Percakapan antara tetangga yang disebut bergunjing atau lebih populer dengan ngerumpi, masih saja sering terjadi. Membicaran sesuatu tentang orang lain.
Terkadang, mereka membicarakan sesuatu hal yang positip bisa pula negatif.
Lalu, bagaimana kita akan menyikapi hal tersebut? Â Bila tentang kebenaran aaminkan. Bila berita itu tak benar, apa langkah yang kita ambil?
Tergantung bagaimana kita menyikapi semua itu. Seandainya kita menanggapi dengan positif maka hasilnya akan positif. Begitu pun sebaluknya, menyikapi dengan negatif apalagi marah, maka akan jadi bumerang.
Menanggapi tentang omongan tetangga ini, saya akan berbagi sedikit kisah. Bukan tentan si Fulan atau Fulana lainnya. Tetapi tentang kisah sejati penulis, semua itu menginggatkan kejadian pada era 2000 an, awal mula hijrah.
Pada waktu itu saya masih jomlo. Dengan berbekal uang seadanya saya mencari kontrakan rumah. Alhamdulillah, dapat sesuai yang saya inginkan, di Jalan Jogja-Solo untuk membuka usaha.
Setelah mendapatkan tempat tinggal, langkah pertama yang saya ambil yaitu silaturahmi ke tempat Pak RT. Dengan mendaftarkan diri sebagai warga baru, sekaligus mengundang beliau dan tetangga sebelah kanan-kiri, untuk  tirakatan( lek-lek-an) acara doa bersama untuk memulai usaha baru dengan harapan diberi kemudahan pun kelancaran.Â
Karena sesuatu hal saya dan keluarga takbisa mengadakan syukuran secara besar-besaran. Jadi, hanya keluarga dan beberapa warga setempat.
Kebetulan di tempat tersebut ada beberapa orang yang saya kenal, karena kontrakan dekat tempat kerja yang dulu(sewaktu ikut ikut orang lain) Meski baru beberapa hari menempati rumah tersebut, serasa berada di lingkup kampung halaman.
Setelah beberapa bulan bahkan tahun pun berganti, usaha saya semakin maju. Dari situlah ujian kehidupan dimulai. Lalu, bagaimana cara saya menghadapinya?