerja dan mencari ilmu apapun itu, demi untuk meringankan beban keluarga. Serta membantu biaya sekolah adik-adik meskipun sebatas Sekolah Menengah Pertama(SMP).

Singkat cerita, titian tangga  telah mengantar saya pada satu fase kehidupan yang lebih layak dari sebelumnya.

***


Oleh-oleh untuk keluarga

Suatu ketika, saat kepulangan usai mendapat gaji pertama dari perusahaan garment, saya membeli beberapa oleh-oleh. Niatnya akan dinikmati bersama saat malam tiba.

Biasanya setiap malam sebelum tidur, kami sekeluarga menggelar tikar di halaman rumah. Kebiasaan hampir tiap malam kami lakukan. Asalkan tidak turun hujan.

Menikmati indahnya langit bertabur bintang dan rembulan, rasanya asyik. Apalagi sambil menikmati cemilan. Diselingi riuh tawa renyah membuat suasana bahagia.

Namun, tetiba bapak berbicara, membuat jantung berdebar. Pasalnya, beliau tergolong orang yang tidak suka bicara banyak. Namun, saat berkata pastilah sesuatu yang amat berharga.

"Nduk, nek tuku oleh-oleh rasah okeh-okeh. Duwite dicelengi kanggo butuh sing luwih penting."

[Nduk, kalau beli oleh-oleh nggak usah banyak-banyak. Uangnya ditabung untuk kebutuhan yang lebih penting]

Saya sempat menjawab dengan belaan. Bahwa kami ingin menikmati oleh-oleh dari gaji pertama. Apalagi semasa kanak jarang memakannya. Namun, bapak dengan sabar memberi nasihat berupa Filsafat Jawa.

"Nduk...eling-elingen welinge bapak. Sejatine Urip iki ora mung kanggo mangan yho, nduk! Nanging manganno kanggo urip!"

[Nduk...ingat-ingatlah pesan bapak. Sebenarnya hidup ini bukan hanya untuk makan, ya Nduk! Tetapi makanlah untuk hidup.]

***

Bahasa Jawa memang memiliki ragam budaya, adat dan suku yang berbeda-beda. Masyarakatnya pun menjunjung tinggi adat dan budaya yang kaya akan filosofi. 

Di dalam setiap kalimat mengandung makna mendalam pula menata hidup manusia. Kata bijak bahasa Jawa kerap dijadikan nasihat orang tua.
Seperti halnya yang dilakukan bapak terhadap putra-putinya.

Apa Makna Urip Ojo mung Kanggo Mangan?

Sejatinya dalam hidup ini bukan semata-mata untuk makan, atau membuat perut kenyang, dengan kata lain (berfoya-foya)

Makan memang menjadi salah satu kebutuhan pokok untuk sumber energi, pula sebagai perkembangan tubuh.

Sebagaimana sebuah motor, bila hendak dipakai bepergian semestinya diisi Bahan Bakar Minyak (BBM) serta mengecek perangkat lainnya. Langkah ini diambil guna memastikan sepeda tersebut layak untuk digunakan.

Begitupun pada jiwa raga, saat kurang sehat, maka makanlah yang bernutrisi untuk menyuplai asupan supaya raga kembali sehat.

Akan tetapi, di saat raga sehat, baiknya makan sesuai waktu serta porsinya. Sebagai contoh sebelum aktivitas baiknya sarapan serta minum secukupnya. 

Meskipun ada kalanya kita menyantap santapan lain, namun seperlunya. Tidak boleh berlebihan dan membuat makanan tidak habis (terbuang sia-sia).

Selain pesan di atas, bapak juga mengajarkan beberapa hal dalam kehidupan. Salah satunya untuk memperbanyak tirakat.

Apakah Tirakat itu?

Sebagaimana dilansir oleh portalsulut.com-Tirakat adalah suatu upaya spiritual seseorang dalam bentuk keprihatinan jiwa dan badan(raga). Guna mencapai sesuatu dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Baik berupa perilaku, hati dan pikiran. Salah satu yang dilakukan dalam tirakat adalah berpuasa.

Beragam puasa sunah yang diajarkan kala itu, ada 2 yang saya jalankan hingga saat ini. Yakni, puasa Senin-Kamis, puasa 3 hari berturut-turut(ayyamul bidh) dan insyaa Allah akan ditambah dengan puasa sunah lainnya.

Selain tirakat, bapak juga mengajarkan untuk lung-tinulung sakpodho-padhane.

Lung-tinulung sak podho padhane di sini memiliki arti[saling tolong menolong kepada sesamat umat]

***

Penggalan filsafat Jawa yang diajarkan bapak(sekarang almarhum) sangat berarti. Bahkan memiliki makna yang mendalam. Perubahan itu pasti dan akan saya jalani hingga akhir hayat nanti.

Taklupa berbagi kepada anak turun kami. Sebab menebar kebajikan itu harga mati. Insyaa Allah.

Doa selalu terpanjat untuk almarhum bapak selaku penuntun, bak Pelita Kehidupan. Buah kebaikan yang beliau tebarkan akan terbalas selamanya. Insyaa Allah.

Kini, saya menuai hasil yang beliau ajarkan. Terima kasih bapak, damailah engkau di surga-Nya Allah. Aamiin.

Bacaan 1 & 2

#Artikelyuliyanti
#PelitaKehidupan
#KebajikanMettasik

#MaybankFinance
#BlogCompetition

#MenulisdiKompasiana, 08 Agustus 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun