Mohon tunggu...
Yulia Tri Utami
Yulia Tri Utami Mohon Tunggu... -

penulis muda

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Jangan Hanya Bercermin, Tapi Lihatlah Dibaliknya dan Kejarlah

3 Mei 2017   14:12 Diperbarui: 22 Juni 2017   14:53 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan hanya bercermin, tetapi lihatlah di baliknya dan kejarlah adalah suatu kalimat yang mudah untuk dicerna dan dipahami. Setiap orang pasti ingin kehidupannya lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Bukan hanya orang yang menginginkan perubahan itu tetapi juga suatu Negara. Seiring berjalannya waktu, kehidupan di Negara kita semakin memburuk. Rintihan tangis dan jeritan rakyat jelata masih terdengar. Tetapi lambat laun, suara tangis dan jeritan itu semakin terabaikan. 

Seolah-olah itu hal biasa yang tidak perlu diperjuangkan. Siapakah yang salah?? Rakyat jelata atau pemerintah?. Di dalam hidup, kita tidak boleh saling menyalahkan, terlebih ini adalah masalah hak asasi manusia, kita sebagai orang yang mempunyai tanggung jawab untuk kemajuan negeri ini, sebisa mungkin kita harus memperjuangkan hak mereka. Mereka yang masih tertindas, mereka yang masih teraniaya, seharusnya kita bisa memberikan yang terbaik kepada mereka.

Mencoba melihat ke belakang, karena masih begitu banyak kekurangan yang kita miliki. Baik dari pemerintah, segi kehidupan warga Negara dan dari aspek ekonomi, social, politik dan hukum. Sering kali kita merasa iba, jika melihat kehidupan di Negara kita yang semakin memburuk. Hanya rasa iba kah yang kita miliki? 

Semua itu tidak berarti kawan, tanpa berbuat sesuatu, karena Negara ini akan tetap terpuruk. Mungkin hanya setitik kesuksesan yang mampu diraih, tetapi di balik semua itu, tidak ada artinya kawan. Rentetan peristiwa maut yang melanda negeri kita, semakin hari semakin menimbulkan luka. Kita sendiri tidak pernah tahu, kapan luka itu terobati. Apakah kita tidak sadar dengan keadaan ini? Apakah uang sudah membutakan mata hati kita? Kita hanya terdiam, dan mungkin merasa acuh saja dengan semua ini karena hanya rakyat jelata lah yang merasakan semua ini, apakah ini yang dinamakan saudara, sebangsa dan setanah air? Lalu, kemanakah mereka? 

Para penguasa negeri ini? Mengapa nama mereka selalu tertera di deretan kertas hitam itu? Apakah dunia ini sudah terbalik, kawan?? Di saat rakyat butuh kasih sayang, mereka tidak pernah ada. Bahkan mereka menghilang, inikah yang dinamakan pemimpin? Para koruptor kelas kakap yang korupsi milyaran bahkan trilyunan begitu gampangnya dibebaskan dari dakwaan, masih bisa berkeliaran dengan bebas, rekreasi ke luar negeri, 

masih bisa jalan-jalan di tempat hiburan, bahkan ada yang sudah di putus dengan hukuman penjara pun masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari dengan “enjoy-nya”. Padahal mereka jelas-jelas mencuri uang Negara, pengkhianat amanah 300 juta penduduk Indonesia, tetapi kenapa seolah-olah hukum “sangat bersahabat” dan menjadi “kaki tangan” mereka. 

Sementara pencuri ayam, pencuri semangka, pencuri jagung, pencuri sawit bisa terkena dan terancam hukuman tiga bulan penjara bahkan lima tahun penjara padahal mencurinya karena untuk mempertahankan hidupnya. Kita juga masih ingat bagaimana kasus upaya kriminalisasi terhadap KPK yang makin menunjukkan potret penegakan hukum di Indonesia masih suram, masih jauh dari ketidakberpihakan dan masih jauh dari tujuan hukum itu sendiri yaitu menciptakan keadilan. 

Bukan tidak mungkin kasus-kasus lain pun sebenarnya banyak yang seperti itu. Mungkin kebetulan kasus ini saja yang baru terungkap ke masyarakat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang tersurat dalam sila ke-5 pancasila seolah-olah hanya menjadi slogan tidak mengaplikasikan pada kehidupan bangsa ini. Tanpa merasa bersalah, dan tanpa melakukan perubahan. Untuk para koruptor para pemimpin rakyat, mereka seolah-olah angkat tangan, tidak tahu menahu dengan hukum. 

Seolah-olah dengan mendekam di Bui, semua masalah sudah selesai. Jika ditinjau dari segi psikologi, hal ini semakin memperburuk keadaan. Berapa kerugian yang kita capai??mungkin sudah beratus –ratus triliyun atau mungkin sudah tidak terhitung lagi jumlahnya karena terlalu banyak uang yang dihamburkan, hanya untuk kesenangan semata. 

Mungkin rasa sadar dan rasa malu itu sudah lenyap ditelan masa, padahal itu bukan uang sembarangan, itu bukan uang untuk shopping,itu juga bukan uang untuk memenuhi hawa nafsu kalian. Uang-uang itu adalah sebagian kecil senyum mereka, para rakyat jelata. Jadi, jika uang itu dikorupsi juga, berarti mereka juga merenggut kebahagiaan mereka. 

Suatu masa kepemimpinan yang butuh renovasi, untuk mengembalikan hati yang sudah ternoda, untuk membukakan mata yang sudah buta, dan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan. Melihat ke belakang, untuk melangkah lebih maju lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun